View Full Version
Kamis, 28 Sep 2017

Panglima: Jangan Banyak Teori Soal Pancasila jika Agama Dilupakan!

JAKARTA (voa-islam.com)- Jangan bicara Pancasila apabila agama saja rakyat Indonesia tidak dijadikan sandaran sebagai hidup. Apalagi yang berwacana inginkan ini dan itu perihal agar dapat pancasilais tetapi tidak memperhatikan agama adalah hal yang mustahil memajukan negara.

“Bagaimana kita untuk menjaga Pancasila? Kita berteori mesti begini, begini, dan begini tapi ada satu hal yang kita lupakan untuk menguatkan yaitu agama. Yang kedua bahasa. Yang ketiga kewarganegaraan. Saat saya masih kecil dulu, nilai merah tidak bisa naik kelas. Tapi sejak reformasi dihapus,” Panglima TNI, Gatot Nurmantyo menyampaikan, Rabu (27/09/2017), di Fraksi PKS, DPR RI, Senayan, Jakarta.

Menurut Gatot, hal itu disebabkan oleh udaya global yang menghapusnya. “Dapat merah tidak apa-apa, tetap saja naik kelas. Dan yang paling penting adalah budi pekerti. Tidak ada lagi. Inilah yang harus kita hidupkan lagi.

Sehingga saat bicara Pancasila 'Kamu harus Pancasilais-Ketuhanan Yang Maha Esa' tapi belajar agama tidak digubris mau bagaimana ingin Pancasila. Sudah begitu tidak bangga dengan bahasanya sendiri. Ini yang harus kita tumbuhkan lagi,” ia menambahkan.

Cara untuk menanggulangi itu menurutnya dengan menghidupkan kembali budaya-budaya lokal yang ada. “Kita bersykur Pak Jokowi membuat pasar lokal (tradisional) dihidupkan kembali karena itu tempat interaksi. Sekarang interkasi di mana? Anak main di mana? Mainnya di mal. Budaya apa itu?

Kita sekarang masih kuat seperti itu. Kita sekarang masih kuat karena kita mengalami transfer budaya cerita lewat Ibu. Sebab saya lebih banyak tahu dari Ibu daripada sama Bapak. Sebelum ingin tidur beliau cerita. Itulah yang melekat dari kecil.

Sekarang? Karena ibunya jarang ketemu anaknya, bapaknya jarang ketemu anaknya, bagitu anaknya belajar jalan dan jatuh senggol meja, mejanya yang dimarahi. 'Kamu kuranga ajar'. Padahal meja diam-diam saja. Secara tidak langsung si anak ini tidak pernah salah dan orang lain yang salah. Makanya sekarang ini media sosial menyalahkan orang lain itu biasa. Saya sih penonton saja, Pak. Dan perlu diajarkan sejak dini. Percuma deh kita teori percuma. Mungkin sekarang masih bisa, tapi nanti: apa itu teori doang,” katanya lagi.

Tapi kalau budaya dari kecil menurut Gatot sudah menjadi sifat dan sikap, prinsip. Sekarang orang yang punya prinsip ini aneh. Mari di tempat ini dirumuskan bersama-sama jangan mengikuti karena semua yang diajarkan penjajah itu pasti ada maksudnya.

“Dan dilakukan oleh komponen-komponen bangsa. Dulu waktu sekolah, orang pintar-pintar masuk IPA. Yang kedua masuk IPS. Yang ketiga masuk Bahasa. Tujuannya apa? Orang yang bergerak untuk interaksi manusia itu adalah yang kedua. Yang pertama bagian teknik. Tapi tiba-tiba ada yang anggap aneh bahwa seorang teknik masuk ke politik. Dr. Soetomo, Ir. Soekarno, itu, menonjol dia. Tapi mana sekarang seperti itu, Pak?” tutupnya. (Robi/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version