View Full Version
Jum'at, 04 Jan 2013

Kasih sayang Itu Bernama Ibu

Seringkali dunia dibuat takjub oleh kesuksesan para tokoh- tokoh besar karena kecerdasan, kekuasaan, ataupun pengaruh mereka. Selain itu mereka juga dipuja karena kontribusi dan kisah inspiratif yang begitu melegenda. Sebut saja Imam syafi'i. Siapa yang dapat meragukan kemampuan beliau dalam penguasaan ilmu. Diusia sembilan tahun saja, prestasi spektakuler sudah ditorehkannya. Pada usia belia tersebut, beliau sudah mampu menghafal seluruh isi Alquran.

Kisah inspiratif lainnya juga terjadi pada Thomas Alfa Edison. Dia adalah seorang anak tuna rungu, yang bahkan dibilang bodoh oleh guru disekolahnya sendiri. Dia akhirnya keluar sekolah, yang hanya dinikmatinya selama tiga bulan. Tapi cerita sedih itu berubah saat dia telah tumbuh dewasa. Thomas berhasil memegang rekor 1093 penemuan yang dipatenkan atas namanya. Dan diakhir cerita, jadilah dia salah satu superstar, ilmuwan hebat dunia yang sangat mendunia.

Dari sedikit cerita diatas, mungkin muncul pertanyaan dalam diri kita, siapakah yang menjadi motivator manusia- manusia hebat tersebut? Siapakah tokoh heroik yang telah sukses mengantarkan mereka menuju kesuksesan? Jawabnya tidak lain adalah para ibu mereka.

Ibu mereka tidak hanya sekedar melahirkan dan menyusui. Tapi lebih dari itu, profesi mereka sebagai seorang ibu yang bahkan tidak dinilai dengan uangpun, mereka jalankan dengan baik. Pengayoman, pendidikan, perhatian, dengan setulus- tulusnya, mereka berikan demi masa depan si anak. Karena itu tak berlebihan jika kita menyebut bahwa Ibu adalah kata lain dari kasih sayang.

Mungkin para ibu tersebut tidak memiliki kepandaian dalam hal ilmu seperti anak- anak mereka yang melegenda. Namun para ibu itu adalah satu- satunya yang memiliki ketulusan dan keikhlasan untuk mereka, anak- anaknya.

Masihkah kita ingat kisah tentang Nabi musa? Ibunya yang dengan ikhlas menjalankan perintah Allah untuk menghanyutkan nabi musa, walau nabi musa saat itu masih bayi. Suatu hal yang memang jika dinilai dengan nalar atau batin seorang ibu, pastilah tidak akan tergapai. Namun begitulah keikhlasan itu yang ada dalam hati para ibu tersebut, yang menyelamatkan anaknya. Hal yang sama juga terjadi pada ibu Imam syafii. Beliau yang rela melepas anaknya untuk merantau untuk mendapatkan ilmu. Walau dengan linangan air mata, sang ibu rela dengan harapan dan doa, bahwa anak- anak mereka kelak akan menjadi seorang yang sukses.

Maka jika kita telah menjadi orang yang sukses hari ini, ingatlah bahwa ibu kita lah yang mengantarkan kita untuk bisa menjadi seperti sekarang ini. Doa, kasih sayang, dan perhatian terbaik yang selalu dipanjatkannya adalah "hutang" terbesar yang tidak akan mampu kita bayar, bahkan dengan nyawa kita sekalipun. Lalu, sudahkah hari ini kita menyapa beliau, dan mendoakan yang terbaik pula untuk beliau?

Dan untuk kita para wanita, rugilah bagi yang memilih untuk hanya sekedar menjadi wanita yang melahirkan dan menyusui, namun menolak menjadi seorang ibu yang sebenarnya. Rugilah para wanita yang justru lebih bangga dengan pujian manusia disekelilingnya karena kecemerlangan karirnya di luar rumah saja, dan melalaikan kebutuhan anak- anak dan rumahnya. Karena nanti saat kita telah tiada, dunia tidak akan berhenti dan akan tetap melanjutkan aktivitasnya. Kitapun hanya sejenak dikenang dalam sebatas kenangan. Namun jika kita memilih untuk menjadi seorang ibu yang disayangi anak- anak kita, selamanya mereka akan menyayangi kita. Mereka akan tetap menengadahkan tangan dan memohonkan doa bagi kita untuk dimuliakan oleh Allah di akherat sana. Dan kita akan tetap bersemayam dalam hati mereka sebagai sosok wanita yang mulia. InshaAllah

(Syahidah/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version