View Full Version
Selasa, 14 Mar 2017

Anak Pembangkang dan Pembantah, Meniru Siapa?

“Duh, kamu ini kalau dibilangin Ummi selalu membantah. Tuh lihat, Fatimah manis sekali sikapnya. Kalau umminya memberitahu sesuatu, pasti dia mendengarkan dan patuh. Lha kamu? Kata-kata Ummi mana yang gak dibantah?”

Bunda salihah yang dirahmati Allah, pernahkah dalam hidup kita mengatakan hal demikian? Tidak harus sama persis tapi intinya kurang lebih seperti itu. Ya...betapa sering sebagai orang tua, kita membandingkan anak kita dengan anak tetangga. Fatimah, gadis kecil sebelah rumah yang selalu terlihat manis dan penurut kita bandingkan dengan anak kita yang cenderung suka membantah. Kita bandingkan prestasi belajar mereka dan kemudian merasa kecewa saat tidak sesuai harapan. Rasanya, sebagian dari kita pernah melakukan demikian. Betul begitu kan, Bunda?

Memang jauh lebih mudah melihat dan mengomentari hal-hal yang kurang berkenan di hati daripada berusaha introspeksi diri. Betul begitu kan, Bunda? Andai kita mau sedikit bercermin, anak pembangkang tidak serta merta ada. Begitu pun dengan anak penurut, dia tidak otomatis sesantun itu. Ada proses di dalamnya yang masing-masing pihak telah mengalami pasang surut dinamika mendidik anak.

Anak pembangkang, cobalah untuk melihat ke dalam. Benarkah sebagai orang tua, kita tidak pernah mencontohkannya baik secara sadar ataupun tidak? Jangan-jangan saat orang tua kita memanggil atau memberitahu sesuatu, kita terbiasa membantah. Hal yang sepertinya kecil ini dilihat oleh anak dan kemudian diimitasi. Saat anak sang peniru ulung menunjukkan bagaimana ‘wajah’ kita, bukannya bersyukur dan introspeksi malah marah dan melampiasakannya pada sosok suci tersebut.

...Andai kita mau sedikit bercermin, anak pembangkang tidak serta merta ada. Begitu pun dengan anak penurut, dia tidak otomatis sesantun itu. Ada proses di dalamnya yang masing-masing pihak telah mengalami pasang surut dinamika mendidik anak...

Begitu juga saat ada anak yang terlihat begitu santun. Coba perhatikan betapa orang tuanya juga menunjukkan perilaku yang serupa. Sehingga mudah bagi anak untuk menirunya. Maka ‘like mother like daughter, like father like son’. Maksudnya ortu dan anak pasti ada kemiripan sikap dan sifat. Jadi jangan mengeluh saat mendapati anak kita pembangkang atan pembantah. Sebaliknya, beryukurlah karena anak-anak adalah cermin kita yang paling jujur.

Ketika kita ingin anak berubah, hey...sudahkah kita bertanya pada diri sendiri dulu: Sudahkah kira mau untuk berubah?

Berubah sifat dan sikapnya, plus juga cara mendidiknya. Bila orang tua enggan berubah, bagaimana mengharap anak untuk berubah juga? Bila perlu, sebelum mencubit anak maka cubitlah diri sendiri dulu karena dari situlah sebetulnya kelakuan anak-anak bermula.

Memang tidak mudah menjadi orang tua, tapi bukan mustahil pula kita sukses dalam mendidik anak. Teladan tidak dengan kata-kata tapi teladan adalah dengan perbuatan. Di atas semua itu, doa yang dipanjatkan siang dan malam untuk menyertai putra-putri kita adalah bekal yang tak kan pernah usang. Karena tanpa doa dan ridha Allah, anak hanyalah fitnah  yang bisa menyeret orang tuanya masuk ke neraka. Naudzubillah. (riafariana/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google

 


latestnews

View Full Version