View Full Version
Rabu, 27 Sep 2017

Terkait Buku 'Aku Bangga Sebagai Anak PKI', Ini Kata Panglima

JAKARTA (voa-islam.com)- Panglima TNI, Gatot Nurmantyo menjelaskan bahwa hidup aman dan tenang di Indonesia selama ini karena saling menghormati. Yang banyak mengayomi yang sedikit.

Hal ini misalkan saja ia katakan saat ada saat dendam bukan solusi untuk menjaga persatuan dan kesatuan RI. “Maka kalau kita lihat semuanya seorang ksatria patriot pasti mengayomi yang lemah.

Sampai sekarang masih melekat. Kalau kita lihat peristiwa G30S/PKI, dendam yang luar biasa. Tetapi begitu selesai, tidak ada dendam. Buktinya, jelas siapa yang menulis ‘Aku Bangga sebagai Anak PKI’. Orangnya ada di sini. Masuk parlemen. Diapa-apakan tidak sama umat muslim? Tidak diapa-apakan. Karena yang besar mengayomi yang kecil. Normal-normal saja tidak masalah. Itu kan perorangan,” sampainya, Rabu (27/09/2017), di ruang Fraksi DPR PKS, Senayan, Jakarta.

Namun demikian, apabila bukan perorangan tetapi sudah menjadi kelompok, maka hal itu memang harus diantisipasi. “Tapi kalau sudah ada kerja kelompok, itu membahayakan. Harus dicegah,” sambungnya.

akan tetapi faktanya, menurutn dia hal itu tidak pernagh terjadi, di mana mayoritas memperlakukan yang tidak sebagaima mestinya kepada minoritas. “Hampir tidak pernah terjadi. Kristen dengan muslim, pasti saling mengayomi. Yang besar dan kuat mengayomi. Bahasanya (Indonesia) pun diambil dari pulau Penyengat. Bukan bahasa Jawa, bisa ribut. Itulah kehebatannya. Itulah Bhineka Tunggal Ika,” ia menambahkan.

Sebab itu, lanjutnya, Indonesia tetap ada dan satu. “Dan dalam konteks ini maka yang saya katakan tadi Indonesia merdeka dengan gotong royong, disebut sebagai bangsa ksatria patriot. Konsensus inilah untuk menjaga bagaimana memperlakukan manusia Indonesia dalam satu negara yang bisa langgeng.

Mau tidak mau, orang apapun sebut Pancasila 72 tahun mengalami berbagai cobaan, Pancasila tetap utuh sampai sekarang. Negara kita masih utuh. Soviet saja begitu besar jadi 15 negara. Yugoslavia sama, hanya karena bahasa saja dan agama sudah jadi dua negara. Indonesia, hitungannya jika secara matematika tidak masuk akal kok bisa akur sampai sekarang,” ia menutupnya. (Robi/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version