View Full Version
Jum'at, 26 May 2017

Hijab dan Kebebasan Berekspresi, Paradigma Keliru!

Oleh: Kristiati Supardi 

Ariska Wigatiningtyas menjadi perbincangan akhir-akhir ini karena sebuah video yang memperlihatkan aksinya nge-DJ menggunakan cadar.

Video menjadi viral serta menuai beragam kritik yang dilontarkan kepada wanita dengan nama panggung DJ Chika Riska itu,d an diapun tak ingin memusingkan omongan orang tersebut, bahkan dia berpesan kepada para hijabers dengan pernyataan;

"Semua orang itu bebas dan punya hak mengekspresikan dirinya asal masih di 'jalur' aman. Mungkin terlihat jarang dan aneh, tapi kalau itu yang kita suka kenapa ngga, kenapa harus dilarang."

 

Paradigma Keliru tentang Hijab

Pernyataan Chika tersebut cukup menyedihkan memang, bagi kita yang memahami makna hakiki dari hijab. Hijab tidak lagi dipandang sebagai ciri khas ketakwaan seorang wanita Muslim, melainkan mengalami degadrasi sebagai bagian dari trend dan fashion. Paradigma ini sangat keliru dan tidak bisa dibiarkan begitu saja,sebab dapat memunculkan opini publik yang bertentangan dengan syariat, dalam hal ini hijab.

Maka dari itu harus kita pahami bersama bahwa hijab dan kebebasan berekspresi ala barat adalah dua hal yang saling bertentangan. Setiap Muslimah yang sudah balig diwajibkan oleh Allah SWT untuk menutup aurat sesuai dengan tuntunan syariah. Pakaian syar’i untuk perempuan memiliki dalil-dalil syariah yang jelas dan gamblang. Pakaian perempuan itu bukan berdasarkan adat kebiasaan.

Artinya, jika masyarakat sudah terbiasa dengan pakaian tersebut maka pakaian itu dipakai; jika masyarakat tidak terbiasa dengannya maka pakaian tersebut tidak akan dipakai kaum perempuan.

Menurut Syaikh Atha ibn al-rustah rahimahulullah, syariah telah mewajibkan pakaian tertentu kepada perempuan ketika keluar dari rumahnya dan beraktivitas dalam kehidupan umum. Syariah telah mewajibkan perempuan agar memiliki pakaian yang ia kenakan di atas pakaiannya ketika ia keluar ke pasar atau berjalan di jalan umum, yakni jilbab, dengan maknanya yang syar’i.

Jilbab itu ia kenakan di atas pakaiannya dan ia ulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kakinya. Jika ia tidak memiliki jilbab, hendaknya ia meminjam jilbab dari tetangganya atau temannya atau kerabatnya. Jika ia tidak bisa meminjam atau tidak seorang pun meminjami dirinya maka ia tidak boleh keluar rumah tanpa mengenakan jilbab. Jika ia keluar tanpa memakai jilbab yang ia kenakan di atas pakaiannya (baju sehari-hari yang dikenakan di dalam rumah) maka ia berdosa, sebab ia meninggalkan kewajiban yang telah difardhukan oleh Allah SWT atas dirinya.

Pakaian perempuan yang disyariatkan terdiri dari dua potong. Potongan pertama adalah bagian baju yang diulurkan dari atas sampai ke bawah menutupi kedua kaki. Bagian kedua adalah kerudung, atau yang menyerupai atau menduduki posisinya berupa pakaian yang menutupi seluruh kepala, leher dan bukaan pakaian di dada. Ini hendaknya disiapkan untuk keluar ke pasar atau berjalan di jalan umum.

Jika ia memiliki kedua pakaian ini, ia boleh keluar dari rumahnya ke pasar atau berjalan di jalan umum, yakni keluar ke kehidupan umum. Sebaliknya, jika ia tidak memiliki kedua pakaian ini, ia tidak sah untuk keluar, apapun keadaannya. Sebab, perintah dengan kedua pakaian ini datang bersifat umum dan ia tetap berlaku umum dalam semua kondisi; tidak ada dalil yang mengkhususkannya sama sekali.

Dalil atas kewajiban ini adalah firman Allah SWT tentang pakaian bagian atas:

َّJanganlah mereka menampakkan perhiasan-nya, kecuali yang (biasa) tampak pada dirinya. Hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya (QS an-Nur [24]: 31).

Juga firman Allah SWT tentang pakaian bagian bawah:

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang Mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (QS al-Ahzab [33]: 59).

Inilah pengertian hijab didalam Islam secara rinci, murni untuk mengatur wanita Muslim di kehidupan umum, tanpa ada unsur yang mengeksploitasi wanita yang justru diharamkan syara. Sedangkan fashion dan kebebasan berekspresi sendiri adalah bentuk serangan pemikiran dari Barat yang biasa disebut 3F yaitu Food, Fun, Fashion, dan 3S yaitu Sex, Sing, Sport.

Dari konsep inilah mereka merusak dan menyerang pemikiran serta kehidupan umat Islam agar sesuai dengan grand design mereka. Salah-satunya ialah mengeksploitasi wanita-wanita Muslim menjadi komoditas industri kapitalis. 

Baratlah yang memotori dengan bentuk sponsor- sponsornya dalam hingar-bingarnya trend fashion dinegri-negri Muslim. Dan ide kebebasan berekspresi sejatinya adalah ide yang lahir dari kebencian barat kepada Hijab yang mereka anggap sebagai bentuk penindasan terhadap wanita.

Islam tidak melarang wanita dalam berekspresi dan berinovasi dalam bidang ilmu, mempelajari ilmu begitupun metode-metode ilmiahnya. Dan Islam pun mewajibkan wanita berdakwah, beramal makruf nahi munkar .Kedua hal inilah aktivitas wanita diluar rumah atau dikehidupan umum yang dibolehkan Islam. Walaupun tetap Ada ketentuan syariah yang mengatur dan menjaga wanita Muslim ketika diluar rumah.

Seperti mengenakan jilbab dikehidupan umum, tidak bolehnya muslimah melakukan perjalanan lebih dari tiga hari Tanpa mahrom nya, tidak berdandan tabarruj(menarik perhatian laki-laki) ketika bepergian di kehidupan umum,dan sebagainya. Wallahu Alam. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version