View Full Version
Kamis, 28 Sep 2017

Asing Hancurkan Indonesia dengan Ciptakan Kultur Global

JAKARTA (voa-islam.com)- Paska perang dingin, hampir seluruh Negara, terutama yang ikut partisipasi dalam peperangan tersebut membutuhkan energy “tambahan” untuk hidup selanjutnya. Makanya mereka (negara-negara) melakukan “perang” dengan menggunakan dan atas nama globalisasi. “Dan Indonesia adalah negara yang paling luar biasa di Ekuator.

 Itulah kompetisi global. Dalam situasi seperti ini, saya ingin mengingatkan, mengapa kita menjadi seperti ini, mengapa terjadi globalisasi? Karena ada teori hegemoni: habis perang dingin langsunglah muncul kekuatan, jadi polar, yang ini menguasai di dunia,” ucap Panglima TNI, Gatot Nurmantyo, Rabu (27/09/2017), di Fraksi PKS, DPR RI, Jakarta.

Salah satu caranya menurut Gatot adalah dengan memasukkan unsur budaya-budaya yang bukan milik Indonesia. “Caranya bagaimana? Caranya menciptakan kultur global. Dengan melemparkan buku-buku global paradoks, buku-buku segala macam, orang membacanya seolah benar.

Maka lahirlah nilai-nilai global: demokratisasi, hak azasi manusia, tranparansi, lingkungan hidup, pluralisme. Dan ini dipaksakan untuk mengganti budaya di negara-negara sehingga terjadi penyeragaman. Maka mereka akan mengendalikan itu termasuk masalah keuangan dan sebagainya,” ia menambahkan.

Dalam konteksi ini, menurutnya, maka tradisi lokal yang ada akan diubah menjadi kultur global kemudian dibuat menjadi tradisi global. “Maka kalau kita lihat, inilah yang sebenarnya saya akan masuk ke Pancasila. Mengapa demikian? Karena Pancasila diambil dari intisari nilai-nilai luhur bangsa, yang diambil dari budaya daerah masing-masing, kearifan lokal dan agama (budi pekerti).

Mengapa ini dibuat? Karena Pancasila merupakan konsensus sebagai pemersatu negara yang berbhineka tunggal ika. Mengapa dibuat seperti Pancasila? Sedikit saya ulas, perjuangan kita lebih dari 250 tahunan, di setiap-tiap daerah punya pahlawan. Kalau kita kupas semua, banyak sekali pahlawannya: Teuku Umar, kemudian Sisingamangaraja, Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, terus sampai Kapten Pattimura melakukan perjuangan di tiap-tiap daerah.

Berjuang tanpa mengenal lelah. Tidak berhasil karena bersifat kedaerahan. Tapi kita melihat tidak ada satupun suku di Nusantara ini yang tidak mempunyai khas senjata. Tolong saya dikomplain suku mana yang tidak memiliki ciri khas senjata. Tidak ada. Dan tidak satu suku pun yang tidak punya tarian perang. Tarian perang itu adalah metode untuk mengajar cara berperang, dengan cara seolah berperang: punya ciri khas senjata, punya tarian perang,” bebernya.

Maka menurutnya dengan demikian dicaplah setiap manusia di Indonesia itu mempunyai gen ksatria. Karena terbukti melakukan perjuangan terus menerus dan tidak ribut antar-suku. Ksatria.

“Indonesia negara terbesar dengan 34 Provinsi. Mana ada Negara seperti kita. 416 Kabupaten dan 98 Kota. Bayangkan, pulaunya saja 17.000. Untuk menghafalnya saja susah. 714 suku bangsa. Saya yakin lebih jika dicek lagi. Kemudian 1100 lebih bahasa local,” tutupnya memperingatkan. (Robi/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version