View Full Version
Selasa, 26 Sep 2017

Ketum PBB: Agama dan Politik Tidak dapat Dipisahkan dalam Bernegara

JAKARTA (voa-islam.com)- Di Eropa pada zaman Renesans memang ada polemik pemisahan antara gereja dengan negara (scheiding van kerk en staat/separation of church and state), tapi bukan pemisahan agama dengan negara. Institusi dan kepemimpinan Gereja Katolik dengan institusi dan kepemimpinan negara saat itu menurut Ketum PBB memang sangat mungkin dipisahkan, tetapi pemisahan agama dengan politik adalah sesuatu yang sukar untuk dilakukan.

“Dr. Notohamidjojo, seorang pemimpin Partai Kristen Indonesia di masa lalu, menulis dalam bukunya ‘Iman Kristen dan Politik’ yang mengatakan bahwa tidaklah mungkin agama Kristen dipisahkan dengan politik.

Pof Zainal Abidin Ahmad, seorang tokoh Masyumi menulis dalam bukunya ‘Membentuk Negara Islam’. Dalam bukunya itu Prof . Zainal mengatakan, ‘Barangsiapa bisa memisahkan gula dari manisnya, maka bisalah dia memisahkan Islam dari politik’.

Ajaran Kristen, kata Dr. Notohamidjojo, ada di dalam otak dan hati pemeluk Kristen, dan keyakinan itu sedikit banyaknya akan mempengaruhi sikap dan prilaku politik tiap pemeluk Kristen. Begitu juga dengan agama Islam.

Hanya orang yang otak dan hatinya sekuler saja, atau menganggap agama itu perkara sampingan saja, yang bisa memisahkan agama dengan politik. Selama seseorang itu sungguh-sungguh beriman dengan ajaran agamanya, maka mustahil baginya dapat memisahkan agama dengan politik,” demikian kata Yusril Ihza Mahendra, melalui siaran akun Facebook-nya, Senin (25/09/2017).

Dalam membangun bangsa dan negara kita, menurut dia yang masih banyak ditandai dengan prilaku korup para pemimpin dan politisinya, maka memperkuat etik keagamaan dalam berpolitik, justru menjadi sangat penting.

Saya ingat ucapan filsuf Jerman, Immanuel Kant yang mengatakan bahwa barangsiapa mencari sistem moral yang paling kukuh, maka dia tidak akan mendapatkannya melainkan dalam ajaran agama.

Saya berkeyakinan pandangan Immanuel Kant ini sejalan dengan falsafah negara kita Pancasila.” (Robi/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version