View Full Version
Jum'at, 12 Dec 2014

Haram Menggunakan Atribut Natal dan Mengucapkan Selamat Natal

BANDUNG (voa-islam.com) - Beberapa waktu yang lalu Kementerian Agama melalui Direktur Jenderak Bimbingan Masyarakat Machasin, mengatakan bahwa seorang Muslim boleh menggunakan atribut natal, yang merupakan hari raya orang Kristen.

Tim voa-islam.com di Bandung, mencoba meminta tanggapan dari beberapa tokoh dan ustadz terkait pernyataan Machasin tersebut. Berikut ini tanggapan dari Ketua Pengurus Wilayah Pemuda Persis Jawa Barat Ustadz Syarif Hidayat, M.Pdi, mengenai penggunaan atribut natal dan hukum mengucapkan selamat natal.

Sahabat VOA-Islam...

Sangat tampak jelas, bahwa sesungguhnya seorang muslim HARAM ikut serta dalam perayaan dan peribadahan umat agama lain. Hal ini merupakan implementasi dari firman Allah Ta’ala sebagai berikut:

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)

Katakanlah: "Hai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." (Q.S. al-Kafirun, ayat 1-6)

Di dalam tafsirnya, ulama menjelaskan kandungan surah tersebut demikian:

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum Quraisy berusaha mempengaruhi Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dengan menawarkan kekayaan agar beliau menjadi seorang yang paling kaya di kota Makkah, dan akan dikawinkan dengan yang beliau kehendaki. Usaha ini disampaikan secara berkata, "Inilah yang kami sediakan bagimu hai Muhammad, dengan syarat agar engkau jangan memaki-maki tuhan kami dan menjelekkannya, atau sembahlah tuhan-tuhan kami selama setahun." Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjawab, "Aku akan menunggu wahyu dari Tuhanku." Ayat ini (Q.S. al-Kafirun, ayat 1-6) turun berkenaan dengan peristiwa itu sebagai perintah untuk menolak tawaran kaum kafir. Dan turun pula Surat al-Zumar ayat 64 yang berbunyi:

قُلْ أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَأْمُرُونِّي أَعْبُدُ أَيُّهَا الْجَاهِلُونَ [الزمر: 64]

Katakanlah: "Maka apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, hai orang-orang yang tidak berpengetahuan?"

sebagai perintah untuk menolak ajakan orang-orang bodoh yang menyembah berhala. (Diriwayatkan oleh al-Thabarani dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas – radhiyallâhu ‘anhumâ –)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kaum kafir Quraisy berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Sekiranya engkau tidak keberatan mengikuti kami (menyembah berhala) selama setahun, kami akan mengikuti agamamu selama setahun pula." Maka turunlah Surat Al Kafirun (Q.S. al-Kafirun, ayat 1-6). (Diriwayatkan oleh Abdurrazaq yang bersumber dari Wahb dan Ibnul Mundzir yang bersumber dari Juraij)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa al-Walid bin al-Mughirah, al-'Ashi bin Wa-il, al-Aswad bin Muthalib dan Umayyah bin Khalaf bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, "Hai Muhammad! Mari kita bersama menyembah apa yang kami sembah dan kami akan menyembah apa yang engkau sembah dan kita bersekutu dalam segala hal dan engkaulah pemimpin kami." Maka Allah menurunkan ayat ini (Q.S. al-Kafirun, ayat 1-6) (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa'id bin Mina)

Oleh karena itu, amat disesalkan Kementerian Agama melalui Dirjen Bimas Machasin mengeluarkan statement yang kontroversial seperti itu. Kita yakin beliau memahami benar kandungan ayat itu dan juga hadits yang melarang kita bertasyabbuh (menyerupai) kebiasaan (tradisi) keagamaan dari agama-agama lain, sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits berikut ini:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا –، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ». سنن أبي داود (4/ 44 رقم 4031) [حكم الألباني] : حسن صحيح

Dari Ibnu Umar – semoga Allah meridhai keduanya – ia berkata, "Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa bertasyabuh dengan suatu kaum, maka ia bagian dari mereka.’" (H.R. Abu Daud, Ahmad, al-Thabraniy, Abu Syaibah, dan yang lainnya. Syaikh Albani menilai hadits ini hasan shahĭh)

Atribut sebuah tradisi keagamaan memang belum tentu bagian dari ritual, namun demikian memakai atribut yang sama berarti menyerupai agama lain yang sebagaimana firman Allah di dalam Q.S. al-Kafirun dan sabda beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas, itu dilarang.

Oleh karena itu, kami menghimbau kiranya Menteri Agama tidak memengaruhi kaum muslim untuk bersikap ‘abu-abu’ dalam keyakinan dan Aqidah mereka. Hendanya kaum muslim bersikap keras dan tegas dalam membela keyakinan mereka dan jangan mudah terprovokasi oleh ide-ide yang notabene bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah. Kita harus setegas Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dalam menolak bujuk rayu orang-orang kafir untuk mencampuradukkan keyakinan dan keberagamaan kita.

Adalah bentuk toleransi kita untuk membiarkan mereka merayakan ritual keagamaannya dengan aman tanpa harus ikut serta merayakannya. Bukankah sikap seperti ini pernah pula diteladankan oleh Buya Hamka – rahimahullâh – ketika beliau menjabat Ketua MUI Pusat kala itu kendati akhirnya – demi keyakinan dan kebenaran Islam – beliau rela menanggalkan jabatannya itu, karena belaiu tetap mengharamkan ucapan selamat natal kepada kaum Nashrani, sampai akhir hayatnya.

Begitupun kita semestinya kita tiru teladan terbaik diatas dalam mewujudkan ukhuwah wathaniyyah tanpa mengorbankan Aqidah dan keimanan kita.

Alhasil, haram kita menggunakan atribut natal sebagaimana haramnya mengucapkan selamat natal kepada umat Kristiani. Wallâhu a’lam. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version