View Full Version
Senin, 26 Jan 2015

Anak Bunuh Diri, Tanggung Jawab Siapa?

Sahabat VOA-Islam yang Dirahmati Allah SWT...

Orang tua mana yang tidak sedih menghadapi kenyataan pahit bahwa putranya meninggalkannya untuk selamanya karena gantung diri. Hati yang teramat pedih dirasakan orang tua ketika harus menghadapi kenyataan yang tak diinginkan, yang sejatinya menorehkan luka yang teramat pedih.

Kasus bunuh diri yang diduga dilakukan Arangga (14), seorang pelajar SMP yang tinggal di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, membuat prihatin banyak pihak. Pada usia belia, Arangga alias Angga memilih jalan yang tragis dengan mengakhiri hidupnya melalui cara menggantung diri di dalam lemari.

Remaja ini diduga mengakhiri hidupnya karena kurang kasih sayang dan perhatian dari kedua orangtuanya. Sejak orang tua yang bercerai hingga ia harus dititipkan di nenek dan tantenya. Rangga yang pendiam ini berprestasi di sekolahnya. Begitu pendiamnya hingga ia mampu menyembunyikan duka dalam hatinya, dan tidak pernah mengeluh ada masalah baik di sekolah maupun di rumah.

Kasus bunuh diri pada usia remaja ini sebelumnya sudah sering terjadi. pemicu bunuh diri pada usia ini bisa bemacam-macam. Bisa karena teman, lingkungan, bahkan dari media. Usia remaja merupakan saat transisi dari anak menuju dewasa. Pada saat ini, anak berusaha mencari jati dirinya. Akibatnya, muncul kegelisahan yang luar biasa. Remaja itu umur galau, cenderung lebay memaknai sesuatu.

 

Anak dan Keluarga

Anak akan melihat lingkungan sekitarnya, di mana pun ia berada. Apalagi jika lingkungan di sekitarnya menampilkan kondisi yang tidak baik. Anak akan mudah menyerap dan meniru perilaku orang-orang disekitarnya. Hubungan yang tidak harmonis dalam keluarga akan menutup akses keterbukaan anak dalam menghadapi masalah psikologisnya.

Orang tua yang lengkap saja masih terjadi hal negatif pada anak, apalagi jika orang tuanya bercerai. Jika dalam kasus orangtua bercerai, dan si anak tinggal jauh dari kedua orangtuanya bisa menimbulkan rasa diasingkan, tidak ada yang peduli dengannya. Tapi ada beberapa kasus perceraian yang penyelesaiannya dilakukan dengan baik. Sehingga anak itu tidak kehilangan kedua orangtuanya. Tetap hak anak itu ada, dan dia bisa mendapatkannya baik dari ayahnya atau ibunya

Ironinya, banyak orangtua yang tidak melek dengan perilaku anaknya. Kurangnya pengawasan dan kepekaaan dari orangtua menjadi salah satu faktor penyebab perilaku anak tidak terbendung. Biasanya anak-anak yang lebih banyak terjerumus itu justru yang kesepian. Mereka juga tidak terlalu banyak punya teman, karena biasanya punya kesulitan dalam berhubungan sosial. Kesalahan yang sering dilakukan orangtua, yaitu memberi kebebasan pada anaknya dalam berprilaku tapi tidak dibekali arahan dan pemahaman manfaat dan madharat-nya. Seharusnya orangtua harus cerdas menuntun dan masuk dalam dunia mereka.

 

Peran Semua Pihak

Dari adanya kasus-kasus pada anak semestinya menjadi perhatian bagi orangtua bahwa anak-anak  adalah sasaran utama dari bentuk-bentuk hal negatif, termasuk kejahatan media. Canggihnya sarana media dewasa ini bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang baik atau buruk. Di sinilah peran orangtua yang harus  ikut mengawasi dan memberikan batasan-batasan penggunaan media online, seperti handphone, tablet, komputer, dan sebagainya. Gunakan sarana teknologi untuk membangun komunikasi efektif, serta sebagai sarana belajar ilmu yang bermanfaat.

Hal yang tak kalah pentingnya adalah setiap orangtua harus memberikan pemahaman kepada anak-anaknya tentang standar halal dan haram dalam berprilaku. Bentengi iman anak-anak dengan mendampinginya memberikan tsaqofah agama kepada mereka.  

Komunikasi yang baik dengan anak akan menumbuhkan kesan pada anak merasa diperhatikan, dan akhirnya anak akan lebih terbuka mengkomunikasikan segala masalah anak kepada orangtua atau keluarga. Dengan keterbukan anak kepada orang tuanya, akan dapat menggali sejauh mana kehidupan mereka dan mengetahui masalah-masalah yang dirasakan anak-anak.

Tidak hanya orangtua, tetapi sekolah, lingkungan tempat di mana anak bergaul dengan sesamanya, sangat berperan perilaku anak. Untuk itu diperlukan solusi yang komprehensif, dan memberlakukan sistem yang integral untuk mengatur kehidupan anak-anak kita. Dalam hal ini tidak bisa hanya diserahkan pada peran orangtua, sekolah/guru, dan lingkungan. Semua pangkalnya adalah pada sistem kebijakan negara yang diterapkan.

Kasus bunuh diri anak adalah salah satu korban dari sistem, menyelamatkan remaja tidak akan berjalan jika negara sebagai pengayom rakyat tidak mengambil perannya. Ketika Islam diterapkan, pasti mampu membangun generasi yang berkepribadian shalih yang jauh dari salah pergaulan, karena setiap perilakunya bersandar pada standar halal-haram. Apa yang terjadi kini dengan maraknya kasus-kasus yang berdampak negatif tidak lain dan tidak bukan karena menjauhkan agama dari kehidupan (sekular), dan akibat liberalisme yang diusung oleh manusia dan akhirnya menghancurkan umat manusia. Wallahu A’lam Bish-shawab.

Penulis: Henny Ummu Ghiyas Faris 


latestnews

View Full Version