View Full Version
Rabu, 26 Aug 2015

Jokowi Berkuasa Indonesia Menjadi Negeri '1001' Azab Bagi Rakyat?

JAKARTA (voa-islam.com) Rakyat selalu memiliki harapan. Seperti ketika terpilih presiden yang baru, tumbuh harapan besar pada diri rakyat. Rakyat menaruh harapan sangat luar biasa. Rakyat yang sudah lama menderita berharap akan ada perubahan.

Dengan pemimpin baru, rakyat berharap nasib mereka menjadi lebih baik, sejahtera dan bahagia serta tenteram. Semua harapan digantungkan kepada pemimpin baru, yaitu Jokowi. Tidak salah Majalah Time menjadikan Jokowi sebagai 'cover' majalah internasional itu dan diberi judul 'NEW HOPE'.

Tapi, hanya dalam waktu sepuluh bulan seluruh harapan terhadap Jokowi sudah pupus. Entah mengapa semua begitu cepat berubah. Harapan rakyat yang begitu membuncah, tiba-tiba sirna. Tanpa bekas, sedikit pun.

Rakyat sudah tidak lagi peduli dengan berbagai pernyataan, ungkapan, dan kebijakan Jokowi. Semua dianggap hanya 'omong kosong'. Realitas hidup yang mereka alami benar-benar sangat luar biasa pedihnya.

Sepuluh bulan di bawah kekuasaan Jokowi sudah terasa seperti berpuluh-puluh abad. Rakyat sudah tidak sanggup lagi menanggung beban hidup yang begitu luar biasa beratnya. Rakyat seperti berada di neraka jahanam dengan berbagai azab dan siksaan yang tak terperikan.

Sekarang apa yang bisa dirasakan nikmatnya hidup di bawah kekuasaan Jokowi? Penderitaan-penderitaan terus menimpa rakyat silih berganti. Terus berulang-ulang, tanpa jeda. Beratnya hidup di Indonesia seperti hidup di negeri '1001' azab dan siksa.

Rakyat mau makan susah. Mencari rezeki juga susah. Pekerjaan tak ada, penghasilan apalagi. Mereka tidak mampu membeli keburtuhan pokok. Nilai rupiah tak lagi berharga. Harga-harga kebutuhan pokok naik. Semua mahal. Semuanya harus membeli.

Lalu, bagaimana rakyat miskin yang tanpa penghasilan? Bagaimana pun mereka harus tetap hidup. Dengan cara bagaimana pun mereka bisa tetap bertahan hidup. Begitulah kehidupan rakyat miskin.

Apalagi di desa-desa dengan kemarau yang mendera. Satu-satunya harapan hidup mereka gantungkan kepada tanaman di sawah. Tapi, selama kemarau yang panjang itu, tanah-tanah menjadi kering dan tidak keluar tanaman. Begitulah nasib rakyat.

Penderitaan demi penderitaan yang dihadapi rakyat, tanpa solusi dan penyelesaian yang jelas. Presiden Jokowi hanya sibuk 'berpolitik'. Seperti mengganti menteri, rapat kabinet, dan mengumpulkan pejabat diantaranya termasuk mengumpulkan aparat keamanan, penegak hukum, gubernur, dan bupati. Tapi tidak ada langkah riil yang dapat langsung dirasakan oleh rakyat dari kebijakan ini. Tak ada yang bisa memberikan solusi atas penderitaan yang mereka alami sekarang ini.

Pergantian menteri baru, ternyata tidak otomatis memunyai dampak positif atas kondisi ekonomi dan politik. Sebaliknya yang terjadi hanyalah saling cakar-cakaran.

Krisis yang begitu menghunjam bangsa ini, sebagai bentuk azab yang diberikan oleh Allah Rabbul Alamin kepada bangsa Indonesia. Mereka telah salah memilih pemimpin.

Rakyat memilih 'pepesan kosong', tokoh hasil produk dari iklan dan kampanye media massa dan media sosial. Mereka sengaja merekayasa rakyat agar memilih pemimpin yang ingin mereka ciptakan dan bukan pemimpin yang memiliki karakter jujur, memiliki moralitas agama, dan memiliki komitmen kepada rakyat.

Sekarang rakyat hanya bisa mengeluh dan  berputus asa, sesudah mengalami penderitaan yang sangat panjang. Penderitaan yang harus mereka tanggung sendiri dan tak dapat dipikulkan kepada siapa pun, kecuali terhadap diri mereka sendiri.

Salah memilih pemimpin dampaknya begitu luar biasa bagi kehidupan mereka. Al-Qur'an mengatakan, “In ahsantum ahsantum li anfusikum” (kebaikan itu akan kembali berupa kebaikan kepadamu), dan “ wa man sa'a falaha” (dan barangsiapa berbuat jahat, maka kejahatan itu akan kembali kepadanya).

Sepuluh bulan hidup di bawah pemerintahan Jokowi itu, benar-benar penderitaan yang sangat luar biasa. Jokowi memulai pemerintahan sudah dengan cara yang sangat salah, dan tanpa empati terhadap rakyat kecil. Mirip Ahok. Jokowi menaikan harga BBM, saat harga minyak di pasaran dunia turun.

Sekarang harga minyak dunia hanya $ 42 dollar/barrel, tapi justru BBM di Indonesia naik. Dampak dari kenaikan minyak sudah sangat sistemik. Semua subsidi yang diperuntukkan bagi rakyat dicabut. Tak ada belas kasihan terhadap rakyat.

Sementara itu, dana yang berjumlah triliunan digunakan oleh para 'taoke' Cina dan usaha mereka. Termasuk bisnis properti. Bank-bank besar dananya bukan digunakan untuk mendanai usaha kecil (mikro), tapi digunakan membiayai usaha para 'taoke' Cina. Semua  barang-barang kebutuhan pokok dikuasai  jaringan 'KARTEL', semuanya  taoke Cina. 

Sekarang ekonomi Cina bangkrut, imbasnya pun dirasakan Indonesia, dan berdampak terhadap rupiah. Tapi, tetap saja para pejabat tidak mau jujur dengan situasi ini.

Pemerintah tidak mau mengakui dengan jujur, bahwa langkah kebijakan mereka salah. Indonesia sangat tergantung kepada Asing dan A Seng ekonominya. Maka, ketika mereka terkena krisis, Indonesia juga menerima dampak krisis.

Sungguh rakyat hidup di negeri Khatulistiwa yang sangat luar biasa kekayaan alamnya namun tak sedikit pun memberikan berkah. Sebaliknya ini semua malah menjadi azab. Semua kekayaan alam dan sumber daya alam dinikmati oleh Asing dan A Seng.

Rakyat hanya menjadi kuli dan budak dari Asing dan A Seng. Hidup rakyat persis di zaman Belanda saat membangun jalan raya dari Anyer ke Panarukan. Mereka bekerja membangun jalan tanpa diberi makan dan tanpa istirahat. Orang-orang bule bertolak pinggang dan mencambuk orang-orang pribumi jika terlihat beristirahat. Persis kondisi yang ada sekarang ini. 

Rakyat hanya menerima 1001 azab dari para penguasa lokal, yang menjadi alat atau 'centeng' penguasa Asing dan A Seng yang sudah menjadi majikan dan menguasai Indonesia. Mereka menguasai sumber daya alam, asset ekonomi dan bisnis, dan menguasai hajat hidup rakyat. Hidup di Indonesia benar-benar hanya sebuah azab.

Tidak ada keberkahan dalam hidup. Sia-sia hidup di negeri ini. Sepanjang hidup hanya menjadi kuli dan budak Asing dan A Seng dan bukan sebagai rakyat yang berdaulat dan berkuasa serta bermartabat di negeri sendiri. Wallahu alam. dta

Editor: RF


latestnews

View Full Version