View Full Version
Ahad, 31 Dec 2017

Beratnya Tantangan dan Peran Ibu di Masa Depan

Sahabat VOA-Islam...

Maraknya kasus pelecehan seksual terhadap anak, LGBT, kekerasan, pembunuhan, kriminalitas yang dilakukan anak, dsb. menjadi tantangan yang berat bagi ibu. Maka, hal itu menuntut ibu untuk berperan lebih ekstra dalam menjaga anaknya dari kerusakan-kerusakan yang ada di tengah-tengah masyarakat.

Baru-baru ini kita dikejutkan dengan aksi geng motor yang merampok toko pakaian. Mereka berkelompok melakukan kriminalitas yang kebanyakan dari mereka adalah anak di bawah umur.

Ada juga kasus pembunuhan yang terjadi di Serang, Banten. Pembunuhan tersebut disertai pemerkosaan yang pelakunya masih berstatus pelajar. ER (17) membunuh dan memperkosa S (18) gara-gara cintanya ditolak. Tersangka yang masih di bawah umur ini akan diproses hukum sesuai undang-undang dengan perlakuan khusus. Sungguh miris sekali! Bagaimana bisa mereka melakukan itu semua. Kemana orang tua, khususnya ibunya?

Jika kita perhatikan secara mendalam, peran ibu dalam mengasuh dan mendidik anakanya semakin berkurang bahkan hilang. Hal itu disebabkan karena beberapa faktor: pertama, ibu yang dituntut untuk bekerja membantu ayah dalam memenuhi kebutuhan. Dengan kesibukan bekerja, fitrah ibu sebagai pendidik pertama dan utama diabaikan. Akhirnya, fungsi ibu tidak terlaksana dengan baik sehingga pedidikan dan pengasuhan anak pun terlalaikan. Hal ini mengakibatkan anak menjadi salah didik dan salah asuh. Maka, anak akan sangat mudah melakukan hal-hal yang menyimpang.

Kedua, ibu tidak memiliki pengetahuan yang mumpuni dalam mengasuh dan mendidik anaknya sehingga ibu akhirnya abai dalam pengurusan anak-anaknya. Hal ini berkontribusi dalam rusaknya perilaku anak. Ketidaktahuan ibu dalam mendidik dan mengasuh anak menyebabkan anak bebas berperilaku apapun. Ia tidak mengenal batas-batas mana yang dibolehkan dan dilarang oleh agamanya.

Ketiga, lingkungan sekitar anak hidup dipengaruhi pemahaman yang sekuler dan liberal. Hal ini tampak pada kasus kriminalitas yang dilakukan anak semakin meningkat. Sekulerisme atau paham memisahkan agama dari kehidupan telah membuat para keluarga jauh dari agamanya. Anak menjadi beringas karena ia tidak dekat dengan agamanya.

Orang tuanya pun jauh dari pemahaman agama sehingga mereka tak mendidik anak-anak mereka dengan agama. Selain itu, paham kebebasan (liberalisme) yang dianut bangsa ini turut berperan serta dalam meningkatkan kerusakan moral para anak remaja. Mereka terbiasa hidup permisif atau serba boleh. Akhirnya, segala tindakan yang menyimpang dari agama mudah saja dilakukan tanpa ada rasa takut berdosa.

Ibu seharusnya memahami bahwa ia sebagai tokoh utama dalam melahirkan generasi penerus yang gemilang. Ibu juga pemeran penting bagi tumbuh kembang anak dan sebagai penentu arah perkembangan dan kemajuan anak-anaknya kelak. Oleh sebab itu, peran ibu bukan sekedar ibu biologis bagi anak, tetapi wajib menjadi ibu ideologis yang paham Islam secara kaffah, baik aqidah maupun syariah.

Dengan demikian, kelak ibu mampu mendidik anak-anaknya dengan benar. Ibu seperti ini mampu memahami bahwa tantangan yang akan dihadapi anak-anaknya jauh lebih besar dari yang mereka hadapi saat ini. Maka, ia senantiasa berupaya keras menyiapkan bekal berupa ilmu pengetahuan dan kekuatan mental agar terlahir generasi penerus yang cerdas dengan pemahaman agama yang mendalam dan berkualitas.

Tidak sedikit tokoh-tokoh yang sukses karena peran ibu di belakangnya. Salah satu contoh adalah ibunda Imam Syafi'i, seorang ulama besar yang karyanya diajarkan hingga saat ini. Suaminya meninggal sebelum Imam Syafi'i lahir, ia membesarkannya sendirian, memotivasinya untuk belajar. Usia 7 tahun Syafi'i sudah hafal  Alquran, guru-guru ia datangkan untuk mengajari Syafi'i,  meskipun untuk itu ia harus bekerja keras demi biaya belajar anaknya. Hasilnya, Imam Syafi'i menjadi mujtahid yang hasil ijtihadnya dijadikan referensi hingga kini.

Apakah teladan seperti itu bisa dilakukan perempuan masa kini? Tentu saja bisa, seperti fenomena anak ajaib di Iran, Doktor Sayid Muhammad Husein Thabathaba'i yang memperoleh gelar doktor pada usia 7 tahun dari universitas di Inggris. Pada usia 5 tahun, ia sudah hapal dan paham Alquran. Dan itu tak lepas dari peran ayah dan ibunya yang telah mendidiknya.

Islam sebagai agama sekaligus ideologi sebenarnya telah memberi petunjuk yang sempurna dalam mendidik dan mengasuh anak. Islam sebagai ideologi mampu memberi jaminan optimalisasi fungsi Ibu dengan penerapan Islam secara Kaffah dalam sistem kenegaraan. Negara menjamin pemenuhan Kebutuan dan naluri dalam sistem ekonomi syariah yang diterapkan sehingga ibu tidak perlu keluar rumah untuk bekerja dan bisa berperan penuh dalam mendidik dan mengasuh anak di rumah.

Islam menjadikan lelaki sebagai kepala keluarga, di pundaknya lah tanggung jawab utama lahir batin keluarga. Islam juga sangat proporsional dalam membagi tugas rumah tangga, kepala keluarga diberikan tugas utama untuk menyelesaikan segala urusan di luar rumah, sedang sang ibu memiliki tugas utama yang mulia, yakni mengurusi segala urusan dalam rumah. Norma-norma ini terkandung dalam firman-Nya:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

Para lelaki (suami) itu pemimpin bagi para wanita (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (yang lelaki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (yang lelaki) telah memberikan nafkah dari harta mereka” (QS. An-Nisa: 34).

Begitu pula firman-Nya:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ

Hendaklah kalian (para istri) tetap di rumah kalian” (QS. Al-Ahzab:33).

Ahli Tafsir ternama Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan perkataannya: “Maksudnya, hendaklah kalian (para istri) menetapi rumah kalian, dan janganlah keluar kecuali ada kebutuhan. Termasuk diantara kebutuhan yang syar’i adalah keluar rumah untuk shalat di masjid dengan memenuhi syarat-syaratnya” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/409).

Inilah keluarga yang ideal dalam Islam, kepala keluarga sebagai penanggung jawab utama urusan luar rumah, dan ibu sebagai penanggung jawab utama urusan dalam rumah.

Sungguh, jika aturan ini benar-benar kita terapkan, dan kita saling memahami tugas masing-masing, niscaya terbangun tatanan masyarakat yang maju dan berimbang dalam bidang moral dan materialnya, tercapai ketentraman lahir batinnya, dan juga teraih kebahagiaan dunia akhiratnya. Wallahu’alam bishawab. [syahid/voa-islam.com]

Kiriman Elli, Ibu Rumah Tangga, Tinggal di Bandung


latestnews

View Full Version