View Full Version
Senin, 18 Mar 2019

Gagalnya Perempuan sebagai Ibu, Apakah Penyebabnya?

Oleh: Elis Airlangga

 

Hukum asal seorang perempuan adalah ummu wa rabbatul bayt, yang memiliki tugas mulia sebagai seorang ibu dan pengatur rumah suaminya. Dari rahimnya lahir generasi gemilang. Kasih sayangnya adalah nutrisi batin dan penyemangat bagi anak- anaknya. Kiprahnya sebagai pencetak generasi terbaik, penggerak penyebaran dan kemajuan Islam, serta intelektual peradaban yang akan melanjutkan kehidupan Islam.

Pesan para ulama salafussholih Syekh Abbas Kararah: Al ummun madrasatun idza a'dzadztahaa, a'dzadzta sya'ban thayyibal a'raaqi (ibu adalah sebuah sekolah yang jika engkau persiapkan dia, berarti engkau telah mempersiapkan suatu bangsa dengan dasar yang baik).

Saat ini terlalu banyak yang mempertanyakan peranan perempuan dalam membangun peradaban manusia. Maka tanyalah kembali, sistem hidup yang dipakainya hari ini, yaitu sistem hidup sekuler kapitalis yang banyak menyumbangkan ketidakadilan dan eksploitasi perempuan. Sesuaikah dengan fitrah, menenangkan hati dan menentramkan jiwa?

Menjadi suatu keharusan, meluruskan peran perempuan pembangun peradaban tidak bisa dilepaskan dari peran menjadi ibu generasi penakluk, lahir dari ibu visioner dengan paham bahwa kesuksesan peradaban dalam asuhannya.

Namun realitas di tengah masyarakat membuat kita miris. Perempuan zaman now yang diharapkan menjadi pencetak generasi masa depan berkualitas justru jauh dari harapan. Kapitalisme membuat kehidupan manusia menderita. Ekonominya melahirkan kemiskinan yang mengerikan. Karena kemiskinan banyak perempuan terpaksa bekerja, meninggalkan peran utama sebagai ibu.

Perempuan, Haruskan Berperan dalam Sektor Ekonomi?

Michelle Bachelet menilai ekonomi perempuan di dunia diproyeksikan bisa melejit di tahun 2030. Di Indonesia sendiri, menurut Survei Accenture dalam rangka Hari Perempuan Sedunia yang jatuh pada 8 Maret, dari 32 negara di seluruh dunia menyebutkan sebanyak 42% wanita di Indonesia lebih memilih bekerja. (Liputan6.com)

Sesungguhnya perempuan sedang berada pada jalur yang tidak cocok dengan default setting-nya, hasilnya malah merusak tatanan hidup. Kekerasan dalam rumah dan isu perselingkuhan seringkali  menjadi alasan isteri menggugat cerai suami.

Sepanjang tahun 2017 tercatat 224.239 kasus gugat cerai di layangkan ke pengadilan. Imbasnya tak terelakan keluarga berantakan, anak pun menjadi korban.

Tipu daya orang-orang zhalim dan pemikiran-pemikirannya telah merusak perjuangan perempuan yang hakiki dengan didasarkan kepada apa yang diperintahkan Allah SWT dan Rasulullah saw. Pasalnya terbelenggu perjuangan individual semata-mata mendapatkan kemaslahatan dengan hanya mengedepankan logika. Berusaha menyaingi laki-laki dalam berbagai hal yang kadangkala sampai di luar batas kodratnya.

Tanpa disadari, mereka telah diarahkan kepada perjuangan feminisme, mengusung kebebasan perempuan dengan membawa ide-ide sekulerisme-kapitalisme, yang pada akhirnya menjerumuskan dirinya sendiri.

Feminisme sebagai gerakan yang mengacu kesetaraan laki-laki dan perempuan disemua aspek kehidupan. Berasal dari bahasa latin yaitu femina atau perempuan. Digawangi oleh aktivis utopis Charles Fourier pada tahun 1837.

Kemunculannya sebagai respon dari barat dengan latar belakang kejenuhan akan nasib kaum perempuan dibawah kezaliman dalam kebobrokan sistem kapitalis sekuler dimana aturannya memisahkan agama dari kehidupan, sehingga perempuan mengalami intimidasi dan diskriminasi.

Peradaban Yunani dan Romawi kuno sama. Menempatkan kaum perempuan ibarat barang, pemuas nafsu belaka. Kebudayaan Cina dan Hindu pun tidak lebih baik dari pada itu. Saat suaminya meninggal maka ia juga tidak memiliki hak untuk hidup.

Alasan inilah yang kerap kali digaungkan kaum feminis agar bangkit dari keterpurukan. Padahal konsep kesetaraan genderlah yang telah merusak wajah Islam manimbulkan spekulasi negatif bagaikan virus yang sangat cepat menular terus berkembang di kehidupan masyarakat kita. Mereka seakan lupa bahwa sepanjang sejarah, hanya Islam lah yang mampu memuliakan kedudukan perempuan meskipun mereka tidak perlu menyetarakan perannya dengan laki-laki.

Islam Memberi Solusi untuk Perempuan

Islam dengan seperangkat konsep pemikiran tentang kehidupan telah diterapkan Rasulullah SAW yang dilanjutkan oleh para Khalifah mampu mengubah dunia seratus delapan puluh derajat dari kegelapan menuju cahaya terang benderang.

Di abad pertengahan saat barat diselimuti kegelapan (dark ages) dengan sistem teokrasinya, kaum Muslimin justru berada pada masa keemasan dengan sistem khilafahnya. Dunia Islam menjadi pelopor kesehatan, pendidikan, ekonomi, sistem sosial, teknologi yang menebar kebaikan ke seluruh dunia.

Cukuplah pernyataan Carleton. Ceo Hewwlett Packard mewakili kegemilangan itu. Dia mengatakan “Bahwa peradaban Islam merupakan peradaban terbesar didunia (superstate) terbentang dari satu samudera ke samudera lain, dari iklim utara hingga tropis dengan ratusan juta orang di dalamnya, dengan perbedaan kepercayaan dan suku sudah lebih dulu dengan tegas menjaga kehormatan perempuan".

Pandangan dan perilaku terhadap perempuan masa jahiliyah sebelum Islam turun dan saat ini ketika Kekhilafahan Islam runtuh adalah sama. Memandang rendah perempuan sebagai sosok lemah tidak berdaya jauh dari kategori mulia.

Berbeda dengan Islam akan mewujudkan kesejahteraan rakyat, namun juga ketentraman hidup seluruh warganya, termasuk di dalamnya kaum perempuan. Dalam posisi terhormat dan mulia. Memastikan mereka mampu menjalankan perannya sebagai madrasatul ula untuk melahirkan anak berkepribadian Islam.

Faktor penentu kualitas perempuan dan generasi adalah ketakwaan, keilmuan dan amal shalih. Allah memberikan pengaturan yang akurat termasuk memenuhi hajatul udhowiyah ( kebutuhan jasmani) dan gharizah (naluri) sesuai syariah-Nya.

Perempuan tidak wajib mencari nafkah, karena tanggung jawab itu telah diberikan kepada suami ataupun pihak lain yang dibenarkan hukum.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [al Baqarah / 2:228]

Peran perempuan sangat penting untuk memperjuangkan kehidupan Islam yang dulu pernah berjaya. Bangga menjadi ibu rumah tangga. Senantiasa berdakwah pada masyarakat, mencerdaskan dan menggugah mereka dalam perubahan menuju masyarakat Islami.

Isu feminisme terbukti gagal menyelamatkan perempuan dari penjajahan, justru perampasan fitrah dan sederet problematika menjadi bukti. Dunia sejatinya membutuhkan negara paling modern dengan penerapan syariat Islam dalam bingkai Khilafah ala minhaj nubuwwah.

Sudah semestinya perempuan dikembalikan kepada fitrahnya. Waktu berharga bersama anak-anaknya tidak bisa digantikan dengan jumlah uang berapapun.

Allah juga menjamin kehidupan yang bahagia untuk mereka, apabila berbuat ketaatan. Melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Wallahua'lam bissawab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version