View Full Version
Kamis, 31 May 2018

Belajar Semangat dari Buah Hati

Oleh: dr. Erwina Mei Astuti, SpA

Lucu. Ya, itulah ungkapan yang muncul saat berjumpa dengan sosok makhluk mungil; bayi dan balita. Apalagi jika itu buah hati sendiri. Wajah tanpa dosa, senyum tulusnya, keceriaan dan kelincahannya adalah anugerah bagi sekitarnya. Rasa rindu untuk bertemu senantiasa muncul selalu. Betapa Maha Besar Allah, menjaga makhlukNya yang sekecil itu pada orang-orang di sekitarnya.

Sebagai makhluk hidup, sang buah hati dikaruniai kemampuan untuk bertahan hidup. Hanya dengan mencium dan menjilat tangan yang belepotan air ketuban saat dilahirkan, dia bisa menemukan puting sang ibu untuk mendapatkan makanan terbaiknya, ASI (air susu ibu). Hal tersebut terjadi karena adanya kesamaan aroma yang terindra penciumannya.

Membersamainya dalam setiap tumbuh kembangnya akan memunculkan rasa; takjub, senang, sedih, silih berganti. Sangatlah penting untuk selalu mengobservasi dua hal itu. Tumbuh, di saat terjadi pertambahan ukuran padanya, baik berat badannya, tinggi badannya maupun lingkar kepalanya. Adapun berkembang, semakin kompleks koordinasi yang rumit dari setiap organ tubuhnya agar berfungsi sempurna. Dengan pengamatan yang cermat, keterlambatan akan cepat terdeteksi.

Penting pula untuk memahami tiap tahap perkembangannya. Tanpa tahu itu semua, mustahil bisa mengobservasi. Buku petunjuk pastilah diperlukan sang ibu untuk tak luput dalam membersamainya. Buku KIA (kesehatan ibu dan anak) lah sarana acuan bagi sang ibu. Murah meriah, sekalipun bisa mengacu pada buku yang lain.

Beri Stimulasi di Saat yang Tepat

Saat buah hati lahir, rasa bahagia tak terkira. Senyum mengembang tiap berjumpa dengannya. Keinginan untuk membuatnya bahagia akan dilakukan. Ide kreatif dilancarkan demi munculnya respon senyum dari sang buah hati. Itulah stimulasi. Tak lelah berinovasi demi senyum sosial yang berarti.

Ya, sang buah hati butuh stimulasi. Walau Allah berikan kemampuan, tapi stimulasi membantu mempercepatnya. Keliru memberikan stimulasi bisa menyebabkan keterlambatan. Misal bayi di bawah dua tahun diberikan gawai sebagai mainan maka aneka warna dan gambar yang bergerak lebih menarik hatinya. Pun bila tak ada stimulasi interaksi langsung orangtua maka si bayi akan asyik di dunianya dan belum mampu bicara sebagaimana mestinya. Keliru stimulasi dengan bicara ala bayi justru akan menyebabkan bicara tak kunjung lancar. Karenanya butuh stimulasi yang tepat di waktu yang tepat.

Semangat dari Buah Hati

Darinya pelajaran kehidupan tak ada habisnya. Ibunda belajar terus sepanjang masa. Semangat pantang menyerah utamanya. Tengok saja, di saat mulai menapak ke level perkembangan, maka semangat itu muncul tak ada habisnya. Pertama mampu tengkurap, maka bolak balik akan dilakukan mencoba kembali walau diwarnai tangisan. Berpindah mencoba duduk, maka upaya terus dilakukan walau gagal dirasakan. Pun saat berdiri dan berjalan.

Semangat untuk terus berusaha dilakukan berulang-ulang walau harus jatuh bangun. Tak kenal kata menyerah. Semangat yang tulus bukan semangat "coca cola". Ucapan orang tak dihiraukan, selalu mencoba dan mencoba, tak kenal lelah. Betapa luar biasa semangat yang dimilikinya. Inilah semangat yang patut dicontoh.

Keberanian juga muncul bersama dengan semangat yang dimilikinya. Tak ada kekhawatiran ataupun ketakutan. Semua dicoba dengan gagah berani. Saat ada larangan dari orang-orang di sekitarnya maka diacuhkan. Semangat mencoba terus dilakukan.

Kepolosannya, masih sedikitnya informasi yang didapat, potensi usia emas yang dimilikinya menjadikan semangat yang luar biasa. Tentu harus dalam arahan orangtua.

Adapun bagi yang dewasa, semangat hilang timbul. Asumsi, praduga, persepsi kadang menjadi referensi yang mengendorkan semangat diri. Prediksi akan konsekuensi walau belum tentu terjadi acapkali dijadikan sandaran sehingga semangat membara menjadi dingin tak tersisa. Akal kadang dikalahkan rasa. Maka saatnya kembali menyemangati diri. Ambil pelajaran dari sang buah hati.

Rasul pun mengingatkan untuk senantiasa bersemangat dalam menjalani hidup ini sebagaimana sabda beliau "Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu syaithon.” (HR. Muslim). Wallahua'lam bisshowab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google

 


latestnews

View Full Version