View Full Version
Senin, 27 Jul 2015

DEMA Fisip UIN Jakarta: Pembakaran Masjid di Tolikara Kekerasan yang Tidak Dapat Dibenarkan

PERNYATAAN SIKAP DEMA-FISIP UIN JAKARTA TERHADAP PELANGGARAN KEMANUSIAAN, KEAGAMAAN DAN KEBANGSAAN DI TILOKARA, KAB. WAMENA – PAPUA

Indonesia merupakah nama dari bangsa dan negara yang lahir dari sebuah konsensus agung para founding father atau pendiri bangsanya. Dimana bangsa dan Negara ini lahir berdasarkan kesatuan dan persatuan manusia Indonesia yang sadar bahwa diperlukan identitas kolektif untuk membangun bangsa dan Negara yang kuat dan kokoh.

Oleh sebab itu, kemajemukan dan keberagaman agama, suku, dan budaya yang ada di bumi Indonesia memutuskan untuk bersatu menjadi sebuah bangsa yang utuh, sebagaimana dideklarasikan ketika Kongres Pemuda II dalam Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Setelah itu bangsa juga bersatu-padu untuk membangun Negara yang merdeka, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan kepada; 1. Ke-Tuhan-an yang Maha Esa, 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan, 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Fenomena kekerasan agama di Indonesia memang bukan barang langka. Namun sungguh sebuah IRONI yang memperihatinkan apabila terdapat individu, kelompok, aparat bahkan pemerintah di Indonesia yang diam, bungkam bahkan mendukung tindakan kekerasan untuk mengintimidasi bahkan menyingkirkan pihak lain, terlebih dengan mengatasnamakan agama. Tidak hanya melanggar Hak Asasi Manusia, tindakan tersebut juga menjadi sebuah ancaman terhadap fitrah kemanusiaan yang mengarah pada disintegrasi bangsa.

DEMA-FISIP UIN Jakarta memandang bahwa peristiwa penyebaran surat pemberitahuan dengan tidak diperbolehkannya umat Islam Tolikara menjalankan shalat ied, peristiwa pembubaran shalat Iedul Fitri dan pembakaran Masjid Baitul Muttaqin di Tolikara, Kab. Wamena, Papua pada Jum’at (17/7/2015) merupakan tindakan kekerasan yang TIDAK DAPAT DIBENARKAN dengan alasan bagaimanapun juga. Hal tersebut juga merupakan PELANGGARAN hak beribadah bagi setiap umat beragama yang merupakan bagian dari prinsip hak atau kebebasan beragama dan berkeyakinan sebagaimana UUD pasal 28E ayat 2. Selain itu, jelas bahwa peristiwa ini tidak sama sekali mencerminkan jati diri bangsa, bahkan jauh dari nilai-nilai kebangsaan yang mengindahkan nilai kesatuan dan persatuan dalam perbedaan.

Dengan memperhatikan fenomena tersebut kami DEMA-FISIP UIN Syarif Hidayatullah menyatakan sikap:

  1. Bahwa kami MENGUTUK KERAS pelarangan ibadah, pembakaran dan TINDAKAN KEKERASAN terhadap kebebasan beragama yang terjadi di Tolikara dan MENOLAK kekerasa dengan alasan apapun
  2. Bahwa kami MENUNTUT aparat dan pemerintahan untuk segera mengusut TUNTAS pelaku dan otak tindakan kekerasan di Tolikara dan memberikan sanksi secara tegas
  3. Bahwa kami MENUNTUT pemerintahan JOKOWI-JK untuk serius dalam mengatasi setiap ancaman disintegrasi bangsa, termasuk kekerasan terhadap agama atau yang mengatasnamakan agama di Indonesia
  4. Bahwa dengan tegas kami MENYATAKAN, PELAKU yang melakukan tindakan kekerasan terhadap agama dan mengatas-namakan agama terhadap pihak lain BUKANLAH BANGSA INDONESIA.
  5. Kami juga MENGHIMBAU bagi korban atau pihak lain yang mengetahui peristiwa ini agar TIDAK TERSULUT, tetap KONDUSIF, tetap bersikap TOLERAN, tetap pelihara KEDAMAIAN dalam keberagamaan di tanah Papua dan di Indonesia

DEMA FISIP UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


latestnews

View Full Version