View Full Version
Kamis, 31 May 2018

Khadijah Sang Penginspirasi Sejati

Oleh: Ashaima Va (Pegiat Revowriter Bogor)

Bulan April, bulannya perempuan. Di bulan inilah pahlawan wanita Indonesia, Raden Ajeng Kartini dilahirkan. Pemikirannya yang tak biasa pada zamannya, membuat ide-idenya dikagumi di masa kini.

Ketertinggalan kaum perempuan kala itumenjadi keprihatinannya. Perempuan tak beroleh hak-hak yang semestinya. Terbelakang tanpa pendidikan, dipinggirkan tanpa boleh didengar. Maka kartini adalah simbol perjuangan perempuan. Tujuannya hanya satu perbaikan kondisi perempuan agar sama majunya dengan kaum laki-laki.

Sayangnya perjuangan Kartini terhadap perempuan kini dibajak. Perjuangannya diartikan sebagai perjuangan emansipasi yang sarat kebebasan. Betapa tidak, emansipasi lahir dari ideologi barat yang menjunjung tinggi kebebasan. Perjuangan Kartini yang semula untuk membela hak-hak pendidikan bagi kaum perempuan, kini dimaknai dengan melampaui batas.

Menurut ide emansipasi untuk menjadi perempuan modern dan maju, maka kaum wanita mesti didorong untuk memiliki kebebasan mengekspresikan dirinya. Jangan mau berada di bawah bayang-bayang pria dalam hal pencapaian karir dan finansial.

Bagi mereka, wanita modern adalah wanita yang tampil cantik terbuka. Tak masalah aurat diumbar, toh itu bagian dari kebebasan berekspresi.

Wanita modern juga adalah wanita yang memiliki kemandirian finansial. Tak bergantung pada laki-laki dalam hal nafkah adalah prestasi. Maka tak payah kepemimpinan rumah tangga diberikan pada kaum laki-laki. Kaum perempuan pun bisa melebihi laki-laki.

Superioritas perempuan adalah perwujudan gender yang setara. Selalu dan selalu hubungan perempuan dan laki-laki dipandang sebagai hubungan rivalitas. Saat perempuan unggul itulah pengakuan gender yang sejati.

Emansipasi dengan ide kesetaraannya, faktanya menengkari syari'at. Bagi mereka jilbab adalah simbol yang membelenggu kebebasan. Ketaatan istri pada suami dianggap kebodohan. Perempuan yang terperangkap dalam dapur, sumur, kasur adalah korban budaya patriarki.

Menolak taat, dengan jubah emansipasi mereka menolak taat. Lebih memilih berkiblat pada kemajuan semu perempuan barat. Perempuan yang katanya modern tapi faktanya hanya jadi komoditas seksual. Perempuan yang katanya maju tapi faktanya mereka kesepian karena mengabaikan kodratnya sebagai ibu.

Sebagai muslimah jangan mau terjebak pada jargon kebebasan mereka. Tak perlu emansipasi untuk memposisikan  wanita pada kedudukan mulia. Cukuplah kembali pada diinul Islam yang mulia. Role model wanita maju bukanlah wanita barat. Bercerminlah pada perempuan di sekitar Rasulullah. Cukup teladani Ummul Mu'minin Khadijah, maka derajatmu sebagai wanita akan naik. Khadijah adalah penginspirasi sejati.

Khadijah binti Khuwailid bin Asad al-Quraisyiyah al-Asadiyah, adalah seorang wanita mulia dan cerdas. Silsilah keluarganya berasal dari pemuka masyarakat yang terhormat.  Khadijah adalah contoh wanita yang mandiri secara finansial. Saudagar kaya dengan harta melimpah.

Dengan segala kelebihannya beliau menundukkan ketaatannya pada suami tercinta.  Khadijahlah perempuan yang pertama meyakini kerasulan Muhammad. Saat sang suami tiba dengan berpeluh dan ketakutan pada awal menerima wahyu, dia menghibur dan meneguhkan kabar kerasulan yang suaminya terima.

Hartanya dan segala kelebihannya tak pernah membuatnya merasa superior. Tak pernah sekalipun mengangkat suara pada suaminya. Saat Rasulullah dan kaum muslimin diboykot, Khadijah rela mendampingi. Sang wanita bangsawan pun lebih memilih menderita kelaparan. Diasingkan. Dihinakan.

Maka tak terperi kesedihan sang Nabi saat Khadijah akhirnya pergi selang beberapa bulan setelah pemboykotan usai. Sepuluh tahun mendampingi masa kenabian Rasulullah. Bukan kesenangan yang tampak di hadapan, tapi tak selangkah pun Khadijah beranjak dari sisi Rasulullah.

Khadijah memiliki kedudukan mulia di hati sang Nabi. Perempuan yang Allah hadirkan untuk menemani perjuangan dakwah yang tak mudah.

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا أَبْدَلَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ خَيْرًا مِنْهَا قَدْ آمَنَتْ بِي إِذْ كَفَرَ بِي النَّاسُ وَصَدَّقَتْنِي إِذْ كَذَّبَنِي النَّاسُ وَوَاسَتْنِي بِمَالِهَا إِذْ حَرَمَنِي النَّاسُ وَرَزَقَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَلَدَهَا إِذْ حَرَمَنِي أَوْلَادَ النِّسَاءِ » [أخرجه أحمد]

 

“Allah belum pernah menggantikan yang lebih baik darinya. Dirinya telah beriman padaku tatkala manusia mengingkariku, dia mempercayaiku ketika orang lain mendustakanku, dirinya telah mengorbankan seluruh hartanya manakala orang lain mencegahnya dariku, dan dengannya Allah memberiku rizki anak tatkala hal itu tidak diberikan pada istri-istriku yang lainnya.“ (HR Ahmad 41/356 no: 24864)

Bukan perempuan di barat sana yang sepatutnya kita kagumi. Bukan pula emansipasi yang kerap mengabaikan syari'at. Bunda Khadijah adalah contoh perempuan dengan segala kelebihan tapi tetap taat syari'at. Mandiri secara finansial tapi meletakkan kepemimpinan hanya pada suami tercinta.

Perjuangan emansipasi dan kesetaraan gender selamanya bagaikan mencari jejak di air. Pekerjaan yang sia-sia. Perjuangan yang menempatkan perempuan sebagai subyek kemaksiatan. Yang justru akan merendahkan derajat perempuan. Hina di dunia, merana di akhirat. Wallahua'lam bishshowab. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version