View Full Version
Kamis, 16 Oct 2014

Voa-Islamic Parenting (29): 5 Kesalahan Ini Harus Ditinggalkan Oleh Para Ibu Dalam Mendidik Anak

Sahabat Muslimah VOA-Islam yang Shalihah...

Kita harus menyadari bahwa dipundak kita lah sebagai tumpuan awal dalam mendidik anak-anak suami kita. Kita harus menyadari bahwa kitalah yang pertama berinteraksi dengan anak yang kita lahirkan. Karena interaksi kita sesungguhnya sudah terjadi sejak terjadinya pembuahan. Saat itu emosi dan keadaan jiwa kita sebenarnya sudah mempengaruhi tumbuh kembang buah hati.

Kedekatan ini semakin tidak mungkin dihindari disaat anak mulai tumbuh kembang. Saat itulah buah hati mulai melihat segala aktifitas kita. Namun ternyata, dalam mendidik buah hati ini masih banyak pola didik yang luput dari perhatian Sahabat Muslimah atau bahkan salah dalam menentukannya. Beberapa pola didik yang kurang tepat namun sering terjadi dalam kehidupan kita yaitu:

Pertama, Tidak Bertahap

Sering dari Sahabat Muslimah merasa kewalahan disaat mendidik anak. Mungkin disebabkan kurangnya kesabaran atau lemahnya dalam memberikan argumentasi, saat menanggapi pertanyaan anak yang seolah-olah tidak mengenal tanda titik. Dan sebagian besar dari orang tua menggunakan jurus pamungkas, yaitu memaksa anak ini memahami apa yang difikirkan orang itu. Sebenarnya, bila ini terjadi justru memperparah keadaan. Mungkin kita pernah mendengar kalimat:

"Dik... Mainan itu mahal..." atau mungkin bila seorang ibu yang Islami akan mengungkapkan " Ya Alloh Dik.... Mainan itu harganya mahal lho...".

Mungkin sekilas kalimat ini tidak salah. Namun kita harus memahami bahwa uang itu urusan orang tua, bukan urusan anak. Mungkin kalau anak sudah mengenal bahasa gaul akan mengatakan "Maksud lhoooh... Emang gue pikiran".

Maka dalam mendidik anak, kita harus menggunakan pola cerna dan sudut pandang dari anak. Kita harus memiliki kemampuan membaca ini. Sesungguhnya pendidikan adalah tindakan praktis. Dan tindakan praktis ini memerlukan kekuatan mental. Adapun kekuatan mental sangat memerlukan kemapanan dalam mengatur kesabaran yang jauh dari emosi dan marah. Karena sesungguhnya Alloh telah mengingatkan kita untuk lebih mengedepankan kesabaran dan membuang jauh-jauh emosi.

وَلَمَن صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَٰلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan (QS Asy Syuro:43)

Sesungguhnya, emosilah yang menjadikan kita akan lemah dalam memahami anak. Emosilah yang akhirnya mengakibatkan kurangnya kesabaran saat menghadapi buah hati. Kurangnya kesabaran ini, sebagai cikal bakal dari sebab lemahnya orang tua untuk memaklumi keadaan anak. Kita harus memahami bahwa pola perkembangan anak haruslah bertahap mengikuti kemampuan anak itu sendiri, utamanya dalam meniru dan mencerna segala yang ada disekitarnya.

Kedua, Tidak Memperhatikan Perbedaan

Walaupun anak itu berasal dari satu ibu dan satu bapak, namun janganlah berharap anak akan sama. Pengalaman kami sendiri yang baru memiliki enam anak, sangat merasakan perbedaan tersebut. Dari kebiasaan bangun tidur, lauk kesukaan, cara menghafal bahkan cara membangunkan diwaktu pagi pun berbeda-beda. Dari perbedaan ini, pastilah memerlukan sikap yang berbeda pula.

Maka merupakan kesalahan besar bila ada anggapan bahwa semua pola didik sesuai untuk semua anak. Apa lagi bila berkaitan dengan hukuman. Sebagian anak ada yang acuh terhadap kesalahan yang ia lakukan, namun sebagian yang lain mungkin sudah memahami kesalahan disaat kita lirik, atau bahkan ada anak yang belum memahami akan kesalahannya bila belum mendapatkan hukuman. Maka Sahabat Muslimah harus mampu memahami potensi anak dan berinteraksi dengan cara yang sesuai dengan potensi anak tersebut.

Ketiga, Tidak Memberi Perhatian yang Sama

"Memahami atas perbedaan yang dimiliki anak bukan berarti tidak memberi perhatian terhadap anak sama rata". Inilah pola didik yang keliru dan merusak pendidikan. Disaat kita membahas tentang perhatian yang tidak sama, maka kita harus mengingat nasehat Rosululloh Sholallohu Alai Wasallam "Bersikap adillah kepada semua anak kalian". Beliau mengulang ungkapan ini sampai tiga kali.

Perhatian yang dimaksud dalam Islam dalam mendidik yaitu sesuatu yang berhubungan dengan perhatian dan kasih sayang. Namun kesamaan perhatian tidaklah mungkin sama dalam hal yang berhubungan dengan wujud. Karena antara anak laki-laki dan perempuan pasti ada perbedaan. Perhatian kita dalam memperingatkan antara anak laki-laki dan perempuan dalam menjaga aurot sangat berbeda jauh.

Maka Sahabat Muslimah harus memahami bahwa dalam mendidik anak harus kita jauhkan rasa berbeda dalalm hati terhadap anak yang satu dengan anak lainnya. Walaupun kita sadari potensi anak itu berbeda. Kontinuitas dalam mendidik anak yang cerdas, dengan anak yang belum memahami pastilah berbeda pula. Maka adil dalam perhatian ini, harus kita sesuaikan dengan keadaan anak itu sendiri, namun tidak sampai mempengaruhi rasa kasih sayang yang terekspresi dalam perilaku.

Diriwayatkan oleh Baihaqi dari Anas R.A, seorang laki-laki duduk bersama Rosululloh Sholallohu Alaihi Wasallam, kemudian datang seorang anak laki-laki kepada orang tersebut, dia memeluknya dan mendudukkannya di atas pangkuannya. Kemudian datang seorang anak perempuan lalu dia mengambilnya dan mendudukkan di sebelahnya. Rasulullah kemudian bersabda "Kamu telah bersikap tidak adil terhadap keduanya". Rasululloh menganggap apa yang dilakukan laki-laki tersebut tidak adil karena perbedaan perilaku yang dilakukan sebagai ekspresi kasih sayang terhadap buah hatinya.

Keempat. Menegur dan Mencela

Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi hukum dan kedudukan. Benar dan salah terungkap dengan jelas dalam kehidupan. Kebenaran harus dijunjung setinggi-tingginya dan kesalahan harus difahami sebagai sesuatu yang sangat membahayakan. Ini semua harus tercermin dengan tegas saat kita mendidik buah hati.

Sekarang berkembang pola didik yang melarang menegur anak dengan alasan karena saat itu anak sedang proses memahami lingkungan. Sebagian lagi ada pola didik yang mengharuskan mengawali kata maaf saat menegur anak.

Sahabat Muslimah...

Perlu kita tandaskan disini bahwa tegas bukan berarti galak dan lembut bukan berarti penuh toleransi. Perlu kita ingat, dalam penelitian terungkap bahwa lebih dari 70% ketidaknyamanan yang dialami manusia saat ini, berakibat dari ketidakmampuannya untuk mengatakan TIDAK. walaupun sebenarnya dirinya tidak suka. Basa-basi itu berbeda jauh dengan akhlaq yang santun.

Kalau kita menengok bahasa terindah di kolong langit yaitu bahas Al-Qur'an, Alloh telah mengajarkan dalam menyampaikan hukum begitu jelas, tanpa basa-basi namun tetap sejuk kita rasakan.

Maka menegur itu sangat penting, akan tetapi mencela harus kita buang kelaut. Maka disaat kita menegur, harus kita lihat mental anak serta situasi saat itu. Jangan sampai saat kita menegur namun terbaca dihadapan anak sebuah celaan. Sebagai ukuran yaitu perubahan. Ya... Perubahan. Disaat sudah muncul ekspresi maupun tindakan sebagai bentuk pemahaman atas kesalahan yang dilakukan, maka DILARANG MENEGUR KEMBALI, karena bila itu dilakukan akan terbaca sebagai celaan dihadapan anak. Bila ini terjadi bisa menimbulkan trauma yang berakibat pada rusaknya mental anak.

Kelima, Jarang Memuji dan Sering Menghukum

Kita punya anak pasti juga sudah memiliki gambaran terhadap anak itu sendiri. Karena orang tua pasti memiliki tujuan dalam mendidik anak. Namun dari idealis sebagai harapan orang tua terhadap anak, jarang dibarengi dengan pujian, kecupan, pelukan ataupun senyuman. Sebagian besar orang tua akan segera bertindak dengan memberikan hukuman terhadap anak yang melakukan kesalahan, namun bersikap wajar disaat anak melakukan sesuatu yang terpuji. Bahkan kita mendapatkan angka yang mencengangkan saat mengkaji tentang bagaimana orang tua memberikan hukuman terhadap anak. Dari semua ummahat yang kita bina, ternyata empat puluh tiga persen dari mereka dalam memperingatkan anak sampai pernah mengusir dari rumah (Eit... Jangan salah faham ya... Ini terjadi sebelum para ummahat tersebut mengikuti kajian lhoh...). Astaghfirulloh... Semoga ini tidak terjadi terhadap Sahat Muslimah.

Memberi hukuman sangatlah penting. Namun bentuk hukuman apapun harus dikomunikasikan dengan anak terlebih dahulu, sehingga anak memahami bahwa hukuman itu ada sebagai konsekuensi atas kesalahan yang dilakukan. Di sisi lain, kita harus mengemas hukuman tersebut haruslah sesuatu yang bernilai pendidikan pula. Mungkin dengan mencuci piring, menulis karang atau membaca Al-Qur'an satu halaman.

Sahabat Muslimah...

Lima hal inilah yang sering terjadi dalam rumah tangga saat mendidik buah hati. Semoga Alloh senantiasa memberikan kemampuan untuk mendidik putra-putri kita sehingga berkembang menjadi pribadi muslim yang hebat. Semoga Alloh memberikan istiqomah tetap dalam kesabaran dan kecerdasan kepada kita dalam mendidik putra-putri kita. Aamiin... [ukhwatuna/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version