View Full Version
Jum'at, 28 Apr 2017

Polemik Sengsarakan Nelayan Cantrang, Ini Jawaban untuk Menteri KKP Susi

JAKARTA (voa-islam.com) - Polemik Peraturan Menteri KKP Susi Pudjiastuti, Permen KKP No. 02/2015 dinilai melemahkan nelayan tradisional dan membuat bangkrut sejumlah pengusaha kapal akibat larangan menangkap ikan dengan menggunakan cantrang.

Pasalnya, Kebijakan larang penggunaan cantrang sebagai alat tangkap ikan ini sudah berjalan sejak 2015 silam, hal ini dikritik oleh berbagai pihak, baik dari GERNASMAPI (Gerakan Nasional Masyarakat Perikanan Indonesia), Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Wakil Presiden Jusuf Kalla, hingga Presiden Jokowi pun ikut rembug menemui Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terkait kebijakan ini.



"Ya saya kan ini akan melihat dulu lapangannya seperti apa, saya akan mengevaluasi kebijakan yang telah dilakukan oleh Menteri KP," kata Jokowi usai groundbreaking Rusunami Loftvilles, Jl Bukit Serua, Tangerang Selatan, Kamis (27/4/2017).

Jokowi sudah mendengar tentang kebijakan ini. Tetapi dia ingin mendapat penjelasan langsung dari Susi.

Sedangkan dari pelaku usaha baik dari nelayan dan pengusaha kapal yang tergabung dalam GERNASMAPI dan Masyarakat Perikanan Nasional (MPN) menyatakan beberapa hal berikut.

PRESS RILIS UNTUK MEDIA 4 JAWABAN DR. NIMMI ZULBAINARNI ATAS PROBLEMATIKA CANTRANG

Penulis: Dr. Nimmi Zulbainarni, SEKJEN MPN.. Dosen dan Pengamat Perikanan Tangkap Institut Pertanian Bogor (Konfirmasi: +62 812-9512-391 -

Jawaban 1 :

Indonesia adalah negara tropis yang sumberdaya perikanannya bersifat gabungan atau multispesies bahkan multigear. Multispesies artinya satu alat tangkap bisa menangkap bbrp spesies sedangkan multigear satu spesies ikan bisa ditangkap oleh bbrp alat tangkap.

Oleh karena itu dalam kegiatan penangkapan ikan di Indonesia pasti akan menangkap beberapa spesies ikan dengan menggunakan alat tangkap apa saja.

Perihal ikan yang tertangkap dikatakan belum matang gonad dapat terjadi bila penggunaan alat tangkap dalam operasionalnya tidak diawasi dengan baik.. beamsar kecil ikan yang ditangkap tergantung ukuran mata jaring yang digunakan, peraturan penggunaan alat tangkap ini sudah pernah ada hanya dalam pelaksanaan pengawasan kurang dan seringkali peraturan yang ada tidak di update sehingga peraturan yang ada saat ini tahunnya bisa sudah kadaluarsa.

Jawaban 2 :

Oleh karena sifat sumberdaya perikanan yang multispesies maka seyogyanya kebijakan yang dibuat di Indonesia juga dibuat multispesies.

Akan tetapi hal ini belum terjadi karena kebijakan yang dibuat menggunakan pendekatan spesies tunggal atau ikan dominan yang ditangkap baik dari sisi volume maupun harga. Oleh karena itu seolah pencatatan hanya dilakukan pada spesies dominan yang tertangkap dan menganggap bahwa ikan lainnya dibuang karena dianggap hasil tangkap sampingan.

Kenyataan di lapangan ikan-ikan tangkapan sampingan (saya tidak suka pakai kata2 sampingan karena seolah tidak bermanfaat) inilah yang dijual umumnya sebagai bahan baku industri perikanan.. ikan tersebut dijual dalam keranjang dengan jenis ikan yang beragam.

Jawaban 3 :

Cantrang yang sesungguhnya bukan diseret di dasar perairan tapi ditarik di kolom air atau dipertengahan laut. Jika penggunaannya salah maka ini yang perlu dipunisment.. alat tangkap pukat hela atau tarik tidak akan digunakan di dasar perairan yang berkarang karena jenis alat tangkap ini digunakan di dasar perairan yang nerlumlur atau berpasir utk pukat hela.

Jika dikaitkan dengan isu tidak ramah lingkungannya alat tangkap ini maka ini lebih kepada pelanggaran dalam operasional penangkapannya dan alat tangkap ini bisa ramah lingkungan jika mengikuti peraturan yang ada.. ukuran mata jaring diatur, wilayah penangkapannya diatur, dan jumlahnya juga dikendalikan

Jawaban 4:

Degradasi sumberdaya tidak hanya akan terjadi bila menggunakan alat tangkap Cantrang. Penggunaan alat tangkap lainnya juga akan menimbulkan degradasi sumberdaya bila jumlah yang digunakan tidak dapat dikendalikan, menggunakan alat tangkap yang sama utk semua perairan Indonesia padahal di masing-masing WPP Indonesia memiliki karakteristik perairan yang berbeda dan jenis ikan yang nerbeda pula sehingga seyogyanya alat tangkap yang digunakan pun tidak bisa dibuat homogen..

Penghasilan nelayan sesungguhnya selama ini tidak hanya dihasilkan dari hasil tangkapan yang dominan seperti disebutkan tapi semua hasil tangkapan tersebut dijual..

Belum tentu jika alat tangkap diganti maka penghasilan nelayan akan meningkat.. dalam kegaitan penangkapan ada dia variable yang berpengaruh yaitu biomas atau populasi ikan dan upaya penangkapan (ex jumlah alat tangkap atau lebih tepatnya armada penangkapan). Dua komponen inilah yang memhasilkan hasil tangkapan. Nilai hasil tangkapan akan sangat tergantung pada produksi.. semakin tinggi produksi ikan maka harga akan semakin rendah, visa versa.

Dalam jangka pendek mengurangi jumlah alat tangkap bukanakan menaikkan produksi atau hadil tangkapan melainkan akan menurunkan hasil tangkapan, visa versa dengan asumsi bahawa teknologi yang digunakan sama..

Jika berbeda teknologi dalam hal ini GT,h PK kapal berbeda dll maka perhitungan juga akan menjadi berbeda. Permasalahan perikanan dan keluatan saat ini sesungguhnya lebih pada bagaimana menibgkatkan pengawasan kegiatan penangkapan agar bisa terkendali sehingga eksploitasi besar-besaran tidak akan terjadi.

Overfishing ekonomi akan terjadi pada saat rasio input atau jumlah kapal atau alat tangkap jauh lebih besar daripada rasio outputnya atau hasil tangkapannya. Sedangkan overfishing secara biologi akan terjadi kapan saja pada saat rasio harga lebih tinggi dari rasio biaya penangkapannya.. ini akan terjadi kapan saja jika pemanfaatan sumberdaya tidak dikendalikan dengan baik..

Demikian rilis MPN kepada rekan-rekan media. [khadijah/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version