View Full Version
Rabu, 05 Oct 2016

Kini, Saatnya Berhijrah!

Oleh:  Tita Dewi Rosita

(Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran)

1438 tahun silam, Rasulullah SAW dan rombongan kaum Muhajirin tiba di Madinah yang disambut mesra oleh kaum Anshar yang sudah rindu akan kedatangan Beliau. Hijrahnya Rasul SAW merupakan tonggak awal tegaknya Islam kaffah di Madinah.

Merubah negara Madinah menjadi Darul Islam dimana Islam dijadikan sebagai pondasi kehidupan bernegara, menyetel arah pandang masyarakat dengan kaca mata Islam. Sejak datangnya Rasul SAW madinah berangsur membaik dan terus membaik. Masyarakat sejahtera, tentu aman sentosa.

Meneladani hijrahnya Rasul SAW dan kaum Muhajirin, tentu kita harus terlebih dahulu memaknai kata hirah itu sendiri. Secara bahasa hijrah artinya berpindah. Secara maknawi kata hijrah saat ini banyak digunakan untuk menggambarkan pindahnya seseorang dari keburukan menuju kebaikan, dari kegelapan menuju cahaya, dari keterpurukan menuju kegemilangan.

Kondisi masyarakat saat ini sepertinya sudah sangat perlu untuk berhijrah. Layaknya masyarakat Mekah sebelum Rasul SAW hijrah ke Madinah, masyarakat kini tengah berada dalam kejahiliyahan yang parah. Aqidah yang mulai terkikis menjadi fakta yang membuat miris. Hadirnya kasus Aa Gatot, Kanjeng Dimas Guntur Bumi, Eyang Subur, Lia Eden, dan sebagainya menjadi bukti bahwa akidah Islam belum tertancap tuntas pada hati sebagian masyarakat yang tunduk patuh pada manusia-manusia jahil yang mengaku nabi, rasul, kiyai, atau orang suci lainnya.

Mari kita berhijrah! Bersama rapatkan barisan, bersama samakan gerap langkah. Bersama kembali melanjutkan kehidupan Islam sebagaimana ynag telah dicontohkan oleh Baginda Rasul tercinta

Itu baru dari segi akidah, dari keterpurukan dalam aspek sosial tergambarkan oleh banyaknya tindakan kriminal (pencurian, perampokan, korupsi, pembunuhan, perjudian, narkoba, dll)  juga bejadnya moral (maraknya perzinaan, pornografi-pornoaksi, dll).

Belum lagi dari segi ekonomi, kini riba rasanya sudah berubah hukum menjadi mubah. Tak lupa utang negara yang terus menggunung tak terbendung. Tahun ini utang negara kita sudah menembus angka Rp 4000 triliun lebih, dengan rata-rata bunga yang harus dibayar hanya dalam dua tahun (2016-2017) rata-rata Rp 200 triliun pertahun. Sudah menjadi rahasia umum bahwa negri yang kaya raya ini hanya mampu membayar bunganya saja, sedang utang pokok? Entah kapan bisa lunas terbayar.

Bidang politik pun tak kalah terpuruknya, fenomena Pilkada DKI yang menyita energi pada dasarnya hanya akan memberi harapan palsu semata seperti biasanya. Masa kampanye saatnya beradu gombalan-gombalan maut para calon terpilih, setelah terpilih? Biarlah masyarakat menelan ludah dan mengelus dada sendiri.

Sebenarnya tak aneh kita hidup dalam kerusakan, sebab sistem yang menaungi juga sistem yang rusak bahkan merusak. Dimana hukum Allah SWT diabaikan, pidato sesosok manusia lebih dihargai dibandingkan dengan firman-Nya. Kebenaran dicampur-adukkan dengan kebatilan, agama dipisahkan dari kehidupan. Menyadari banyaknya kefasadan yang terjadi di muka bumi ini, tentu harusnya kita memahami bahwa segala kerusakan yang terjadi adalah buah dari rusaknya sistem yang saat ini mengatur setiap aspek kehidupan kita.

Karena itu saat ini juga mulailah perhitungkan Islam, jadikan Islam sebagai pondasi kehidupan, menjadikan ridha Allah sebagai poros kehidupan. Sudah saatnya kita kembalikan hak Allah sebagai Al-Mudabbir, Sang Maha Pengatur. Karena hanya dengan aturan yang berasal dari-Nya lah kita dapat sejahtera aman sentosa. Karena hanya dengan Islam lah ummat Islam dapat kembali berjaya dan mulia.

Maka dari itu, mari kita berhijrah! Meninggalkan kegelapan menuju cahaya gemilang. Meninggalkan keterpurukan menuju kegemilangan. Mari kita berhijrah! Bersama rapatkan barisan, bersama samakan gerap langkah. Bersama kembali melanjutkan kehidupan Islam sebagaimana ynag telah dicontohkan oleh Baginda Rasul tercinta. Bersama menegakkan Daulah Khilafah, bersama terapkan Syariah Islam. Bersama menyongsong kemenangan, bersama menyambut kemuliaan. In syaa Allah. WalLâh a’lam bi ash-shawâb. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version