View Full Version
Sabtu, 13 Aug 2016

Salah Asuhan, Anak Butuh Perlindungan Negara

Oleh: Rezki Amalia Latif Mahasiswa Pascasarjana ITS 2015

Pendidikan adalah instrumen pembentuk peradaban dan pandangan hidup (the world view) bagi suatu bangsa. Oleh karena itu, sebuah negara akan berupaya membangun sistem pendidikan terbaik bagi rakyatnya. Salah satu kebijakan pemerintah negeri ini yang menjadi bentuk perhatian terhadap sistem pendidikan Indonesia adalah mengantarkan anak di hari pertama sekolah. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan bulan Juli ini mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2016 tentang Hari Pertama Sekolah (HPS).

Dalam Surat Edaran tersebut Mendikbud mengimbau masyarakat untuk mengantarkan anaknya di hari pertama sekolah. Momen menyambut hari pertama sekolah, khususnya di jenjang taman kanak-kanak dan sekolah dasar (http://www.dapurguru.com /18/07/2016). Surat Edaran tersebut ditujukan Anies kepada kepala daerah di berbagai kota Indonesia. Bukan hanya mewajibkan orang tua untuk antar anak, tapi juga meminta keringanan dari instansi pemerintah maupun swasta untuk memberikan izin masuk 'siang' pada hari pertama sekolah. Anies mengatakan hal ini disebut Kampanye Hari Pertama Sekolah ingin digalakkan (http://www.idntimes.com/14/07/2016).

Berbagai fenomena yang menimpa anak seperti kekerasan seksual, kekerasan fisik, kemiskinan seperti anak terlantar dan anak jalanan menjadi ketakutan tersendiri bagi kaum Ibu. Oleh karena itu, wajar jika para orang tua menyambut hangat seruan Mendikbud ini. Antusiasme para orang tua terlihat ketika mereka mengantar, menunggu anak di sekolah, menyaksikan proses belajar mengajar di kelas, berdiskusi dengan guru, hingga mengantar anak pulang sekolah. Bahkan sebagian orang tua rela terlambat bahkan tidak masuk kerja. Salah satunya, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo memanfaatkan momen ini untuk mendampingi anaknya ke sekolah. "Menyenangkan bisa antar anak sekolah karena orang tua bisa mengerti perkembangan anak dan anak tahu jika dirinya didukung orang tuanya," kata Ganjar di Semarang. (http://www.teropongsenayan.com/18/7/2016)

Namun, apakah ini adalah solusi tuntas mengatasi berbagai persoalan anak negeri ini? Orang tua adalah salah satu pemeran penting dalam mendidik, membina, dan mengasuh anak. Akan tetapi, mengantar anak ke sekolah tentu tidak hanya sebagai seremonial tahunan. Orang tua seharusnya terlibat secara terus-menerus terhadap pendidikan anak karena sekolah bukanlah tempat penitipan anak.

Negara juga memiliki peran penting dalam pendidikan anak dan gnerasi. Sebab, negaralah yang akan mengonsep dan menerapkan sistem pendidikan bagi setiap warga negaranya, mengeluarkan kebijakan berkaitan pendidikan dan mendukung terealisasinya tujuan pendidikan. Bila kebijakan mengantar anak di hari pertama sekolah diharapkan oleh negara menjadi saluran agar orang tua lebih terlibat dalam proses pendidikan anak di sekolah maka tentu tidak memadai. Seharusnya ada kebijakan menghapus semua aspek yang ‘mendorong dan memaksa’ kaum ibu bekerja di luar rumah hingga melalaikan tanggung jawab dalam pengasuhan dan pendidikan anak.

Solusi yang diambil pemerintah dalam mengatasi persoalan anak ini adalah solusi parsial. Hal ini dilatarbelakangi oleh sistem pendidikan kapitalis yang berasaskan sekulerisme. Sekulerisme telah menjadikan pendidikan di negeri ini jauh dari membentuk ketakwaan, akhlak mulia dan kepribadian islami anak. Kapitalisme yang bertumpu pada manfaat materi menjadikan sistem pendidikan lebih menitikberatkan pada materi ajar yang bisa memberikan manfaat materiil termasuk memenuhi keperluan dunia usaha. Pendidikan akhirnya lebih menitikberatkan pada penguasaan sains teknologi dan keterampilan. Prestasi dan keberhasilan pendidikan pun hanya diukur dari nilai-nilai akademis, tanpa memperhatikan bagaimana keimanan, ketakwaan, akhlak, perilaku, kepribadian dan krakter anak didik.

Oleh karena itu, wajar jika banyak kaum ibu menyambut hangat seruan Mendiknas untuk mengantar anak di hari pertama sekolah karena mereka menyaksikan dan merasakan anak-anak mereka rawan ditimpa persoalan anak saat ini dan jauhnya hasil pendidikan sekolah dari terbentuknya ketakwaan, akhlak mulia dan kepribadian islami anak. Terlebih lagi dengan maraknya arus ‘perempuan bekerja’, sebagian besar kaum ibu telah jauh dari proses mendidik, membina, dan mengasuh anak.

Lalu bagaimana solusi tuntas atas pendidikan anak? Islam adalah diin yang memiliki aturan yang sempurna dan paripurna. Karena Islam adalah sebuah ideologi yang mengatur urusan individu maupun masyarakat termasuk pendidikan. Adapun tujuan pendidikan Islam adalah membentuk anak didik yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, memiliki karakter, menguasai sains teknologi dan berbagai keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan. Tujuan itu akan diejawantahkan dalam semua rincian sistem pendidikan.

Sistem pendidikan Islam menjadikan akidah Islamiyah sebagai dasarnya. Karena itu keimanan dan ketakwaan juga akhlak mulia akan menjadi fokus yang ditanamkan pada anak didik. Halal haram akan ditanamkan menjadi standar. Dengan begitu anak didik dan masyarakat nantinya akan selalu mengaitkan peristiwa dalam kehidupan mereka dengan keimanan dan ketakwaannya.

Dengan semua itu, Pendidikan Islam akan melahirkan pribadi muslim yang taat kepada Allah, mengerjakan perintahNya dan meninggalkan laranganNya. Ajaran Islam akan menjadi bukan sekedar hafalan tetapi dipelajari untuk diterapkan, dijadikan standar dan solusi dalam mengatasi seluruh persoalan kehidupan.

Ketika hal itu disandingkan dengan materi sains, teknologi dan keterampilan, maka hasilnya adalah manusia-manusia berkepribadian Islam sekaligus pintar dan terampil. Kepintaran dan keterampilan yang dimiliki itu akan berkontribusi positif bagi perbaikan kondisi dan taraf kehidupan masyarakat.

Untuk mewujudkan semua itu, Islam menetapkan bahwa negara wajib menyediakan pendidikan yang baik dan berkualitas secara gratis untuk seluruh rakyatnya. Negara Islam wajib menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan. Membangun gedung-gedung sekolah dan kampus, menyiapkan buku-buku pelajaran, laboratorium untuk keperluan pendidikan dan riset, serta memberikan tunjangan penghidupan yang layak baik bagi para pengajar maupun kepada para pelajar. Dengan dukungan sistem Islam lainnya khususnya Sistem Ekonomi Islam maka hal itu akan sangat mudah direalisasikan.

Tidak hanya dari segi pembiayaan dan sistem pendidikan, negara akan mengaruskan para Ibu untuk memenuhi peran dan tanggung jawabnya sebagai pendidik generasi. Karena Islam memandang bahwa anak merupakan amanah yang perlu diperlakukan sebaik mungkin oleh para orang tua. Oleh karena itu orang tua harus memberikan ekstra perhatian dalam mendidik anaknya. Mulai dari penanaman akidah atau keimanan, penjelasan mengenai hukum syariat, memberikan teladan bagi sang anak. Untuk mewujudkan hal ini pemerintah akan menyediakan pendidikan non-formal bagi orang tua tentang cara mendidik anak, terutaman pendidikan anak secara Islam.

Sistem ekonomi Islam juga tidak akan mengaruskan perempuan sebagai penggerak ekonomi (economic driver). Sebab, Islam telah mewajibkan laki-laki untuk bekerja, sehingga negara akan membuka lapangan pekerjaan sebesar-besarnya bagi mereka. Pengelolaan sumber daya alam yang diambil penuh oleh negara sangat cukup untuk memfasilitasi masyarakat dalam pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Demikianlah,  peran orang tua, masyarakat, maupun negara dalam Islam untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan mampu membentuk kepribadian anak. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version