View Full Version
Senin, 04 Apr 2016

Menikah dengan Mahar Segelas Air Mineral, Pernikahan Sah?

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Di Aceh, sepasang pengantin bernama Hari dan Rohani melangsungkan akad nikah dengan mahar segelas air putih pada 24 Maret 2016 lalu. Seperti yang dilansir forum.viva.co.id, pernikahan berjalan khidmat dan mengharukan.

 

Informasi dari foto yang diunggah pemilik akun bernama Purwanto, pernikahan tersebut  berlangsung di dalam masjid. Terlihat sebotol air mineral berada di depan pengantin pria. Selanjutnya pengantin perempuan terlihat tengah minum air mineral tersebut yang disaksikan oleh penghulu, wali, tamu undangan, dan para saksi. Ternyata, segelas air mineral tersebut adalah mahar pernikahan dari suaminya.

Namun kami belum temukan keterangan pasti tentang kebenaran mahar di pernikahan tersebut hanya segelas air mineral. Boleh jadi masih ada mahar yang lebih berharga lagi yang diberikan pengantin laki-laki ke istrinya.

Menyebut mahar dan menyerahkannya pada saat akad bukan syarat dan sah akad nikah. Akad nikah sah tanpa menyebut atau menyerahkan mahar di saat itu. Ini adalah madhab jumhur ulama. Namun mahar adalah kewajiban dalam pernikahan yang harus diberikan suami kepada istrinya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

 وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا

Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS. Al-Nisa’: 4)

Disebutkan dalam Bidayatul Mujtahid "Bahwa sesungguhnya tidak boleh menyetubuhi istri dengan meninggalkan mahar, berdasarkan firman Allah,

وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً

Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” (QS. Al-Nisa’: 4)

فَانْكِحُوهُنَّ بِإِذْنِ أَهْلِهِنَّ وَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ

 “Karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka dan berilah maskawin mereka menurut yang patut.” (QS. Al-Nisa’: 25)”

Tentang batasan minimal mahar, para ulama berbeda pendapat. Pendapat Imam Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan fuqaha’ Madina dari kalangan Tabi’in: tidak ada batasan minimalnya, setiap apa saja yang memiliki harga dan nilai untuk sesuatu atau bayaran maka boleh dijadikan mahar.

Mahar adalah murni hak wanita (istri) yang Allah wajibkan atas suaminya. Anggota keluarga si wanita tidak punya hak menggugurkannya. Si wanita berhak menuntut mahar tersebut. Suami tidak boleh memaksanya untuk tidak diberi mahar. Dan jika laki-laki menjadikan “tanpa mahar” sebagai syarat menikahinya lalu si wanita ridha dengan itu, syarat tersebut dihukumi batil karena saling ridha tidak menggugurkan apa yang Allah wajibakan.

Jika si pengantin wanita di Aceh tersebut ridha dengan mahar segelas air minum mineral dari suaminya, maka sah pernikahan mereka. Namun yang lebih utama, diadakan mahar dari sesuatu yang berharga bagi wanita. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version