View Full Version
Selasa, 08 Dec 2015

Kemenangan Le Pen, Kampanye Trump, dan Bangkitnya Kebencian Pada Islam

JAKARTA (voa-islam.com)--Tiga minggu, sesudah serangan terhadap kota Paris, “Jum'at, 13 Nopember”, telah terjadi perubahan politik yang mendasar di Prancis. Di mana pertama kalinya dalam sejarah di negeri “mode” itu, sayap kanan yang dipimpin Marine Le Pen, menang dalam pemilu regional.

Partai Sayap Kanan, yang dipimpin Marine Le Pen, yang memiliki “credo” (ideologi) rasisme, anti imigran, anti Muslim, dan anti semit, yang memimpin Front Nasional menang dalam putaran pertama pemilihan regional.

Marine Le Pen dengan mengangkat masalah “keamanan nasional” dan “identitas nasional” Prancis, berhasil mendapatkan dukungan yang besar rakyat. Front Nasional (FN) yang dipimpin Le Pen, mendapatkan suara lebih 28% dari suara nasional, dan menempati urutan pertama diantara kekuatan politik di Prancis. Le Pen meninggalkan partai-partai politik lainnya, dan ini membuat sejarah baru di Prancis.

Marine Le Pen yang sangat rasis, anti imigran, anti Muslim, dan anti semit, sesudab peristiwa “Jum'at, 13 Nopember”, benar-benar mendapatkana tempat di kalangan rakyat Prancis. Pemimpin Sayap Kanan, dan Front Nasional itu, secara konsisten meneriakan perjuangan yang bersifat rasis, anti imgiran, anti muslim, dan anti semit itu, sekarang menjadi “inspirator” baru bagi indentitas nasional Prancis dan Uni Eropa, di tengah kekacauan keamanan global.

Sementara itu, Presiden Prancis Francois Hollande, mengalami peningkatan suara yang sangat dramatis. Peristiwa “Jum'at, 13 Nopember”, telah melambungnya namanya. Bulan Oktober lalu, sebuah jajak pendapat yang diselenggarakan sebuah lembaga “polling”, dukungan terhadap Presiden Hollande, hanya tinggal 20 persen. Sekarang dukungan pada Hollande melejit dengan dukungan suara 55 persen. Sangat luar biasa.

Kemenangan Le Pen ini, dampaknya sampai kepada seluruh Uni Eropa. Kemenangan Le Pen ini, pasti akan mempengaruh parlemen Uni Eropa. Sayap Kanan, yang sekarang ini menjadi kekuatan penentu dalam Front Nasional Prancis, semakin kokoh dalam menentukan kebijakan Prancis, dan Uni Eropa. Di mana sekarang jutaan para imigran dari Suriah, Irak, dan Afghanistan, membanjiri daratan Uni Eropa.

Dibagian lain, calon kandidat Partai Republik Donald Trump, dalam kesempatan kampanyenya terakhir, usai terjadinya penembakan massal di Bernadino, California, memanfaatkannya sebagai isu sentral tema kampanyenya, dan Trump, mengatakan, bahwa akan melarang semua Muslim masuk ke Amerika, tandasnya.

Pernyataan Donal Trump itu, menimbulkan polemik di kalangan rakyat dan pemimpin Amerika. Kalangan dari Partai Demokrat, mengutuk pernyataan dari Donal Trump. Para pemimpin Muslim Amerika, menolak pernyataan Trump sebagai pernyataan yang tidak berdasar, dan sebuah pelanggaran hak asasi manusia. Pernyataan Trump itu, hanya menguntungkan Israel.

Di Prancis, hampir sebagian besar negara-negara Uni Eropa, usai peristiwa “Jum'at 13 Nopember”, tumbuh sangat kuat adanya phobia terhadap Islam dan Muslim. Serangan terhadap kota Paris, semakin menguatkan kelompok-kelompok anti Islam dan imigran, dan phobia terhadap Islam dan Muslim, dan sekarang mendapatkan tempatnya.

Begitu pula di Amerika Serikat. Peristiwa yang terjadi di San Bernardino-California, dimanfaatkan oleh Donald Trump untuk mendapatkan keuntungan politik. Sama seperti yang dilakukan oleh Marine Le Pen. Sebaliknya, mereka tidak pernah peduli dengan penderitaan Muslim yang menjadi korban agresi militer oleh Barat, dan jutaan Muslim telah tewas. Wallahu'alam.


latestnews

View Full Version