View Full Version
Selasa, 25 Jul 2017

Ibu, Benteng Awal Menolak Kabar Hoax pada Keluarga

Hiruk-pikuk kondisi negeri akhir-akhir ini membuat golongan emak-emak naik pitam. Gimana enggak kalau ternyata untuk sejumput garam saja susah sekali didapat. Sekalinya ada harganya sudah melonjak hingga 3 kali lipat harga normal. Sungguh tak masuk akal! Negeri yang selalu digadang-gadang gemah ripah loh jinawi dan dikelilingi samudra sedemikian luas bisa mengalami defisit garam. Ironis!

Masalah garam belum reda, muncul heboh berikutnya saat beras favorit emak-emak ‘dikriminalkan’ oleh pejabat negeri. Bukannya ketakutan dengan fitnah yang mengatakan produk tersebut sebagai beras oplosan, para emak aktivis medsos makin gencar promo dan berbagi kisah positif. Efeknya, beras tersebut langka karena diserbu para emak yang penasaran. Sebagiannya sengaja memborong sebagai protes atas black campaign atau kampanye hitam yang gagal total tersebut.

Belum lagi masalah kenaikan listrik yang tiap bulan merangkak naik dengan pasti, mencekik leher mayoritas penduduk negeri. Para emak sebagai manajer keluarga harus pintar mengelola keuangan yang tidak seberapa agar keluarga tetap dalam kondisi stabil. Langkah penghematan pun dilakukan di sana-sini. Saklar dan colokan dipastikan sudah dicabut apabila tidak dipakai lagi. Cara ini cukup efektif untuk menekan biaya listrik tiap bulan.

Belum lagi kabar menggiris hati tentang si ini dan si itu yang memutuskan mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Duh...apa kabar anak-anak yang beranjak remaja? Para emak pun galau karena mau tidak mau topik ini penting untuk dibicarakan dengan putra-putri yang melek teknologi dan informasi. Semakin pusing saja para emak menghadapi kondisi kekinian.

...Menjadi ibu bukan berarti proses belajar terhenti. Menjadi  ibu adalah proses belajar terus yang tak kenal kata henti. Seiring dengan melajunya zaman, sosok ibu pun dituntut untuk mengikuti iramanya...

Sudah bukan zaman lagi posisi emak cuma tahu sumur, dapur dan kasur. Emak masa kini dituntut untuk up date informasi demi tugas mulia mendidik generasi. Pemahaman keislaman yang lurus sangat penting untuk memahamkan sang buah hati  yang tentu saja menjadikan emak atau ibu sebagai tempat untuk bertanya. Itulah mengapa, perempuan itu harus cerdas. Karena dari perempuan cerdaslah, tumbuh kembang kecerdasan sang buah hati dipertaruhkan.

Menjadi ibu bukan berarti proses belajar terhenti. Menjadi  ibu adalah proses belajar terus yang tak kenal kata henti. Seiring dengan melajunya zaman, sosok ibu pun dituntut untuk mengikuti iramanya. Bukan agar tidak dianggap ketinggalan zaman tapi semata demi mengiringi dan mendampingi sang buah hati agar tak salah jalan.

Informasi palsu dan menyesatkan di media sosial sudah sedemikian masif. Belum lagi disokong tayangan televisi yang juga tak beda tergantung siapa pemodalnya. Bila tak disiasati maka anak-anak adalah korban rentan terhadap sampainya berita hoax.  

Ada kejadian lucu berkaitan dengan ini. Seorang ibu aktivis medsos, rajin share kabar untuk meluruskan hoax terutama tentang beras yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Ketika akan memasak nasi, lha kok anak-anaknya pada protes. Katanya itu beras oplosan dan bahaya bagi kesehatan.

Nah, bila bukan ibu cerdas dan melek teknologi serta informasi maka respon si anak tentu akan ditanggapi panik oleh si ibu. Tapi karena si ibu rajin memilih dan memilah mana fakta  dan mana hoax sesuai kepentingan penguasa, maka si anak pun mendapat pencerahan.

Jadi para ibu salihah, jangan malas meng-upgrade diri meskipun itu sekadar memilih dan memilah informasi. Tetap semangat! (riafariana/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version