View Full Version
Ahad, 21 Aug 2016

Kekerasan Seksual: Berkurangnya Keberadaan Keluarga 'Sehat'

Oleh: Niswah Silmi Fatimah

(Mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya)

Berbagai lapisan masyarakat kini telah dirundung awan kegelisahan karena maraknya berita kekerasan serta pelecehan seksual baik dari remaja sampai anak-anak, yang dilakukan oleh preman hingga ustadz. Sungguh memprihatinkan. Keluarga ialah komunitas terkecil yang paling merasa diresahkan oleh berita akhir-akhir ini yang justru makin menampakkan betapa lingkungan saat ini tidak mampu memberikan ketentraman bagi penghuni-penghuninya. Mulai dari berita tentang Yuyun, seorang gadis berusia 14 tahun yang dibunuh setelah diperkosa oleh 14 pemuda yang dikabarkan saat itu tengah mabuk oleh minuman keras.

Masalah seperti ini bukan hanya terjadi akhir-akhir ini saja,SindoNews.com (13/05) dalam artikelnya yang berjudul: Empat Bulan, 26 Kasus Kekerasan Seksual Anak Terjadi di Kota Bandung juga turut menginfokan bahwa sepanjang tahun 2015, penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur mencapai 91 kasus, meningkat dari 2014 yang mencapai 82 kasus (sumber asal dari Polrestabes Bandung). Dari fakta tersebut dapat diketahui bahwa kasus-kasus seperti ini semakin marak terjadi di masyarakat.

Berbagai pakar dalam bidang sosial dan masyarakat, bahkan negara pun mulai mencari solusi tentang pemecahan permasalahan ini. Penyelesaian masalah ini harus dari akarnya, yaitu bukan hanya terkait pemutusan siklus pelecehan dan kekerasan seksual dalam tahapan pertengahan maupun akhir. Beberapa akar masalah yang sering kita dengar antara lain ialah akibat maraknya serta kemudahan pengaksesan situs-situs pornografi di internet dan media-media. Masyarakat menganggap bahwa di era globalisasi ini, internet beserta informasi ter-update yang ditawarkannya merupakan salah satu kebutuhan yang tak bisa dipisahkan dalam kehidupan mereka. Mulai dari tingkatan dewasa sampai anak-anak pun sudah biasa menggunakan gadget.

Kebebasan dan kurangnya pengawasan inilah yang dianggap turut menjadi penyebab maraknya kejadian kekerasan dan pelecehan seksual. Di sini peran negara ialah menutup berbagai situs pornografi tersebut, namun kementrian komunikasi, media dan informasi (Kominfo) sudah berusaha untuk menutup situs tersebut. Tercatat sampai dengan 30 April 2016, Kementrian Kominfo sudah menutup 754.439 situs porno yang beredar bebas di dunia maya. Kendati demikian, masih banyak situs-situs porno bayangan yang masih menyebar di berbagai media sosial yang ada.

Berdasarkan fakta di atas, maka dapat diketahui sebenarnya negara tanpa kerja sama dari masyarakat tidaklah mampu mengatasi masalah sosial-sistemik ini. Negara mungkin mampu menutup situs-situs, selanjutnya menerapkan hukuman-hukuman yang menjerakan (seperti menambah masa tahanan/hukuman bagi pelaku kekerasan dan pelecehan seksual ataupun yang akhir- akhir ini sering diberitakan tentang hukuman kebiri), namun untuk penjagaan yang lainnya masih kurang. Sebenarnya, peran keluargalah yang juga tak kalah penting. Dalam kondisi perekonomian negara yang sulit seperti saat ini, dalam satu keluarga tak jarang ditemukan kedua orang tuanya bekerja, yang boleh jadi full-time sehingga tidak ada waktu untuk bercengkrama bersama anak-anak serta penanaman moral dan pendidikan yang baik untuk anak.

Tanpa adanya pengawasan dan pembinaan dari orang tua terutama ibu, maka anak-anak tersebut akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi tanpa karakter yang jelas, yang hanya mengikuti masyarakat sekitar mereka. Maka apabila masyarakat tersebut rusak, maka rusaklah karakter generasi mudanya

 

Pendidikan anak-anak sekarang seringkali hanya diserahkan di sekolah-sekolah formal (Yang kebanyakan terfokus pada pembinaan di bidang akademik saja). Sepulang sekolah, boleh jadi mereka akan dibiarkan bebas bermain di lingkungan masyarakat yang belum terjamin diterapkannya moral baik di dalamnya. Tanpa adanya pengawasan dan pembinaan dari orang tua terutama ibu, maka anak-anak tersebut akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi tanpa karakter yang jelas, yang hanya mengikuti masyarakat sekitar mereka. Maka apabila masyarakat tersebut rusak, maka rusaklah karakter generasi mudanya.

Selain peran keluarga dan masyarakat, negara juga mempunyai peran lebih dari sekedar menutup situs-situs porno maupun menerapkan sistem pendidikan yang lebih komprehensif. Peran negara di sini juga harus dititikberatkan pada pemenuhan kesejahterahan masyarakat luas, mulai dari kondisi perekonomian negara yang seharusnya distabilkan, pemenuhan tuntutan lapangan pekerjaan, serta pelayanan kesehatan yang ditingkatkan. Bila pemenuhan kebutuhan hidup tidaklah sulit maupun dipersulit oleh sistem, maka dengan sendirinya keluarga pun tidak perlu mencari sumber penghasilan yang terkesan memaksakan, dan ibu-ibu bisa lebih menfokuskan dirinya pada tanggung jawabnya sebagai pendidik anaknya di tingkat yang paling dasar dan esensial.

Islam sebagai sebuah sistem kehidupan, bukan hanya agama untuk ibadah ritual telah terbukti mampu mencegah bahkan mengatasi masalah kekerasan seksual. Solusi Islam memiliki beberapa keunggulan yaitu berbasis wahyu, unggul dalam historis, empiris, dan normatif. Sistem Islam merupakan sistem paripurna (syamil wa kamil); terdapat 3 pilar yang turut berperan (ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan penerapan sistem serta penjagaan oleh negara); sinergisitas sistem Islam mencakup sistem politik, ekonomi, pendidikan, sosial, hukum, media, keamanan, dll; ada upaya preventif serta kuratif untuk mencegah serta menyelesaikan masalah yang ada.

Islamlah satu-satunya harapan solusi yang dapat menyelesaikan setiap persoalan manusia. Islam memberi rahmat bagi seluruh alam serta memberikan kebarokahan dalam kehidupan. Wallah a’lam bi ash-shawab. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version