View Full Version
Kamis, 31 Mar 2016

Stop Ghibah dan Mencari-cari Aib Seorang Muslim

PERSAHABATAN tidak selalu rekat, persaudaraanpun tidak selalu dekat, kadang rasa benci, dendam, marah dan kesal selalu mengiringi diantara fitrah persaudaraan dan persahabatan itu.

Islam adalah agama yang membangun persaudaraan tersebut. Mengatur bagaimana persaudaraan dan persahabatan bisa bertahan. Persaudaraan yang dibangun dalam Islam adalah persaudaraan atas nama iman, saling mencintai kerena Allah dan membenci seusatu karena Allah.

Fitnah persaudaraan yang diiringi marah, benci dan kesal kadang menjadikan seorang muslim terjatuh dalamnya. Fitnah salah satunya adalah sikap mencari-cari kesalahan dan meng-ghibahnya.

Ketahuilah, ghibah dan mencari cari kesalahan adalah salah satu perilaku yang tercela. Ia adalah hal yang dekat dengan kemurkaan Allah.

Rasulullah bersabda,

ﻳَﺎ ﻣَﻌْﺸَﺮَ ﻣَﻦْ ﺁﻣَﻦَ ﺑِﻠِﺴَﺎﻧِﻪِ ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﺪْﺧُﻞِ ﺍﻟْﺈِﻳﻤَﺎﻥُ ﻗَﻠْﺒَﻪُ ﻟَﺎ ﺗَﻐْﺘَﺎﺑُﻮﺍ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴﻦَ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﺘَّﺒِﻌُﻮﺍ ﻋَﻮْﺭَﺍﺗِﻬِﻢْ، ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻣَﻦِ ﺍﺗَّﺒَﻊَ ﻋَﻮْﺭَﺍﺗِﻬِﻢْ ﻳَﺘَّﺒِﻊُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻮْﺭَﺗَﻪُ ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺘَّﺒِﻊِ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻮْﺭَﺗَﻪُ ﻳَﻔْﻀَﺤْﻪُ ﻓِﻲ ﺑَﻴْﺘِﻪِ

"Wahai sekalian manusia yang telah beriman dengan lisannya namun belum masuk iman itu ke dalam hatinya. Janganlah kalian mengghibah kaum muslimin, dan jangan kalian mencari-cari aib mereka. Barangsiapa yang mencari-cari aib mereka, niscaya Allah akan mencari-cari aibnya. Dan barangsiapa yang Allah cari-cari aibnya, niscaya akan disingkap kejelekannya meskipun di rumahnya sendiri." [Riwayat Abu Dawud no. 4880. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Daawud, 3/197]

Balasan yang Allah akan timpakan kepada orang yang mencari-cari kesalahan adalah mutlak, maksudnya Allah akan membalas pada waktu kapanpun dan dimanapun. Allah berkehandak membalasnya di hari kiamat ataupun langsung di dunia dan Allahpun berhak membalasnya di manapun walaupun di rumahnya yang menjadi tempat pribadinya.

Perilaku mencari-cari kesalahanpun telah menjadi penyakit manusia dan para ulamapun terus menyampaikan nasehat ini kapanpun dimanapun. Adalah akhlak para ulama salaf yaitu Imam Ahmad Ibnu Hanbal yang dengan tegas mencontohkan bagaimana bersikap ketika mendapati seseorang yang hendak mencari-cari kesalahan seseorang. Dan seperti inilah sosok Imam Ahmad bin Hanbal:

ﺃَﺧْﺒَﺮَﻧِﻲ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟْﻜَﺮِﻳﻢِ ﺑْﻦُ ﺍﻟْﻬَﻴْﺜَﻢِ ﺍﻟْﻌَﺎﻗُﻮﻟِﻲُّ، ﻗَﺎﻝَ: ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺃَﺑَﺎ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ، ﺳُﺌِﻞَ ﻋَﻦِ " ﺍﻟﺮَّﺟُﻞِ ﻳَﺴْﻤَﻊُ ﺣِﺲَّ ﺍﻟﻄَّﺒْﻞِ ﻭَﺍﻟْﻤِﺰْﻣَﺎﺭِ، ﻭَﻻ ﻳَﻌْﺮِﻑُ ﻣَﻜَﺎﻧَﻪُ؟ ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﻭَﻣَﺎ ﻋَﻠَﻴْﻚَ؟ ﻭَﻗَﺎﻝَ: ﻣَﺎ ﻏَﺎﺏَ ﻓَﻼ ﺗُﻔَﺘِّﺶْ ﻋَﻠَﻴْﻪِ "

Telah mengkhabarkan ‘Abdul-Kariim bin Al-Haitsam Al ‘Aaquuliy bahwa ia berkata : Aku mendengar Abu ‘Abdillah (Ahmad bin Hanbal) ditanya tentang seseorang yang mendengar tabuhan kendang dan tiupan seruling, namun tidak diketahui dari mana asal suaranya. Abu ‘Abdillah berkata: "Lantas, ada urusan apa denganmu?". Lalu beliau melanjutkan: "Sesuatu yang tidak kamu lihat, maka jangan kamu cari-cari/selidiki sebabnya." (Diriwayatkan oleh Al Khallaal dalam Al-Amru bil-Ma’ruuf wan-Nahyu ‘anil-Munkar, hal. 49).

Seorang muslim adalah melakukan hal yang terbaik bagi muslim lainnya. Bahkan inilah yang tadi menjadi dasar Imam Ahmad berperilaku seperti itu.
Rasulullah menjelaskan bagaimana seorang muslim haruslah melindungi muslim yang lain.

ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢُ ﺃَﺧُﻮ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢِ ﻟَﺎ ﻳَﻈْﻠِﻤُﻪُ ﻭَﻟَﺎ ﻳُﺴْﻠِﻤُﻪُ، ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻓِﻲ ﺣَﺎﺟَﺔِ ﺃَﺧِﻴﻪِ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻓِﻲ ﺣَﺎﺟَﺘِﻪِ، ﻭَﻣَﻦْ ﻓَﺮَّﺝَ ﻋَﻦْ ﻣُﺴْﻠِﻢٍ ﻛُﺮْﺑَﺔً ﻓَﺮَّﺝَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻛُﺮْﺑَﺔً ﻣِﻦْ ﻛُﺮُﺑَﺎﺕِ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ، ﻭَﻣَﻦْ ﺳَﺘَﺮَ ﻣُﺴْﻠِﻤًﺎ ﺳَﺘَﺮَﻩُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ"

"Seorang muslim itu saudara bagi muslim yang lainnya. Tidak boleh mendhaliminya dan tidak boleh pula menyerahkan kepada orang yang hendak menyakitinya. Barangsiapa yang memperhatikan kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memperhatikan kebutuhannya. Barangsiapa yang melapangkan kesulitan seorang muslim, niscaya Allah akan melapangkan kesulitan-kesulitannya di hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi kesalahan seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi kesalahannya kelak di hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari no. 2442).

Ini juga yang mejadikan Ammar bin yassir seorang sahabat Nabi selalu merenugni perkataan nabi ini hingga a berkata:

ﺃَﺳْﺘُﺮُﻩُ ﻟَﻌَﻞَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳَﺴْﺘُﺮُﻧِﻲ

Dari ‘Ikrimah, bahwasannya ‘Ammaar bin Yaasir pernah menangkap seorang pencuri, kemudian berkata: "Aku menutupi kesalahannya, semoga Allah menutupi kesalahanku." (Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq, 10/226 no. 18929)

Konsekuensi dari keyakinan dan prinsip tersebut adalah kewajiban seorang muslim menjaga rahasia muslim yang lain. Rasulullah bersabda:

ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﺇِﺫَﺍ ﺣَﺪَّﺙَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞَ ﺑِﺤَﺪِﻳْﺚٍ ﺛُﻢَّ ﺍﻟْﺘَﻔَﺖَ ﻋَﻨْﻪُ ﻓَﻬِﻲَ ﺃَﻣَﺎﻧَﺔٌ

"Jika seseorang mengabarkan kepada orang lain suatu kabar, kemudian ia berpaling dari orang yang dikabari tersebut maka kabar itu adalah amanah." [HR. At-Tirmidzi no. 1959 dan Abu Dawud no. 4868, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no. 1090]

Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi, makna berpaling yaitu si penyampai kabar tatkala hendak menyampaikan kabarnya menengok ke kanan dan ke kiri karena khawatir ada yang mendengar. Sikapnya memandang ke kanan dan ke kiri menunjukkan bahwa dia takut kalau ada orang lain yang ikut mendengar pembicaraannya, dan dia mengkhususkan kabar ini hanya kepada yang akan disampaikan kabar tersebut. Seakan-akan dengan sikapnya itu ia berkata kepada orang yang diajak bicara, "Rahasiakanlah kabar ini..!" [Lihat Tuhfatul Ahwadzi, VI/81 dan ‘Aunul Ma’bud, XIII/178]

Al-Munaawi rahimahullah berkata:

ﻓَﻠَﻴْﺲَ ﻛُﻞُّ ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻷَﻣْﻮَﺍﻝِ ﺃَﻣِﻴْﻨًﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻋَﻠَﻰﺍﻷَﺳْﺮَﺍﺭِ ﺃَﻣِﻴْﻨًﺎ. ﻭَﺍﻟْﻌِﻔَّﺔُ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﺄَﻣْﻮَﺍﻝِ ﺃَﻳْﺴَﺮُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻌِﻔَّﺔِ ﻋَﻦِ ﺇِﺫَﺍﻋَﺔِ ﺍﻟْﺄَﺳْﺮَﺍﺭِ

"Tidak setiap orang yang amanah menjaga harta juga amanah menjaga rahasia. Menjaga diri dari harta lebih mudah dari pada menjaga diri untuk tidak menyebarkan rahasia." (Faidhul Qodir 1/493, syarh hadits no .985)*


latestnews

View Full Version