View Full Version
Jum'at, 27 Jul 2018

Sabtu Dini Hari Ada Gerhana Bulan Total, Ini Tatacara Shalat Gerhana

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Gerhana Bulan Total (GBT) akan terjadi pada Sabtu (28/7/2018) dini hari. GBT ini dapat diamati dari Inesia. Demikian yang dilansir Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di website resminya.

Berdasarkan catatan BMKG, gerhana bulan sudah mulai sejak Pukul 00:13 WIB. Gerhana sebagian mulai pukul 00: 24 WIB. Sedangkan gerhana totalnya mulai sejak 02:30 WIB. Puncak gerhana sekira pukul 03.21. Gerhana total berakhir 04.13 WIB. "Gerhana parsial atau sebagian berakhir pukul 05.19 WIB," tutur Kepala Stasiun Geofisika BMKG Banjarnegara Setyoajie Prayoedhie di Banjarnegara, Selasa, 24 Juli  lalu.

GBT ini diklaim sebagai gerhana bulan terlama dengan durasi sekitar 6 jam. Gerhana dapat disaksikan mulai pukul 00.14 WIB hingga 5.19 WIB.

Saat terjadi gerhana kita diperintahkan untuk mengerjakan shalat gerhana. Seringnya, untuk gerhana matahari diistilahkan dengan shalat kusuf, sedangkan untuk gerhana bulan dengan shalat khusuf. Namun terkadang kedua istilah tersebut memiliki arti yang sama. Artinya kusuf bisa digunakan untuk gerhana matahari dan bulan, begitu juga khusuf.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda tentang gerhana ini,

إِنَّ اَلشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اَللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ, فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا, فَادْعُوا اَللَّهَ وَصَلُّوا, حَتَّى تَنْكَشِفَ

"Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak pula karena hidupnya seseorang. Maka jika kalian melihatnya bersegeralah berdoa kepada Allah dan shalat sehingga kembali terang." (Muttafaq 'alaih)

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُخَوِّفُ بِهِمَا عِبَادَهُ

"Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak pula karena hidupnya seseorang. Tapi, Allah Ta'ala menakut-nakuti hamba-Nya dengan keduanya." (Muttafaq 'alaih)

Terjadinya gerhana menjadi sebab turunnya adzab kepada manusia karena kedurhakaaan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya. Lalu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan untuk melakukan sesuatu yang bisa menghilangkan rasa takut dan mencegah turunnya musibah, yaitu beristighfar, berdzikir, bertakbir, bershadaqah, membebaskan budak, dan juga shalat gerhana.

Waktu Pelaksanaannya

Waktu shalat gerhana bulan dimulai saat terlihat gerhana sampai gerhana selesai, yakni bulan tersingkap seluruhnya. Dasarnya adalah hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,

فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ

"Maka apabila kalian melihat keduanya (gerhana matahari dan bulan), maka berdoalah kepada Allah dan shalatlah sampai gerhana selesai." (HR. al-Bukhari)

Sementara waktu lewatnya shalat gerhana bulan adalah dengan salah satu dari dua perkara: pertama, bulan sudah tersingkap seluruhnya. Kedua, terbitnya matahari. Ada yang berpendapat, dnegan hilangnya bulan (tenggelamnya). Apabila langit berawan dan ia ragu apakah gerhana sudah selesai atau belum, maka masih dibolehkan untuk mengerjakan shalat, karena pada asalanya gerhana itu masih berlangsung." (Dinukil dari Shahih Fiqih Sunnah, Abu Malik Kamal: II/98)

Ringkasan Tatacara Shalat Gerhana

Tidak ada perselisihan di antara ulama, shalat gerhana dikerjakan dua rakaat. Dan pendapat yang masyhur dari pelaksanaannya adalah pada setiap rakaatnya dua kali berdiri, dua kali bacaan, dua kali ruku', dan dua kali sujud. Ini adalah pendapat Imam Malik, Imam al-Syafi'i, dan Imam Ahmad rahimahumullah.

Berikut ini kami ringkaskan tata cara pelaksanaan shalat gerhana berdasarkan hadits-hadits shahih:

  1. Bertakbir, membaca istiftah, Isti'adzah, al-Fatihah, kemudian membaca surat yang panjang, setara surat Al-Baqarah.
  2. Ruku' dengan ruku' yang panjang (lama).
  3. Bangkit dari ruku' dengan mengucapkan Sami'Allahu LIman Hamidah, Rabbanaa wa Lakal Hamd.
  4. Tidak langsung sujud, tetapi membaca kembali surat Al-Fatihah dan surat dari Al-Qur'an namun tidak sepanjang pada bacaan sebelumnya.
  5. Ruku' kembali dengan ruku' yang panjang tapi tidak sepanjang yang pertama.
  6. Bangkit dari ruku' dengan mengucapkan, Sami'Allahu LIman Hamidah, Rabbanaa wa Lakal Hamd.
  7. Sujud, lalu duduk di antara dua sujud, kemudian sujud kembali.
  8. Kemudian berdiri untuk rakaat kedua, dan caranya seperti pada rakaat pertama tadi.

Catatan:

** Disunnahkan pelaksanaan shalat gerhana di masjid, tidak ada adzan atau iqomah sebelumnya, hanya panggilan “Al-Shalatul Jami'ah.”

Dari Aisyah Radhiyallahu 'Anha, "Bahwa telah terjadi gerhana matahari di zaman Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam lalu beliau mengutus seorang untuk menyeru “Al-Shalatul Jami'ah,” maka mereka berkumpul dan beliau maju bertakbir dan shalat dua rakaat dengan empat ruku' dan empat sujud." (HR. Muslim)

Diriwayatkan dari Abdullah bin 'Amr, ia mengatakan: "Ketika terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, diserukan “Al-Shalatul Jami'ah”. (HR. Al-Bukhari)

** Disunnahkan Imam untuk memberikan nasihat kepada manusia dengan berkhutbah setelah shalat, memperingatkan mereka agar tidak lalai dan memerintahkan mereka supaya memperbanyak doa, istighfar, dan amal shalih. Hal ini didasarkan pada hadits 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, "Ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam sudah selesai dari shalat, beliau berdiri dan berkhutbah kepada jama'ah. Beliau memuji Allah dan menyanjungnya. Kemudian beliau mengatakan,

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا ثُمَّ قَالَ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ مَا مِنْ أَحَدٍ أَغْيَرُ مِنْ اللَّهِ أَنْ يَزْنِيَ عَبْدُهُ أَوْ تَزْنِيَ أَمَتُهُ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلبَكَيْتُمْ كَثِيرًا

"Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak pula karena hidupnya seseorang. Maka jika kalian melihatnya bersegeralah berdoa kepada Allah, bertakbirlah, shalat dan bersedekahlah. Kemudian beliau bersabda: Wahai Umat Muhammad, demi allah, tidak ada seorangpun yang lebih pencemburu daripada Allah. (Dia cemburu) hamba sahaya laki-laki dan hamba sahaya perampuan-Nya berzina. Wahai umat Muhammad, demi Allah kalau saja kalian tahu apa yang aku ketahui niscaya kalian sedikti tertawa dan banyak menangis." (HR. Al-Bukhari)

Maknanya, tidak ada yang lebih banyak mencela perbautan keji (zina) daripada Allah Ta'ala. Yang ini mengindikasikan, bahwa Allah akan menghukum pelaku zina di dunia dan akhirat, atau di salah satunya. Ini memiliki korelasi dengan perintah untuk memperbanyak istighfar, zikir, doa, shalat dan shadaqah, karena maksiat adalah sebab utama datangnya bala' dan musibah, dan maksiat yang paling hina adalah berzina. (Diringkaskan dari ketarangan Ibnul Hajar dalam Fath al-Baari, Bab Shadaqah fi al-Kusuf). Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version