View Full Version
Senin, 23 Jan 2017

Penghargaan APE: Untuk Siapa?

Oleh: Binti Istiqomah (Analis di Muslimah Voice)

Gubernur Jatim Dr H Soekarwo mengklaim jika Jatim merupakan provinsi paling aman dan nyaman bagi perempuan dan anak. Hal itu dapat dilihat dari prestasi yang telah diraih Jatim selama 10 tahun berturut-turut memperoleh penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya (APE) dalam hal pengarusutamaan gender sejak 2006 hingga 2016(harianbhirawa.co.id 28/12/16)

Catatan :

Membaca kutipan di atas, serasa ada sedikit hal yang mengganjal. Apalagi jika membandingkan dengan berbagai fakta, khususnya di provinsi Jawa Timur, dimana angka kemiskinan masih cukup tinggi, disusul kasus perceraian yang terus meningkat hingga makin maraknya kasus kekerasan terhadap anak, baik yang bersifat fisik dan mengakibatkan kematian maupun kekerasan seksual seperti pemerkosaan, percobaan pemerkosaan, inces, sodomi, pencabulan, penjualan anak untuk pelacuran atau pornografi hingga pemaksaan anak untuk menjadi pelacur, semua nyata adanya. Dalam hitungan hari, jam bahkan menit, tak henti-hentinya media menyuguhi kita dengan banyaknya pemberitaan memilukan tersebut.

Di Kota Kediri, kasus kekerasan terhadap anak yang sudah seperti fenomena gunung es serta adanya prediksi dari Satuan Tugas Perlindungan Anak dan Lembaga Perlindungan Anak terhadap jumlah kasus kekerasan anak pada tahun 2017 yang bakal meningkat dari tahun sebelumnya bahkan telah membuat Pemkot menerjunkan Satgas PPA di seluruh kelurahan yang ada. Kinerja satgas ini pun mendapat dukungan dari sisi anggaran dari APBD Kota Kediri. Sehingga, proses monitoring kegiatan serta penelusuran terhadap kasus yang melibatkan anak diharapkan semakin efektif (beritajatim.com 02/01/16).

Sesuatu yang bertolak belakang, namun hal tersebut sangat mungkin terjadi di negeri yang menerapkan sistem kapitalis-liberalis, dimana tolak ukur sebuah keberhasilan didasarkan pada adanya manfaat yang telah diraih serta kebebasan yang dijunjung tinggi. Disebutkan bahwa APE adalah penghargaan sekaligus pengakuan pemerintah atas komitmen dan peran dari pimpinan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang telah melaksanakan tiga dimensi operasional Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Adapun tiga dimensi yang dimaksud antara lain pemberdayaan perempuan, perlindungan perempuan dan anak, pemenuhan hak anak.

Selain itu Gubernur Jatim juga menuturkan bahwa keberhasilan meraih APE karena pihaknya berkomitmen untuk memajukan pengarusutamaan gender di Jatim. Hal ini dibuktikan dengan diterbitkannya Perda Nomor 3 Tahun 2014 tentang RPJMD 2014-2019 Provinsi Jatim pada visi misi salah satunya pada strategi pembangunan pengarusutamaan gender dan indeks kinerja utama.

Sebagaimana diketahui, kaum liberal tidak pernah berhenti mengupayakan adanya kesetaraan gender antara kaum lelaki dan wanita.  Berawal dari solusi untuk mengatasi ketimpangan ekonomi, adanya program pemberdayaan perempuan justru menimbulkan banyak masalah lainnya seperti berkurang atau malah hilangnya peran seorang wanita dalam mengatur urusan rumah tangga. Niat awal ingin membantu perekonomian keluarga, akibat teracuni hedonisme, justru berdampak pada ketidakpuasan terhadap apa yang suami berikan sehingga muncullah ketidakharmonisan dalam rumah tangga dan tidak jarang yang berujung pada kasus perceraian. Dalam banyak kasus kekerasan terhadap anak, hal itulah yang menjadi faktor utama dilakukannya penganiayaan hingga mengakibatkan hilangnya nyawa.

Masalah lain yang ditimbulkan dari program-program pemberdayaan perempuan serta kesetaraan gender adalah tidak maksimalnya seorang ibu dalam mengasuh dan mendidik buah hatinya. Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga pun menjadi hal yang dianggap remeh dari hari ke hari. Tidak bergengsi apalagi menghasilkan. Akibatnya, banyak generasi yang semakin terabaikan. Tidak terarah dan lebih suka membantah. Generasi yang lekat dengan bebasnya pergaulan, obat-obatan, hingga tawuran yang bermuara pada kematian. Menyisakan khawatir berkepanjangan akan harapan masa depan yang gemilang.

Semua tentu sudah lelah. Karenanya inilah saatnya kita, khususnya pemerintah bijak dalam menyikapi masalah. Banyaknya kasus yang ada membutuhkan solusi nyata, bukan solusi parsial yang ujung-ujungnya masalah lain berkelindan. Saatnya berbenah, bukan saling melempar kewajiban. Ini adalah tugas bersama, bukan hanya pihak penguasa. Karena cepat atau lambat, bisa saja permasalahan yang ada menghampiri kita. Lalu, sudahkah kita turut merapatkan barisan dalam perjuangan meraih solusi yang nyata? [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version