View Full Version
Senin, 01 Jun 2015

Bagaimana Mufti Al-Azhar Bisa Menerima Musuh Islam dan Muslim - Le Pen?

CAIRO (voa-islam.com) - Bagaimana tokoh 'dajjal' sayap  kanan Perancis yang paling getol mengkampanyekan anti Islam dan Muslim, serta menunjukkan permusuhannya sangat luar biasa terhadap  Islam dan Muslim, bisa di terima oleh Mufti Al-Azhar?

Le Pen simbol 'phobia', 'kebencian' dan 'permusuhan' dan 'perang' terhadap Islam. Partainya 'sayap kanan' yang didirikannya,  tujuannya hanya satu menghalau dan membuang Islam dan Muslim  dari daratan Eropa dan Barat.

Tapi,  anehnya pemimpin sayap kanan Perancis, Marine Le Pen, justru bisa mengadakan pembicaraan dengan Mufti Al-Azhar yang menyinggung "keprihatinannya yang serius" atas Muslim Sunni, dan sikap partainya tentang Islam, katanya, Minggu, 31/5/2015.

Presiden Front Nasional Le Pen bertemu dengan Ahmed al-Tayeb, Mufti Al-Azhar, di kantor pusat Kairo, dan  selama pembicaraan berlangsung itu, Le Pen menegaskan "sikap dan pandangannya yang memusuhi Islam dan Muslim", ungkap pejabat Al-Azhar.

Tayeb menambahkan bahwa Front Nasional yang dipimpin Le Pen, "harus opini meninjau dan diperbaiki opininya", ungkap Tayeb. Namun,  tidak selayaknya seorang Mufti al-Azhar menerima tokoh kafir musyrik yang terang-terangan menyatakan permusuhan terhadap Islam dan Muslim.

Front Nasional Perancis, mendapatkan dukungan  yang semakin kuat dengan menggunakan sentiman terhadap imigran Muslim, saat berlangsung pemilihan lokal pada bulan Maret. Le Pen seperti 'bom waktu' yang berkampanye tentang isu-isu politik, terutama tentang ancaman imigran  Muslim  dan integrasi Islam ke dalam masyarakat Prancis setelah serangan terhadap Charlie Hebdo di Paris,  beberapa waktu lalu.

Le Pen, menolak  memakai jilbab selama pertemuan dengan Mufti Al-Azhar, dan dia tidak mempedulikan opini apapun tentang dirinya,  dan tetap bersikukuh tidak menggunakan jilbab, dan terus mengumbar pernyataan Muslim sebagai penyebar kekerasan", kata pejabat Al-Azhar.

Pemimpin Front Nasional melalui  tweeternya "Pertemuan di Kairo dengan pemimpin tertinggi Sunni, dan membuat perjanjian yang kuat dalam perang melawan ekstrimisme", ungkap Le Pen.

Pembicaraan dilakukan atas permintaan Le Pen, dan fihak  Al-Azhar mengatakan, "untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan ide-ide yang salah konsep tentang Islam dan ideologi ekstrimisme dan rasisme, justru beberapa Muslim di Eropa menderita", ungkap pejabat al-Azhar.

Al-Azhar merupakan lembaga yang sangat tua, dan berdiri sejak tahun 970 oleh Dinasti Syi'ah Fatimiyah yang memerintah Mesir antara 969 sampai 1171, dan dibebaskan oeh zamannay Umar ibn Khatab, dan dikembalikan menjadi lembaga pendidikan Islam Sunni. Tapi, sekarang Al-Azhar menjadi alat negara di bawah rezim junta militer al-Sisi. 

Le Pen telah meminta al-Sisi memerangi ekstrimisme  dan terorisme di Mesir, dan tidak membiarkan berkembangnya gerakan-gerakan yang menimbulkan kekacauan di seluruh dunia. Begitulah 'dajjal' dari Perancis bernama Le Pen. Sejatinya tidak layak seorang ulama memimpin  al-Azhar dan menerima  tokoh kafir musyrik yang najis itu. Wallahu'alam.

 


latestnews

View Full Version