View Full Version
Jum'at, 05 Feb 2016

Ini Tanggapan Ustadz Bachtiar Nasir ke Polemik Jilbab Halal

JAKARTA (voa-islam.com) - Polemik jilbab halal terus bergulir, seakan menghenyakan banyak umat muslimah yang tak sadar ada unsur babi dalam pencucian kain jilbab, lalu apa tanggapan Ustadz Bachtiar Nasir atas berkembangnya polemik pencucian kain dengan unsur gelatin tulang babi tersebut?

Dalam acara 'Makna dan Peristiwa' di TVOne (5/2), Ustadz Bachtiar Nasir menyatakan ada berbagai pandangan terkait hal tersebut,"Menurut mahdzab Syafi'i itu haram, jadi termasuk gelatin ini, dalam konteks ini najis, najis berat sehingga kemudian haram dipakai. itu ya" jelasnya.

Tak berhenti, Ustadz Bachtiar kembali mencoba mendudukan perkara agar adil," Kalo mahdzab Hambali, ini sudah ikhtilaf. Apakah menjual barang bagian dari babi ini haram? Kalo diubah dari kulit menjadi garam kemudian dia menjual garam menjadi haram" tambahnya.

Nah kalo Imam Malik beda lagi pendapatnya menurut UBN demikian ia bisa disapa,"Tapi kalo Imam Malik kalo halal, ya halal saja ga ada masalah. Karena yang haram adalah dagingnya." rincinya lagi.

Lalu ia kembali menjelaskan soal polemik jilbab halal, "Dalam kasus ini ya, jadi jilbab yang dianggap haram itu kalo ketika proses pencuciannya bersinggungan dengan unsur babi. Jadi gelatinnya diambil dari tulang babi. yang kedua adalah cara dagangnya. Dagang jilbab yang halal itu seperti apa? Nah sekarang ini untungnya ada yang disertifikasi namun baru bahan bakunya, sebenernya kan bisa pakai tepung kanji, bisa dari tulang sapi dan lainnya" urai UBN.

"Dalam kasus ini ya, jadi jilbab yang dianggap haram itu kalo ketika proses pencuciannya bersinggungan dengan unsur babi. Jadi gelatinnya diambil dari tulang babi. yang kedua adalah cara dagangnya. Dagang jilbab yang halal itu seperti apa? Nah sekarang ini untunganya ada yang disertifikasi" urai UBN.

 

Sertifikat Jilbab Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Menanggapi sertifikat halal yang diakui Zoya telah dimilikinya, Kepala Bidang Informasi Halal LPPOM MUI Farid Mahmud, SH., mengatakan akan mengeceknya terlebih dahulu karena kini sudah banyak perusahaan yang mengajukan permohonan untuk mematenkan kehalalannya.

Namun Farid mengatakan belum ada kewajiban untuk setiap produsen memiliki sertifikat halal. Hingga saat ini permohonan tersebut masih dilakukan berdasarkan permintaan produsen terkait.

"Pada dasarnya semua produk konsumsi Indonesia termasuk pangan belum ada kewajiban untuk mendapatkan sertifikat halal jadi mereka yang minta sertifikasi masih sukarela. Namun seiring dengan tuntutan konsumen maka tidak hanya makanan-minuman saja yang minta sertifikat halal tapi juga produk gunaan (selain pangan) banyak yang menghasilkan sertifikat halal," ungkap Farid, Selasa (2/2/2016).

Tidak hanya kerudung, Farid juga mengungkapkan produsen sepatu, ikat pinggang, tisu, kertas, hingga perusahaan jasa telah mengajukan pendaftaran sertifikat halal ke MUI. "Ada laundry, dia menyediakan sabun cuci dan airnya terjamin dari (tidak mengandung) najis. Bahkan pabrik kertas terbesar di Indonesia juga mengajukan sertifikasi halal karena kertasnya digunakan untuk kertas Al-Quran," ujarnya.

Farid menilai pengajuan sertifikasi halal untuk produk selain makanan dan minuman sudah mulai marak sejak tiga hingga empat tahun belakangan. Banyak produsen yang mulai memperhatikan kehalalan produknya setelah mencuatnya isu sepatu berbahan kulit babi. Oleh sebab itu, produsen berusaha menghilangkan kekhawatiran konsumennya dengan mendapatkan sertifikat halal dari MUI. "Konsumen hanya ingin memastikan bahwa meski tidak dimakan bahan-bahannya tidak terkontaminasi najis dan produsen menanggapi itu sebagai kewajiban sesuai syariat Islam," tandasnya. [adivammar/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version