View Full Version
Senin, 29 Jun 2015

Tips Agar Ibu Mudah Mengajak Si Kecil Berpuasa

Oleh: Yuria Pratiwhi Cleopatra

Alhamdulillah, Ramadhan sudah mencapai separuh. Sungguh menyenangkan melewati hari demi hari di bulan suci penuh barakah ini. Bulan saat aura kesholehan sungguh terasa. Bulan saat Indonesia terasa begitu religius.

Tapi bagi ibu-ibu dengan buah hati yang baru belajar shaum, bulan Ramadhan menjadi bulan yang penuh tantangan. Masak subuh-subuh, lalu membangunkan dan menemani anak-anak makan sahur menjadi rutinitas baru yang tak terjadi di luar Ramadhan. Belum lagi mendengar rengekan anak yang lapar dan haus, juga meredam aneka keinginan yang terasa semakin tak terbendung. Lengkap sudah melatih kesabaran dan emosi di bulan suci.

Banyak ibu yang berusaha merasa gembira di bulan Ramadhan, padahal sejatinya ada rasa sedih karena tidak bisa segembira zaman lajang dalam menikmati Ramadhan. Bahkan ada ibu yang merasa 'kurang sholeh' karena merasa ribet dalam menjalani bulan Ramadhan.

Sebetulnya, ibu dengan beberapa anak sekalipun bisa menjalani Ramadhan dengan menyenangkan. Ada beberapa pengalaman yang membuat saya sangat enjoy menjalani Ramadhan beberapa tahun terakhir, terutama saat anak-anak masih SD.

1. Kapan anak-anak mulai diajak shaum?

Ibu-ibu tidak perlu 'menyuruh' anak kecil shaum kalau itu merepotkan. Mereka belum wajib melaksanakan shaum. Kewajiban shaum baru berlaku saat mereka berusia baligh.

Dalam Islam, tidak ada perintah mengajarkan shaum pada anak usia dini. Apalagi kalau mengajar mereka shaum malah membuat kita repot, dan ibadah kita tidak optimal.

Anak usia 3 tahun sudah bisa diberi pengertian tentang shaum, bahwa orang dewasa tidak makan dan minum sampai maghrib, dst. Jika mereka tertarik dan berpura-pura ikut shaum, ya biarkan saja.

Adakalanya anak-anak TK mulai diperkenalkan shaum di sekolahnya. Anak boleh saja sahur di jam sarapan, merasa shaum sampai zhuhur, dll. Mungkin ada anak lain yang sudah kuat shaum penuh dari subuh sampai maghrib. Tidak perlu diambil pusing..tidak perlu dibanding-bandingkan dengan anak kita. Toh mereka belum wajib.

2. Jika anak usia TK/ pra SD ternyata bersemangat dan sangat ingin ikut shaum, maka tugas kita adalah memberi support. Setiap malam kita tanya, apakah mereka mau dibangunkan untuk sahur? Apakah besok mau lanjut shaum? Sifatnya tawaran saja..tidak memaksa.

Suatu hari jam 5 sore Akhyar kecil (5 tahun) yang sedang shaum hari pertama tampak lesu. Saya bertanya " Kenapa? Lapar? " dia jawab : "iya.." Saya tanya lagi "Haus?" dia jawab sambil hampir menangis.."iya"

Saya tawarkan berbuka (iya sih sayang sudah jam 5..tapi daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan ya tidak apa berbuka..

Dia menolak dan mulai menangis. Dia ingin tetap shaum tapi sudah tidak kuat menahan panas.

Saya tawarkan dia mendinginkan badannya sambil main air. Dia terima..akhirnya dia berendam di dalam ember. Setelahnya saya tanya lagi apakah masih haus? Dia tersenyum dan bilang tidak. Alhamdulilah hari itu shaumnya tamat. Dan hari-hari selanjutnya jadi jauh lebih mudah.

Kalau anak memutuskan berbuka, maka kita berikan haknya. Kalau ingin melanjutkan shaum, kita bantu mereka. Jangan sampai anak sudah lemas, haus dan lapar malah dimarahi ibunya yang kesal.

3. Memberi reward bagi anak yang shaum. Apakah ini membuat anak tidak ikhlas? Mungkin anak memang belum paham tentang ikhlas. Yang kita latihkan adalah proses fisik shaumnya dulu. Insya Allah anak akan belajar ikhlas pada tahun-tahun berikutnya setelah secara fisik dia mampu shaum.

Pengalaman saya saat anak-anak kecil, saya beri mereka reward uang 2 ribu rupiah setiap hari shaum, yang bisa diambil saat lebaran.

Selama beberapa tahun saya menerapkannya sambil mengajari anak tentang makna shaum dan kesucian Ramadhan.

Saat anak cukup besar mereka juga mampu melakukan shaum tanpa diberi reward. Bahkan saya balik peraturannya : Kalau shaum karena Allah ga dapat uang. Kalau ga shaum boleh deh dapat uang. Dan mereka tetap memilih shaum smile emoticon

4. Bagaimanapun kebutuhan gizi dan kalori mereka tetap perlu dipenuhi selama shaum. Kita bisa bekerjasama dengan suami dalam hal ini. Karena Tentunya akan sangat menyakitkan jika anak harus makan segala makanan saat sahur, banyak minum, minum susu, makan buah, dll. Padahal lambung mereka kecil saja ukurannya.

Kita perlu membantu anak mengatur asupan makanannya agar nutrisi tetap terjaga.

- tidak perlu memasak tajil yang berlebihan. tidak ada aturannya dalam islam harus membuat tajil. Rasulullah mencontohkan tajil hanya dengan air dan kurma saja. Itu cukup. Untuk anak-anak, air dan buah manis sudah memadai.

- Setelah shalat maghrib bisa menyantap makanan 'antara' seperti sup, puding, susu, dll yang banyak mengandung air. Setelah Isya dan tarawih baru dilanjut makan berat.

- bila anak mengantuk setelah Isya, makan beratnya bisa dimajukan setelah maghrib.

- susu bisa diminum sebelum anak tidur.

- Setelah lewat tengah malam, sekitar jam 2 malam, sebelum memasak atau qiyamulail, saya biasa memberi susu pada anak-anak. Mereka bisa meminumnya di tempat tidur saja. Bahkan sering kali mereka minum sambil tidur..hehehe.

- Setengah jam sebelum imsak baru mereka dibangunkan untuk sahur.

5. Saat sahur, terutama di awal Ramadhan, buat suasana seseru mungkin. Kadang saya memasak mie instan 1 bungkus untuk dimakan berenam..sekedar untuk memberi rasa gembira saja. Biasanya setelah seminggu tubuh kita sudah menyesuaikan diri, sehingg tidak sulit lagi untuk bangun sahur.

6. Usahakan tidak memasak masakan yang sulit dan lama saat sahur. Bisa disiapkan masakan sejak malamnya, sehingga saat sahur tinggal mencampurkan saja di atas kompor. Bisa juga menyiapkan makanan berkuah saat malam hari, sehingga saat sahur tinggal memanaskan saja. Sekali-sekali delivery makanan kesukaan anak-anak untuk sahur juga seru.

7. Yang paling penting adalah menjaga agar ibu tetap tenang. Hadapi hari seperti hari biasa saja. Tidak perlu banyak kecemasan dan kekhawatiran. Tidak perlu mempersulit diri dengan berbagai aturan yang ketat dan ideal. Nikmati saja Ramadhan ini sebagai bulan refreshing. Perbanyak me time untuk beribadah dan bermesraan dengan sang Khaliq. Dan mohon padaNya agar senantiasa diberi kemudahan dan keberkahan.

Wallahu alam. (riafariana/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version