View Full Version
Selasa, 13 Sep 2016

Kisah Mualaf Ami dari Amerika: Pengalaman Pertama Berhijab

Assalamu’alaikum. Perkenalkan, nama saya Ami asli Amerika. Sudah dua tahun ini saya masuk Islam, Alhamdulillah. Saat ini saya sedang kuliah S2 untuk gelar Master of Art (MA) dan menjadi instruktur bahasa Arab di salah satu Universitas di Amerika. Kisah ini saya tulis ketika saya memutuskan untuk memakai hijab setiap hari, kemana pun saya pergi.

Awalnya saya begitu gugup ketika harus tampil berhijab saat berangkat ke kampus untuk mengajar. Mahasiswa dan mahasiswi yang saya ajar adalah pelajar-pelajar Amerika. Saat itu perkuliahan sudah di tengah-tengah semester. Perut rasanya melilit ketika saya melangkah menuju kelas.

Ada satu sisi dalam diri yang berbisik untuk melepas saja hijab yang telah  terpakai ini. Saya merasa hijab ini akan merusak hubungan baik yang sudah terjalin selama ini dengan para mahasiswa di kampus.

Syukurlah, keinginan untuk istiqomah memakai hijab mengalahkan suara diri yang menyuruh untuk melepasnya. Saat menghadapi kenyataan adalah ketika kulangkahkan kaki masuk ke kelas. Semua mata memandangku dengan ekspresi bingung.

“Kenapa kalian memandang saya seperti itu? Apakah ada yang berbeda pada diri saya hari ini?” Saya pun berusaha untuk mencairkan suasana dengan obrolan ringan. Senyum tersungging di bibir dan akhirnya disambut dengan suara tertawa oleh mereka.

...Saya berhijab karena memang itu perintah dari agama yang saya anut. Saya juga meyakinkan mereka bahwa saya masih tetap orang yang sama meskipun mungkin penampilan berbeda...

Saya pun menjelaskan dengan singkat bahwa inilah gaya berbusana saya mulai hari ini dan seterusnya. Saya berhijab karena memang itu perintah dari agama yang saya anut. Saya juga meyakinkan mereka bahwa saya masih tetap orang yang sama meskipun mungkin penampilan berbeda.

Di tengah upaya menjelaskan tentang keputusan saya itu, tanpa terasa mata ini sudah penuh dengan airmata. Agar tidak terbawa suasana syahdu, mereka pun kompak bertepuk tangan. Dan sambutan mereka itu malah membuat airmata saya turun dengan deras.

“Tidak apa-apa. Anda pun bisa memakai burqa bila mau. Itu tidak akan mengubah hubungan baik kita selama ini,” salah satu mahasiswa berkata.

Saya pun tertawa mendengar kata-katanya sambil berusaha menghapus air yang membasahi pipi. Kata-kata tersebut diikuti oleh temannya yang lain, “Ayolah, peluk ibu dosen kita ini.”

“Pelukan hanya dari sesama perempuan saja ya,” aku cepat-cepat menambahkan. Mereka semua tertawa.

Sungguh, saya sangat bersyukur pada Allah untuk pengalaman indah ini. Betapa ternyata di kebanyakan orang tersimpan kebaikan, cinta dan empati yang itu semua jauh lebih kuat daripada perbedaan di antara kita. Masya Allah. (riafariana/voa-islam.com)

Sumber: muslimoftheworld


latestnews

View Full Version