View Full Version
Sabtu, 30 Jun 2018

Kiat-Kiat Meniti Cinta Sehidup Sesurga

 

Oleh: Puspita Satyawati

“Aku ingin sehidup semati bersamamu.”

Untuk menunjukkan rasa setia  atau asa bahagia senantiasa dengan sang pujaan jiwa, sering kita mendengar pasangan yang berikrar sehidup semati.  Mereka mengidamkan hidup bersama hingga ajal menjemput raga, baik menimpa salah satu atau bahkan keduanya secara bersama. Seakan jika nyawa telah tiada, semua urusan menjadi sirna. Seolah segala masalah akan tiada. Begitukah?

Seorang Mukmin meyakini ada kehidupan lain setelah Allah SWT mengakhirkan dunia ini. Inilah kehidupan sejati nan abadi. Allah SWT telah menyediakan dua tempat tinggal kekal yaitu neraka dan surga. Tak heran, banyak keluarga dari kalangan Mukmin yang bercita-cita meniti cinta sehidup sesurga. Sakinah di dunia, bahagia di akhirat.

Reuni keluarga di surga menjadi dambaan. Berkumpul kembali dengan keluarga di tempat baru nan elok dengan suasana membahagiakan tiada tara. Maka tiap pasangan atau keluarga harus memiliki prinsip selalu mencintai dan bahagia bersama sejak di dunia hingga ke surga-Nya. Inilah wujud cinta hakiki.

Reuni Keluarga di Surga, Mungkinkah?

Memang kebersamaan di surga tidak mudah diraih begitu saja. Dalam kisah yang telah disajikan Alquran, banyak keturunan dan keluarga yang tak lagi bisa bertemu di akhirat. Seperti Nabi Nuh dengan istri dan putra beliau yang menentang dakwah. Asiyah yang sholihah dengan Fir’aun suaminya. Padahal Asiyah merupakan salah satu dari empat wanita yang dijamin Allah SWT menjadi penghuni surga. Demikian pula Nabi Luth dengan isterinya. Wa’ilah, istri Nabi Luth tergoda harta dunia hingga berkhianat terhadap perjuangan suaminya sendiri.

Bertemunya kembali keluarga di surga bukan sesuatu yang tak mungkin. Allah berfirman, “( Yaitu ) surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang sholih dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya. Sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu ( sambil mengucapkan ) : ‘salamun ‘alaikum bima shabartum.’ Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.”( Q.S. Ar Ra’du : 23-24 ).

Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah mengumpulkan mereka dengan orang-orang yang mereka cintai di dalam surga itu. Yaitu bapak-bapak, isteri-isteri dan anak cucu mereka yang layak masuk surga dari kalangan orang beriman, agar mereka terhibur dan senang dapat berkumpul dengan mereka semua. Allah mengangkat derajat mereka yang rendah menjadi lebih tinggi berkat anugerah dan kebaikan Allah kepada mereka. Tanpa mengurangi derajat orang-orang yang memang memiliki derajat yang tinggi.

Adapun para malaikat keluar-masuk ke tempat mereka dari sana-sini untuk memberikan ucapan selamat atas keberhasilan masuk surga. Saat mereka memasuki surga, para malaikat datang memberi salam dan ucapan selamat atas apa yang mereka dapatkan dari Allah. Berupa kedekatan, kenikmatan dan tempat tinggal surga Darussalam dekat dengan para shiddiqin, nabi dan rasul yang mulia.

Kriteria Keluarga Penghuni Surga

Bisa berkumpul bersama keluarga saat ini merupakan salah satu kenikmatan dunia. Seperti fenomena mudik lebaran di Indonesia setiap tahun misalnya. Meski ditempuh dengan berbagai risiko, dari menebus harga tiket mahal, perjalanan jauh, macet, melelahkan, hingga hilangnya nyawa. Jika di dunia saja membutuhkan pengorbanan sedemikian rupa, apalagi demi berkumpul di surga yang kenikmatannya tiada tara. Tentu perjuangannya harus lebih kuat dan luar biasa.

Meski telah dijanjikan oleh Allah SWT bisa reuni di surga-Nya kelak, tetapi tentu tak sembarang anggota keluarga yang  dapat masuk ke dalamnya. Kriteria keluarga penghuni surga antara lain :

  1. Beriman dan sholih ( Ar Ra’du : 23 ).
  2. Memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian ( Ar Ra’du : 20 ). Janji terbesar yang menjadi pokok pangkal semua perjanjian adalah janji iman. Juga setia menunaikan segala konsekuensi iman.
  3. Menghubungkan apa yang Allah perintahkan agar dihubungkan ( Ar Ra’du : 21 ). Taat secara paripurna, istiqomah, berjalan di atas sunnah sesuai aturan-Nya dengan tidak menyimpang.
  4. Takut kepada Rabb dan hisab-Nya yang buruk ( Ar Ra’du : 21 ). Takut berbuat maksiat karena merasa selalu diawasi oleh Allah. Juga takut hisab di akhirat.
  5. Sabar karena mencari ridlo-Nya ( Ar Ra’du : 22 ). Sabar meninggalkan yang dilarang dan perbuatan dosa dengan menahan diri untuk tidak melakukannya demi mendapat ridlo-Nya. Sabar atas semua beban perjanjian seperti berdakwah, beramal sholih, dll. Juga sabar menghadapi kejahiliyahan manusia, dll.
  6. Mendirikan sholat ( Ar Ra’du : 22 ). Ini termasuk memenuhi janji dengan Allah. Karena merupakan rukun pertama perjanjian sekaligus menjadi lambang penghadapan diri secara sempurna kepada Allah.
  7. Menafkahkan sebagian rizki  ( Ar Ra’du : 22  ). Kepada orang yang wajib mereka nafkahi yang menjadi tanggungan mereka seperti istri, kerabat dan orang lain seperti fakir miskin, yang membutuhkan, orang susah.
  8. Menolak kejahatan dengan kebaikan ( Ar Ra’du : 22 ). Dalam hal ini diperintahkan membalas kejelekan dengan kebaikan bila tindakan ini memang dapat menolak kejahatan itu. Bukan malah menjadikan yang bersangkutan semakin senang berbuat jahat.

Untuk mewujudkan kriteria di atas pun tentu tak mudah. Apalagi hari ini kita tinggal di era akhir zaman yang penuh fitnah, tantangan serta pengaruh merusak dari berbagai sisi. Upaya yang harus dilakukan oleh keluarga adalah:

  1. Komitmen calon pasangan sebelum menikah berkaitan dengan visi hidup dan tujuan berumah tangga.
  2. Pasangan istiqomah menjalankan visi dan misi selama proses berumah tangga.
  3. Menunaikan hak dan kewajiban sesuai tupoksi masing-masing dalam keluarga.
  4. Menjadikan keluarga sebagai tim solid. Harus terwujud kesamaan visi hidup, cita-cita bersama meraih surga, cara meraihnya, saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran, berbekal ilmu agama, bersatu menghadapi tantangan.

Demikianlah kiat-kiat yang dapat dilakukan agar keluarga menjadi tim sukses menuju jannah-Nya. Semoga reuni bersama keluarga kita di surga, kelak menjadi kenyataan. Insya Allah. (rf/voa-islam.com)

*Penulis adalah founder Majelis Qonitaat Sleman, Yogyakarta

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version