View Full Version
Rabu, 30 Sep 2015

Pentingnya Peran Seorang Ibu dalam Membangunan Peradaban Islam

Sahabat VOA-Islam yang Shalihah...

Nama Nusaibah Binti Ka’ab sudah tidah asing lagi ditelinga kita. Beliau adalah seorang muslimah tangguh yang merelakan dirinya untuk ikut berjuang dalam peperangan demi tegaknya Islam didunia. Beliau merelakan suaminya menjadi seorang mujahid yang rela mati di medan perang demi membela Islam. Tidak cukup sampai disitu, beliau pun sangat bersungguh-sungguh mendidik putra-putranya untuk menjadi para pejuang islam yang  berada dibarisan terdepan untuk menolong agama Allah.

Di samping ketangguhannya dalam berperang dan merelakan keluarganya untuk berjihad, ternyata beliau pun dikenal sbagai wanita yang sangat sabar dan selalu mendahulukan kepentigan oang lain. Ketika beliau mendengar kebar bahwa salah seorang putranya telah meninggal di medan perang, beliau menerimanya dengan penuh kesabaran, kerelaan dan keyakinan bahwa putranya telah mendapatkan kedudukan tinggi disisi Allah SWT. Sosok inilah yang patut kita jadikan sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari.

Kisah di atas menggambarkan bahwa seorang muslimah yang melaksanakan syariah islam dengan penuh keyakinan dapat menjadi seorang wanita yang memiliki kepribadian yang luar biasa tangguh. Dia dapat mengoptimalkan segala kemampuan yang dia miliki sekaligus dapat menjadi seorang istri dan ibu yang baik bagi anak-anaknya. Hal ini dapat kita lihat dari kualitas putra-putra Nusaibah yang memiliki kemampuan dalam berperang serta memiliki keimanan yang kokoh kepada Allah SWT. Anak yang luar biasa ini tidak tiba-tiba saja ada, namum dibutuhkan proses pendidikan dan penanaman aqidah islam dalam diri mereka sejak kecil. Peran inilah yang dilakukan oleh Nusaibah sebagai seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya.

Ibu merupakan sekolah pertama bagi anak-anaknya. Seorang ibu mampu melahirkan generasi-generasi yang cerdas, kuat dan shalih/salihah asalkan mendidik mereka dengan menanamkan aqidah islam sejak dini. Ibu yang memiliki keimanan kepada Allah SWT akan mencetak generasi yang memiliki keimanan kepada Allah SWT juga. Sejarah kenabian pun menegaskan hal tersebut.

Sebagai contoh, anak-anak Nabi Nuh tumbuh menjadi anak pembangkang perintah ayahnya. Sang ibu ternyata seorang pembangkang pula sehingga wajar jika anak-anaknya pun menjadi seorang pembangkag. Sebuah ungkapan kata mutiara pun  mengatakan bahwa wanita adalah tiang negara, jika wanitanya baik maka negarapun baik jika wanitanya rusak maka negarapun rusak. M. Nashih Ulwan, penulis buku pendidikan anak dalam Islam menyatakanIbu adalah sekolah yang jika engkau telah mempersiapkannya berarti engkau telah mempersiapkan suatu bangsa yang mempunyai akar-akar yang baik.

Ibu merupakan sekolah pertama bagi anak-anaknya. Seorang ibu mampu melahirkan generasi-generasi yang cerdas, kuat dan shalih/salihah asalkan mendidik mereka dengan menanamkan aqidah islam sejak dini

 

Ungkapan tersebut memang benar adanya. Wanita adalah calon ibu atau seorang ibu yang akan memberikan contoh pada anak-anaknya jika ibu banyak melanggar hukum-hukum Allah maka perilakunya akan ditiru oleh anak-anak mereka. Anak merupakan cikal bakal sebuah negara, merekalah yang akan menjadi pemimpin negara kelak. Jika anak dididik dengan terbiasa melanggar aturan Allah, maka kelak ketika mereka memimpin negara akan melanggar aturan Allah pula. Hal ini yang kita rasakan sekarang. Pemimpin dan aparatur negara kita dapati berperilaku keluar dari aturan Islam. Ada yang berzina, minum minuman keras, korupsi hingga memberikan kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan rakyat.

Potret kaum ibu saat ini memang sangat memprihatinkan. Tak sedikit para ibu yang tergiur dengan asiknya dunia hiburan, bergaya sosialita, pamer harta, terbawa arus dunia malam, berdandan tabaruj hingga memamerkan aurat mereka. Tak sedikit pula kaum ibu yang bekerja hanya untuk eksistensi diri semata. Mereka rela bekerja hanya untuk bisa membeli peralatan make up, belanja, makan diluar, hingga jalan-jalan ke luar negeri.

Konsekuensi dari ini semua mereka harus rela meninggalkan anak-anak mereka dirumah dengan baby sitter, asisten rumah tangga atau mereka menitipkan anak mereka pada orang tua. Mereka rela melepaskan kewajiban untuk merawat dan mendidik anak-anak dengan alasan uang yang mereka cari pun untuk anak-anak juga. Jika hanya mengandalkan gaji suami tentu tidak akan cukup untuk memenuhi keinginan pribadi mereka. Kita pun tidak dapat menapikkan memang ada para ibu yang rela bekerja siang dan malam untuk mencukupi kebutuhan keluarganya dikarenakan beberapa faktor. Apa penyebab dari bergesernya peran ibu? Ibu yang seharusnya di rumah menjadi pendidik generasi sekarang lebih memilih pergi ke luar rumah dengan berbagai alasan.

Sistem Kapitalis-liberalis lah yang menjadi penyebab utama bergesernya peran ibu yang sangat mulia. Sistem kapitalis adalah sebuah peratutan hidup yang lahir dari ide sekularis (pemisahan agama dari kehidupan), sistem ini sangat berorientasi pada materi (uang, harta, dll) dan menjadikan ide liberal (kebebasan) sebagai pijakan kehidupan. Banyak kaum ibu secara tidak sadar terjebak dalam ide ini.

Hal mudah yang dapat kita lihat dari ide ini adalah ketika materi dijadikan standar hidup. Ingin punya uang yang banyak agar bisa beli rumah, kendaraan, hp terbaru, makan di restoran mewah, shopping, sekolah diluar negeri/di sekolah-sekolah elit dll. Senbenarnya sangat manusiawi jika kita menginginkan itu semua namun yang perlu diingat semua itu bukan tujuan hidup kita. Kita tidak boleh melepaskan kewajiban-kewajiban sebagai ibu yang memiliki peran penting dalam mengurus dan mendidik anak-anak kita. Selain itu seorang wanita pun memiliki kewajiban untuk taat pada suami sekaligus pengatur urusan rumah tangga.

Semua itu tidak dapat terlaksana dengan baik jika kaum wanita harus pergi keluar rumah untuk mencari uang. Jikalau seorang suami tidak dapat memenuhi kebutuhan rumahtangga padahal suami sudah bekerja keras mengoptimalkan segala kemampuannya maka seorang istri boleh membantu suami untuk memenuhi kehidupan rumahtangga. Namun tetap peran istri sebagai ibu dan pengatr urusan rumahtangga harus berjalan. Oleh karenya seorang istri dapat memilih pekerjaan yang tidak menyita waktu mereka, misalnya membuka warung di rumah, menjadi guru privat, dsb.

Negara pun seharusnya ikut andil dalam mengurusi permasalahan rakyatnya. Tidak dibenarkan jika pemerintah berlepas tangan membiarkan warganya dalam himpitan ekonomi sedangkan negara mampu memberikan bantuan dengan mengoptimalkan sumber daya alam yang ada. Jika kita perhatikan sumber daya alam Indonesia yang sangat melimpah, rasanya tidak mungkin didapati rakyatnya yang terkena busung lapar.

Namun pada faktanya busung lapar bagaikan wabah yang menjalar, banyak masyarakat yang harus tidur di kolong jembatan bahkan di pinggir sungai karena mereka tidak memiliki tempat tinggal. Banyak  masyarakat yang memilih memulung makanan atau sayur-sayuran untuk bisa makan. Tak sedikit pula masyarakat yang harus meregang nyawa tanpa bisa berobat karena mahalnya biaya rumah sakit. Sungguh sangat menyedihkan sekali nasib bangsa ini. Maka tak heran jika kaum wanita menjadi korban. Semua masalah ini bersumber dari kapitalisme-liberalisme yang diterapkan oleh negara.

Kekayaan alam yang dimiliki negara seharusnya diperguakan untuk menyejahterakan rakyat bukannya dijual ke asing untuk menyejahterakan para pemilik modal dan oknum-oknum pemerintah yang tidak bertanggungjawab. Jika pengelolaan sumberdaya alam kita benar, dari satu summber daya alam tambang emas di Papua, masyarakat bisa mendapatkan pendidikan dan kesehatan gratis, apalagi jika seluruh sumber daya alam dikelola dengan baik. Saat ini yang terjadi malah sumber daya alam kita dikeruk habis oleh para pemilik modal dengan mengatasnamakan izin pemerintah. Sumber daya alam kita hanya dinikmati oleh segelintir orang saja, masyarakat hanya mendapat imbasnya. Kerusakan lahan akibat ekplorasi sember daya alam, banjir, longsor dan kekeringan yang kita terima.

Sudah saatnya kita mencampakkan sistem kapitalis-sekuler dan mengembalikan peranan ibu sebagai pencentak generasi tangguh penerus bangsa. Para ibu yang memegang aturan Allah akan mendidik anak-anaknya agar taat kepada Allah pula. Kelak ketika mereka menjadi pemimpi negara, mereka pun akan menerapkan hukum-hukum Allah dalam kehidupan sehari-hari maupun bernegara.

Oleh karenanya marilah kita bersama-sama mnegoptimalkan peran kita sebagai ibu seperti Nusaibah binti Ka’ab. Tak lupa kita menghadiri majelis-majelis ilmu agar semakin bertambah wawasan kita dalam mendidik anak-anak terutama majelis Islam agar pemahaman dan keimanan kita semakin kuat. Wallahu’alam. [syahid/voa-islam.com]   

             


latestnews

View Full Version