View Full Version
Selasa, 26 Aug 2014

Arab Saudi, UEA, dan Mesir Pelopor Penghancur Kaum Islamis

RIYAD (voa-islam.com) -  Arab Saudi dan UEA (United Emirat Arab), dua anggota Liga Arab, negara petro dollar yang kaya raya itu, adalah negara paling paranoid (ketakutan), dan menjadi pelopor atau pendukung atas status quo di kawasan dunia Arab, serta mengabaikan keinginan rakyat mendapatkan kebebasan yang bermartabat dan kemuliaan.

Sejak kudeta di Mesir Juli 2013, sangat jelas bahwa pemimpin militer, Marsekal Abdel Fattah al-Sisi, mewakili kepentingan rezim Saudi dan negara-negara Barat, dan bertekad menjaga Timur Tengah dan Afrika Utara yang terancam jatuh seperti 'kartu domino' ke tangan Islamis.

Melalui perencanaan yang matang al-Sisi ditanam sebagai panglima militer Mesir untuk melaksanakan kudeta oleh Raja Abdullah.

Kerajaan Arab Saudi dan UEA menggelontorkan dana puluhan miliar dollar kepada rezim militer Mesir, dibawah al-Sisi, bertujuan menghentikan perubahan politik di Mesir, terutama mengakhiri dan menghancurkan seluruh kekuatan Jamaah Ikhwan, yang berhasil merengkuh kekuasaan di negeri 'Spinx' itu.

Penguasa Kerajaan Arab Saudi dan UEA melihat Jamaah Ikhwan menjadi gerakan yang sangat menakutkan dan ancaman bagi kekuasaan mereka. Karena itu, para penguasa Arab Saudi dan UEA, bertindak cepat dengan al-Sisi sebagai 'bolduzer' menghabisi Jamaah Ikhwan. 

Tindakan Arab Saudi dan UEA, sama seperti terhadap Hamas di Palestina. Hamas sudah menjadi ancaman bagi penguasa Arab, bukan hanya ancaman bagi Zionis-Israel.

Maka, tindakan penguasa Arab, yaitu Arab Saudi, UEA, dan Mesir, berkomplot dengan menggunakan tangan 'Zionis-Israel' melumat Hamas di Gaza, bertujuan melakukan 'deterrent' terhadap kekuatan militer Hamas. Tapi, tindakan Israel yang menjadi perpanjangan tangan Arab Saudi, UEA, dan Mesir, gagal menghancurkan Hamas.

Justru konspirasi dan plot yang dipelopori oleh Arab Saudi itu, tidak disadari oleh para pemimpin Jamaah Ikhwanul Muslimin dan masyarakat Mesir. Mereka tidak  bisa memahami rencana konspirasi Saudi.

Banyak bukti yang menunjukkan bahwa al-Sisi adalah bagian dari proyek asing untuk mengontrol Mesir. Bahkan, fihak intelijen Turki sudah memberitahu dan memperingatkan para pemimpin Jamaah Ikhwan di Mesir, tentang kemungkinan akan adanya kudeta yang dijalankan oleh al-Sisi.

Marsekal al-Sisi tokoh yang mempunyai hubungan sangat dekat dengan Riyadh. Hubungan al-Sisi dengan Raja Abdullah dibangun sejak lama. Dia pernah menjabat sebagai atase militer Kedutaan Mesir di Arab Saudi, sebelum dipromosikan sebagai direktur intelijen militer di Februari 2011.

Promosi jabatan baru, sebagai direktur intelijen itu, tak lama ketika Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF) mengambil alih kekuasaan setelah penggulingan Hosni Mubarak. Ia kemudian menjadi anggota termuda dari SCAF.

Ada laporan luas di Timur Tengah bahwa intelijen Saudi menyediakan dana dan mendorong kelompok oposisi menggulingkan pemerintah Presiden Mohamad Mursi ini. Puluhan miliar dollar digelontorkan mendanai oposisi Mesir. Semua ini, tujuan mencegah dan menghancurkan kekuasaan yang ada ditangan Mohamad Mursi, dan menghentikan semua rencana Ikhwan di dunia Arab.

Arab Saudi tidak ingin melihat Ikhwan menjadi penguasa baru di Mesir. Apalagi, banyak ulama Kerajaan Arab Saudi, yang mengikuti Jamaah Ikhwan, walaupun tidak menjadi anggota resmi Ikhwan. Tetapi, para ulama Saudi itu, mengadopsi ideologi Jamaah Ikhwan.

Marsekal al-Sisi mempunyai hubungan sangat dekat dengan keluarga penguasa Saudi. Bulan Februari 2013, Atase Pertahanan Mesir untuk Kerajaan Arab Saudi, Kolonel Mohammed Abul Fotouh, bertemu Putra Mahkota Salman Al Saud, dan menyampaikan kepadanya "salam", lalu dari Menteri Pertahanan al-Sisi. Hal ini secara luas diyakini bahwa selama pertemuan itu, keluarga kerajaan Saudi dan tentara Mesir menentukan atau menetapkan nasib Mohammad Mursi.

Dukungan Arab Saudi terhadap usaha-usaha kudeta di Mesir, di mana Kepala Intelijen Arab Saudi, Pangeran Bandar bin Sultan, yang pernah menjadi Duta Besar Arab Saudi di Washington,  bekerja sangat keras untuk mencapai tujuan penggulingan Mursi. Ketika Adli Mansour, mantan Kepala Mahkamah Agung Konstitusi Mesir, dilantik sebagai presiden sementara, Raja Saudi Abdullah mengirimkan pesan, memuji tentara Mesir, karena telah menyelamatkan negara.

Baru-baru ini, Raja Arab Saudi, Abdullah sebagai penghormatan kepada Marsekal al-Sisi dengan penghargaan tertinggi di bidang sipil, yaitu  "National Order". Sebagai balasannya, Universitas Al-Azhar Mesir, memutuskan untuk memberikan gelar doktor kehormatan kepada Raja Arab Saudi, Abdullah.

Ini adalah penghargaan yang pertama diberikan oleh Al Azhar selama lebih dari dua dekade. Raja Abdullah, tak lama, kemudian melakukan kunjungan resmi ke Mesir, dan bertemu al-Sisi. Semuanya itu, bertujuan bagaimana menghancurkan kaum Islamis di seluruh dunia Arab.

Garis pertempuran kini menjadi sangat jelas, bila ditarik di seluruh dunia Arab dan Afrika. Kudeta militer di Mesir, dan dukungan Arab Saudi itu, merupakan upaya memutar balik waktu (jam), menghentikan gelombang bangkitnya kaum Islamis, melalui proses demokratisasi melalui 'Arab Spring', dan mengakibatkan bergugurannya para diktator Arab.

Sekarang, para penguasa Arab, membuat 'koor' bersama menyanyikan lagu yang sama, yaitu 'teroris', al-Qaedah dan 'ISIS'. Sekarang seluruh energi, potensi kekuatan Arab Saudi, UEA, dan Mesir, digalang dan diarahkan menghancurkan kaum Islamis, yang sudah diberi lebel 'teroris', 'al-Qaedah', dan ISIS.

Semua konspirasi dan plot ini, tidak mungkin bisa diwujudkan, tanpa adanya dukungan dari AS, Eropa dan Israel. AS, Eropa dan Zionis-Israel tidak hanya mendukung kudeta, mereka juga ingin melemahkan negara Arab yang paling penting, yaitu Mesir. AS, Eropa, dan Zionis-Israel akan memberikan apa saja yang diperlukan, dan segala kejahatan dan kebrutalan apapun untuk mencapai tujuan mereka.

Tidak heran, al-Sisi membunuhi ribuan anggota Ikhwan, memenjarakan puluh ribu anggota dan tokoh Ikhwan, dan ini bagian dari konspirasi. Para penguasa Arab, AS, Eropa dan Zionis-Israel bergandeng tangan menghancurkan kaum Islamis di dunia Arab.

Penghancuran Gaza oleh militer Zionis itu, hanyalah episode berikutnya yang sudah diagendakan oleh mereka. Nampak, jelas bagaimana sebelum Zionis-Israel melakukan agresi militer Israel ke Gaza, di dahului pertemuan antara kepala intelijen Arab Saudi, Pangeran Turki al-Faisal dengan kepala Mossad, Amos Yadllin, di Brussel, bulan Mei 2014. 

Pada akhir 2010, ketika Sisi menjadi wakil kepala intelijen militer, ia diminta oleh atasannya, yang sudah memutuskan bahwa ia harus menjadi menteri pertahanan berikutnya di bawah pemerintahan apapun, dan untuk mempersiapkan studi tentang masa depan politik Mesir. Memang, ketika Mursi menjadi presiden, maka al-Sisi menjadi menteri pertahanan.

Sekarang intinya adalah bagaimana rezim Arab Saudi, yang kalangan ulamanya menentang perubahan rezim melalui kudeta, tapi Arab Saudi bisa melakukan campur tangan, dan terlibat dalam kudeta, seperti yang terjadi di Mesir.

Doktrin keluarga Kerajaan Al-Saud ingin mempertahankan kekuasaan selama-selamanya, dan akan menghancurkan apapun dan siapapun, yang dapat menjadi faktor ancaman masa depan bagi kelanggengan kekuasaan rezim al-Saud. Termasuk ancaman dari luar negeri, seperti Ikhwan.

Contoh lain, di Libya bagaimana pemerintahan yang terpilih yaitu Perdana Menteri Abdel Maki, yang memiliki hubungna dekat dengan Ikhwan digulingkan oleh pasukan yang dipimpin oleh Jenderal Khalifa Haftar, yang didukung oleh orang yang sama persis yang melakukan kudeta di Mesir.

Arab Saudi, UEA, dan Mesir, tidak ingin kaum Islamis berkuasa, dan harus dihancurkan. Tapi, misi penggulingan kaum Islami di Libya ini gagal, dan pasukan Khalifa Haftar, hancur. Kaum Islamis di Libya memenangkan pertarungan melawan penguasa Arab, yang haus darah orang-orang Mukmin.

Ironinya, para penguasa Arab untuk membenarkan semua bentuk kejahatannya itu, meminta ulama (mufti) membuat fatwa, seperti yang dikeluarkan oleh Mufti Arab Saudi, al-Sheik yang mengatakan bahwa ISIS (Daulah Islam Irak), musuh Islam nomor satu, cetusnya.

Semua itu, hanyalah membuat keadaan menjadi lebih buruk. Dengan menggunakan fatwa agama melawan kaum Islamis, dan sebagian dari kalangan Salafi. Ini bentuk eksploiti agama Islam oleh para penguasa Arab Saudi, melanggengkan kekuasaan, dan di mana mereka terlibat dalam penghancuran kaum Islamis.

Pasukan militer rezim despotis Arab Saudi juga aktif menghancurkan kekuasaan Ikhwan di Tunisia, yang dihasilkan melalui cara-cara demokratis, di mana Arab Saudi membentuk kekuatan kontra revolusi, dan sampai hari ini masih terus berlangsung.

Arab Saudi tidak ingin Ikhwan berkuasa di Tunis, dan harus dihancurkan dengan segala cara. Betapa luar biasanya tangan-tangan Arab Saudi, ingin menghancurkan setiap 'kuncup  bunga' Islam yang sekarang ini mengembang di seluruh dunia Arab.

Arab Saudi  menjadi tempat peristirahatan terakhir dari banyak diktator yang brutal dan biadab. Kita harus ingat bagaimana Idi Amin dari Uganda mendapat perlindungan di Arab Saudi, kemudian meninggal dan dimakamkan di Arab Saudi, 2003.

Penguasa Tunisia, Zainal Abidin, bersama istrinya, yang membawa begitu banyak kekayaan, sekarang mendapatkan perlindungan di Arab Saudi dengan tenang. Ali Abdullah Saleh dari Yaman, juga berlindung di Arab Saudi, dan banyak lagi.

Karena posisi Mesir sangat penting secara geopolitik di dunia Arab, elit militer Mesir, yang menjadi  'bos bisnis', kemudian banyak kalangan 'bos' dari negara Spinx itu melakukan kerjasama dengan para Pangeran Arab Saudi, Pentagon dan Uni Eropa dan Israel. Rezim diktator di Kairo melayai semua kepentingan mereka. Termasuk melakukan penghancuran dan pembunuhan terhadap kaum Islamis.

Sebuah aliansi ekstrimisme Salafi 'sesat', dan kaum sekuler, dan Kristen, serta apa yang disebut kekuatan  liberal di Timur Tengah di bawah perlindungan Amerika Serikat dan Eropa, terus bergerak berjuang menghentikan dan menghancurkan semua 'kuncup bunga' kaum Islamis yang sekarang mekar, melalui gerakan mereka bangun selama puluhan tahun.

Para penguasa Arab, jenis manusia yang sangat paranoid terhadap Islam dan kaum Islamis, yang bercita membangun kekuasaan dan sistem Islami. Karena itu, mereka mengumpulkan semua kekuatan dan kekuasaan mereka, menghalangi perubahan yang berlaku. Mereka pasti akan tamat. 

Cukup dengan mengatakan bahwa blok status quo regional yang dipimpin oleh Arab Saudi, Mesir dan UEA, tak akan pernah berhenti dengan agenda dan proyek mereka, dan dengan mengguanakan apapun dan siapapun menghancurkan kaum Islamis.

Mereka berpikir gila  berusaha menghancurkan gerakan perubahan dunia Arab dan Afrika Utara, dan  bahkan kenekatan mereka mencoba mendongkel Perdana Turki, Recep Tayyib Erdogan,  dan membayai aksi demonstrasi besar-besaran dari kalangan sekuleris dan komunis di Gezi, tapi gagal.

Sekarang mereka membantu para 'bos' Zionis-Israel  menghancurkan Hamas di Gaza. Luar biasa kebencian para penguasa Arab terhadap kaum Islamis. Wallahu'alam. [email protected] 


latestnews

View Full Version