View Full Version
Rabu, 01 Jul 2015

Tatkala Suami Istri Tidak Puasa Karena Musafir, Kalau Jima Apa Tetap Kena Kaffarat?

Vo-islam.com- Ramadhan telah berjalan hampir dua pekan, geliat kemalasan mulai terlihat. Jamaah sholat Tarawih mulai berkurang, meski dengan berbagai alasan klasiknya. Inilah Indonesia, Negara yang mayoritas muslim tapi penuh dengan seribu satu kekurangan.

Ada kebiasaan yang asyik di negeri ini, yaitu mudik. Yah banyak orang desa yang tinggal di kota sama pulang kampung guna merayakan hari raya idul fithri di negeri kelahiran.

Bertememu banyak teman lama dan saudara serta handa taulan, membuat hati kian bahagia di hari yang penuh dengan keceriaan saat itu.

Banyak orang bertanya, bagaimana hukum orang yang melakukan seksual suami istri di bulan ramadhan hanya saja pas mereka tidak puasa karena safar mau mudik, apakah tetap terkena kafarat?

Dengan merujuk pada Rumah Fiqih Indonesia yang di ampu oleh Ustadz Ahmad Sarwat, Lc. Beliau menerangkan dengan begitu jelasnya.

Masalah ini menjadi perbedaan para ulama. Namun mazhab Asy-syafi'iyah dalam hal ini menyebutkan bahwa kaffarah itu adalah denda yang diakibatkan adanya unsur merusak puasa di siang hari bulan Ramadhan. Kalau unsur merusak puasa itu tidak terjadi, maka kaffarah pun tidak wajib dilakukan.

An-Nawawi (w. 676 H) salah satu ulama besar dalam mazhab Asy-syafi'iyah di dalam kitabnya Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab menuliskan sebagai berikut :

إذا أبطل الصوم بالأكل أو غيره صار خارجا منه فلو جامع بعده في هذا اليوم لا كفارة عليه ...والكفارة إنما تجب على من أفسد الصوم بالجماع وهذا لم يفسد بجماعه صوما  


Bila seseorang membatalkan puasanya dengan makan atau cara lainnya, jadilah dia tidak puasa. Bila setelah batal itu dia berjima' di siang hari, tidak ada kewajiban kaffarah atasnya.. Kaffarah itu diwajibkan karena adanya perusakan puasa dengan jima'. Dalam kasus ini jima' yang dilakukan tidak merusak puasa. [1]

Namun bila seseorang tanpa udzur yang syar'i merusak puasanya, misalnya dengan makan dan minum secara sengaja, maka tentu saja dia berdosa.

Sebaliknya bila seseorang di siang hari bulan Ramadhan mengalami sakit atau musafir, maka dia boleh tidak berpuasa. Karena udzur ini memang disebutkan secara terang di dalam Al-Quran. Kalau pada saat dia tidak berpuasa itu kemudian dia melakukan hubungan suami istri, maka hal itu tidak membatalkan puasa, karena posisinya memang sedang tidak puasa. Dia tetap wajib mengganti puasanya nanti seusai Ramadhan berakhir, namun tidak ada kewajiban membayar kaffarah.

Nanti ada mazhab lain yang punya pandangan agak berbeda, dimana mereka mengatakan bahwa kaffarah itu terjadi bukan karena merusak puasa, melainkan karena merusak kehormatan bulan Ramadhan. Sehingga meski keduanya tidak berpuasa, tetap saja dilarang untuk melakukan jima' dan terkena kaffarah. [protonema/voa-islam]


latestnews

View Full Version