View Full Version
Jum'at, 01 Jun 2018

Nikah Dini, Masalah atau Solusi

Oleh: Trisnawati ( Member Revowriter Aceh)

Nikah dini kembali viral karena mencuatnya berita pernikahan dini dikalangan generasi muda. Pekan lalu publik dikejutkan oleh rencana perkawinan siswa sekolah menengah pertama (SMP), pasangan remaja berusia 15 tahun dan 14 tahun, di Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan.

Walau Undang-Undang Perkawinan membatasi usia nikah laki-laki minimal 19 tahun dan perempuan 16 tahun, pengadilan agama di sana memenuhi permintaan dispensasi usia nikah kedua remaja itu untuk kawin.

Kejadian ini hanya satu dari maraknya perkawinan usia dini di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan 1 dari 4 anak perempuan di Indonesia telah menikah pada umur kurang dari 18 tahun pada 2008 hingga 2015.

Tercatat 1.348.886 anak perempuan telah menikah di bawah usia 18 tahun pada 2012. Bahkan setiap tahun, sekitar 300.000 anak perempuan di Indonesia, menikah di bawah usia 16 tahun. Tampaknya dalam kurun waktu 7 tahun sejak 2008 sampai 2015, hanya terjadi sedikit penurunan jumlah perkawinan usia dini di Indonesia. Karena usia di bawah 18 tahun masih digolongkan sebagai anak berarti perkawinan di bawah 18 tahun adalah perkawinan anak. (kompas.com)

Untuk mengantisipasi nikah dini pemerintah pun merencanakan akan mencegah terjadinya pernikahan dini tersebut. Kasus pernikahan dini memang terjadi di Indonesia," ujar Yohana sesaat sebelum rapat kerja bersama Komisi VIII DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/4).

Yohana menyebut pihaknya sudah melakukan segala cara dan upaya untuk mengedukasi para orang tua soal pernikahan dini. Bahkan, sudah ada ada gerakan stop perkawinan anak yang selalu disosialisasikan. Selain sosialisasi, Yohana menyebut Kementerian PPA dan Kementerian Agama berama LSM tengah membicarakan tentang revisi UU 1/1974 tentang Perkawinan. "Kami juga sudah mendekati Menteri Agama untuk melihat dan merevisi kembali UU Perkawinan Nomor 1/1974," jelasnya.

Revisi itu akan fokus pada batas usia minimal perkawinan. Batas yang ada sekarang yaitu 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki. "Bisa 20 tahun untuk anak perempuan dan 22 tahun untuk anak laki-laki, bisa seperti itu," demikian Yohana Yembise. (nusantara.rmol.com)

Menurut Yohana, batas usia pernikahan harus dinaikkan karena bertentangan dengan UU Perlindungan Anak. Kajian kementeriannya, pernikahan usia anak juga banyak berujung pada kasus kekerasan, perceraian, meningkatkan angka putus sekolah, hingga menurunkan indeks pembangunan manusia)

Kebijakan menaikan batas usia pernikahan tentu semakin memperpanjang usia lajang. Padahal usia tersebut pemuda pemudi telah matang secara seksual tetapi malah dihambat pernikahannya. Ada apa dengan negara ini. Padahal didalam islam anjuran menyegerakan penyelenggaraan pernikahan sangatlah besar. Rasulullah Saw bersabda:

Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menjadi perisai baginya” (HR. Jama’ah dari Ibnu Ma’ud)

Pembatasan usia nikah sesungguhnya memberi peluang besar bagi perilaku seks bebas, meningkatnya prostitusi di dunia remaja, kebebasan bertingkah laku seperti pacaran dan lainnya merupakan masalah yang lebih serius dibandingkan dengan permasalahan pembatasan usia pernikahan.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Kementrian Kesehatan, (Kemenkes) pada Oktober 2013. sekitar 62,7% remaja di Indonesia telah melakukan hubungan seks di luar nikah.  20% dari 94.270  perempuan yang mengalami hamil di luar nikah juga berasal dari kelompok usia remaja dan  21%  diantaranya pernah melakukan aborsi.

Lalu pada kasus terinfeksi HIV dalam rentang 3 bulan sebanyak 10.203 kasus, 30% penderitanya berusia remaja. Selain itu angka pembuangan bayi di jalanan sepanjang Januari 2018. Ada 54 bayi dibuang di jalanan pada Januari 2018.

Pelaku umumnya wanita muda berusia antara 15 hingga 21 tahun. Ind Police Watch (IPW) mendata, sepanjang Januari 2018 bayi yang dibuang di Indonesia sebanyak 54 bayi. “Angka ini mengalami kenaikan dua kali lipat (100 persen lebih) jika dibandingkan dalam periode yang sama pada Januari 2017, yang hanya ada 26 kasus pembuangan bayi,” ungkap Ketua Presidium IPW Neta S Pane. (hidayatullah.com).

Dari data diatas persoalan yang lebih urgen bukanlah pembatasan usia perkawinan karena alasan masih dalam kategori anak, dan termasuk kekerasan terhadap anak, namun pembatasan ini semakin menimbulkan  kerusakan kepada generasi yang semakin membiarkan penyaluran naluri seksual dengan cara menyimpang seperti pacara dan seks bebas.

Gempuran budaya seks bebas dan tontonan yang mengumbar aurat dan syahwat senantiasa bergeliat di layar kaca dan di media sosial, abainya negara terhadap perlindungan terhadap generasi terhadap budaya Barat semakin memperparah kerusakan generasi. maka generasi membutuhkan benteng yang kuat (Yaitu Iman) untuk menghindari godaan-godaan yang selalu menghampiri.

Islam tidak menghalangi generasi untuk terus menuntut ilmu dan berkarya namun disisi lain kemaksiatan akan terus terjadi jika tidak ada benteng terakhir untuk mengakhiri kemaksitan tersebut kecuali dengan menikah.

Tentu banyak hal yang harus disiapkan bukan sekedar menikah untuk menghindari kemaksiatan. Karena pernikahan adalah salah satu bentuk ibadah dimana seorang lelaki dan juga perempuan melakukan akad yang bertujuan untuk mendapatkan kehidupan sakinah [tenang dan damai], mawaddah [saling mencintai dengan penuh kasih sayang] dan warahmah [kehidupan yang dirahmati Allah SWT], sehingga membutuhkan kesiapan dalam pernikahan. Seperti kesiapan Ilmu, kesiapan materi dan kesiapan fisik.

Maka sudah seharusnya penguasa menyelesaikan persoalan dan yang lebih urgen yaitu serangan budaya barat dan pergaulan bebas  dibandingkan mempersoalkan pembatasan usia pernikahan. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version