View Full Version
Selasa, 05 Mar 2019

Hamil Pranikah, Nikah Dini Ternoda?

Oleh : Dini Prananingrum*

 

Indonesia merupakan salah satu wilayah dengan tingkat pravelensi tertinggi kasus pernikahan dini di kawasan Asia Timur dan Pasifik.  ( United Nations Children’s Fund, 2014). Berdasarkan analisis data Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan Badan Dunia untuk Anak (UNICEF) pada pertengahan tahun 2016, tercatat angka perkawinan usia anak atau di bawah 18 tahun di Indonesia masih tinggi, sekitar 23 persen.

Seperti di DIY, tren pernikahan dini juga terus meningkat setiap tahunnya, baik itu di wilayah pedesaan maupun perkotaan. Di Gunungkidul dan Kota Yogyakarta, sepanjang 2018 terdapat 79 permohonan dispensasi nikah dikarenakan Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD). Meningkat dibandingkan tahun lalu yaitu hanya 37 permohonan. (Dinas P3AKPD Gunungkidul dan Pengadilan Agama Kota Yogyakarta, 22/01/2019)

Meningkatnya permohonan menikah usia dini karena KTD juga terjadi di Kabupaten Pati, Jawa Tengah yaitu sejumlah 43,8% dengan usia paling muda saat hamil adalah 13 tahun. (Dinas Kesehatan Kabupaten Pati, 2016).

Menurut Survei Kinerja dan Akuntabilitas Program (SKAP) 2018 yang dikeluarkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat, angka KTD di Indonesia mencapai 34,1%. Dimana KTD ini menyumbang tingginya angka-angka pernikahan dini.

Sungguh ironis dan memilukan, menikah yang sejatinya adalah sebuah mitsaqan ghaliza yang suci dan berganjar pahala dari Allah SWT. Justru terkotori mengawali ikatan suci dengan aktivitas merusak diri membebek budaya bebas ala Barat. 

Remaja dalam Dekapan Liberalisme

Mencuatnya hamil pranikah sebagai faktor pemicu tingginya pernikahan dini di DIY bagai fenomena gunung es. Karena pada faktanya masih banyak kejadian serupa terjadi di negeri ini yang tidak tercatat di Pengadilan Agama.

Faktor globalisasi Barat seperti paham liberalisme dan hedonisme telah mengkontaminasi generasi muda muslim. Hingga membuat mereka berperilaku bebas dan kebablasan tanpa peduli halal haram. Mereka diserang dari berbagai sisi. Mulai dari pendidikan yang sekuler dengan kurikulum pelajaran agama hanya diberikan dua jam setiap pekan. Hingga proses pendidikan utama dari orang tua yang kurang membentengi iman anak-anaknya, kurang memerhatikan tumbuh kembang mereka sesuai aturan Islam, dan lebih mendorong anak dengan motivasi materi. Melahirkan generasi yang imannya minimalis dan membuat mereka tidak paham konsep benar salah, baik buruk sesuai pandangan Sang Pencipta.

Lingkungan dan media pun turut mengedukasi generasi muda untuk berkubang dalam lumpur pekat gaul bebas. Tontonan yang mencontohkan interaksi laki-laki dan perempuan tanpa batas, mengumbar aurat, berdua-duaan dengan yang bukan pasangan sahnya. Maupun lingkungan yang memaklumkan aktivitas pacaran, mendukung generasi semakin terporosok kedalam pintu perzinaan.

Negara pun tak kalah besar menyumbang massifnya gaya hidup bebas di kalangan generasi muda. Bukannya melarang pergaulan bebas, negara justru mengkampanyekan bahaya pernikahan dini. Bukannya menghapuskan tayangan-tayangan dan konten dunia maya yang memicu syahwat, negara malah membuka lebar pintu perzinaan dengan memfasilitasi bahkan menetapkan hari khusus menonton tayangan gaul bebas (#HariDilan) dan membuat taman icon generasi gaul bebas. Negara pun membiarkan masuknya artis-artis K-Pop yang dijadikan idola dan panutan gaya hidup bebas remaja.

Kacamata Syariat Mengatasi Gaul Bebas

Islam adalah agama sempurna dan menyeluruh yang mengatur tata cara pergaulan antara laki-laki dan perempuan dengan baik agar tercipta ketentraman dan keharmonisan. Bahkan jika Islam dijalankan dengan baik in syaa Allah akan menyelamatkan generasi muda, bukan hanya di dunia, namun juga akhirat. Dalam Islam, terdapat tiga pilar yang menjadi kontrol untuk mengatasi pergaulan bebas. Tiga pilar tersebut adalah ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan kekuasaan negara.

Kepada individu ditanamkan keyakinan bahwa perzinaan adalah dosa besar. Allah SWT berfirman:

"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” ( QS. Al Isra’: 32 ).

Islam juga mengharamkan jalan yang mengantarkan kepada zina, seperti berduaan dengan lawan jenis (khalwat), memandang dengan syahwat, membuka aurat, laki–laki dan perempuan bercampur baur (ikhtilat), dll, baik dengan melakukannya akhirnya terjadi perzinaan ataupun tidak.

Namun Islam mendorong para pemuda-pemudi yang sudah baligh dan mampu, baik secara fisik dan mental untuk segera menikah agar terhindar dari perbuatan tercela. Tentu saja setelah sebelumnya para generasi dibentengi dengan keimanan dan ketaqwaan yang kokoh serta ilmu syariat terkait pernikahan, hak dan kewajiban suami istri, pengasuhan anak, konsep rezeki, dll. Agar pernikahan di usia belia tidak mudah kandas di tengah bahtera kehidupan dan tak menjadi momok menakutkan mengarungi mahligai pernikahan.

Masyarakat juga diminta untuk saling mengingatkan, menasihati, menjaga dan tidak membiarkan perzinaan dan kemaksiatan lainnya terjadi di sekitar mereka. Pengabaian terhadap hal ini di ancam dalam hadits: “Jika telah nampak dengan jelas zina dan riba dalam suatu negeri, maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan adzab Allah atas mereka.”(HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak)

Adapun dalam level negara, seorang penguasa dituntut untuk menerapkan seluruh hukum syara’. Mendidik rakyat agar bertakwa kepada Allah SWT. Menjauhkan dan memutus rantai setiap hal yang bakal merusak akhlak masyarakat maupun yang membangkitkan syahwat. Memudahkan bagi siapa saja yang berazzam untuk menikah dan menjamin kebutuhan hidup setiap anggota masyarakat, termasuk penyediaan lapangan pekerjaan yang memadai. Hingga tidak ada rasa khawatir untuk menikah dini. Pun menyediakan berbagai sarana untuk meningkatkan kreativitas positif para generasi.

Negara pun akan menghukum siapa saja yang membuat pelanggaran, bukan hanya menghukum, namun mempertontonkan hukuman itu di depan masyarakat agar membekas dalam diri masyarakat akan kejinya perbuatan zina. Sebagaimana tersurat dalam QS An Nur ayat : 2

"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.”

Setelah semua pintu perzinaan ditutup rapat oleh Islam dan pintu pernikahan dibuka lebar bagi siapa yang berazam untuk menikah, maka celah untuk melakukan gaul bebas tidak akan ada lagi. Menikah di usia belia pun tidak akan menjadi polemik. Membangun rumah tangga dengan persiapan baik secara fisik, psikis, ekonomi akan teratasi dengan mudah karena telah dipersiapkan sejak dini oleh orang tua dan terkondisikan dengan baik oleh lingkungan dan negara.

Semua ini akan menjadi solusi cemerlang untuk menyelesaikan kasus hamil pranikah maupun segala problematika generasi dan ummat. Namun berharap itu semua bisa terwujud dari penguasa dalam sistem demokrasi saat ini hanyalah sebuah khayalan. Maka sudah selayaknya kita mengambil dan menerapkan sistem terbaik dari Ilahi Robbi yang akan melindungi dan menjamin generasi muda tumbuh dan berkembang dalam tatanan hidup yang akan memuliakan manusia dan seluruh alam semesta. Yaitu  Khilafah Islamiyah  ‘ala minhaj an-nubuwwah.

*Penulis adalah Pembina Pengajian Keluarga Sakinah Yogyakarta.

Ilustrasi: Google

Wallahu a’lam Bishowab


latestnews

View Full Version