View Full Version
Rabu, 03 Jun 2015

Menlu Rusia Lavrov: Menjelang Ajal Rezim Bashar al-Asad

MOSKOW (voa-islam.com) - Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan bahwa kampanye AS dan koalisi Baat terhadap Daulah Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Irak dan Suriah adalah "kesalahan yang paling  buruk", tegasnya, Sesala, 2/6/2015.

Rusia tidak melawan tindakan koalisi internasional yang dipimpin AS dalam melawan ISIL, tapi pemboman daerah-daeah yang dikuasai  ISIS, dan tanpa persetujuan pemerintah  Damaskus adalah kesalahan, kata Lavrov.

"Sayangnya, ketika Amerika mengumumkan perang salib melawan ISIS di Irak dan Suriah, mereka tidak pernah datang ke Dewan Keamanan, mereka hanya mengumumkan bahwa pemerintah Irak memberi persetujuan," kata Lavrov di Bloomberg TV dalam sebuah wawancara, menurut berita RT, Selasa.

"Saya percaya itu adalah sebuah kesalahan. Saya berpikir bahwa hanya obsesi dari Presiden Suriah Bashar Assad, dan  tidak membawa dampak apapun yang baik dalam memerangi terorisme", ujarnya.

Dibagian lain,  Rusia dikabarkan menarik penasehat militer, mengevakuasi personel non-essensial, dan menyatakan tidak ada alternatif bagi rejim Suriah saat ini. Presiden Bashar Assad diramalkan segera ambruk.

Surat kabar Asharq Al-Awsat, mengutip pejabat senior negara-negara Teluk dan Barat, memberitakan Moskwa mulai meninggalkan dan malingkan muka dari rezim Syi'ah Alawiyyin yang dipiimpin Bashar al-Assad.

Koran berbahasa Arab terbitan London itu juga memberitakan Hizbullah dan pakar-pakar militer Iran telah meninggalkan arena perang Damaskus. Mereka meninggalkan ibu kota secara bersamaan. Bashar Assad kini relatif sedirian, dan hanya dikelilingi prajurit setia dari minoritas Syi'ah   Alawiyyin.

Analis politik Timur Tengah mengatakan perubahan sikap Rusia berkatian dengan tercapainya perundingan antara Moskwa dengan negara-negara Teluk. Rusia mendekati negara-negara Teluk untuk mencari dana, sehubungan kian berat penderitaan Moskwa akibat sanksi ekonomi Uni Eropa dan AS.

Alasan lain, tidak ada kemajuan yang diperlihatkan pasukan Bashar Assad selama empat tahun perang. Lebih setengah wilayah Suriah kini di bawah kendali ISIS. Lainnya di bawah pengaruh kelompok-kelompok pemberontak dan Al Qaeda.

Sumber di pihak oposisi Suriah mengatakan Rusia telah mengevakuasi 100 pejabat senior dan keluarganya melalui Bandara Latakia. Perwira Hizbullah dan Iran juga berada di bandara untuk terbang ke Lebanon dan Tehran.

Situs ynetnews memberitakan sebelumnya, Kamis (21/5), Ilyushin Il-76 membawa 66 warga Suriah -- bersama sejumlah warga negara lain -- ke Moskwa. Namun, Rusia sejauh ini belum mengeluarkan pernyataan resmi bahwa mereka telah menarik perwira militernya.

Sumber di kalangan oposisi mengatakan Rusia telah lama merencanakan akan menarik diri dari Suriah. Tiga bulan lalu, misalnya, Moskwa mengurangi staf Kedubes di Damaskus.

Moskwa secara sepihak membatalkan pembelian pesawat Sukhoi dan Rudal anti-pesawat terbang S-300. Padahal, kontrak pembelian telah ditanda-tangani sejak tahun pertama perang saudara.

Di Lebanon, surat kabar Al Nahar -- mengutip sumber-sumber diplomatik di Jenewa, memberitakan Rusia dan AS diam-diam berbicara serius soal masa depan Suriah. Keduanya sedang mencari formula yang tepat untuk Suriah, dengan memperhitungkan kepentingan pihak regional dan internasional; khususnya Turki, Iran, dan negara-negara Teluk, Minggu (31/5)

Surat kabar Al Hayat, mengutip sumber diplomat senior di negara-negara Teluk, memberitakan kali pertama Rusia bersedia berunding dengan AS soal Suriah. Sedangkan kantor berita Anatolia memberitakan setelah empat tahun berperang, rejim Bashar Assad kini hanya mengontrol delapan persen ladang minyak dan gas. ISIS menguasai 80 persen.

Sementara itu, menurut Observatory yang menangani hak-hak asasi manusia di Suriah, menyebutkan pasukan para pejuang dari berbagai kekuatan Mujahidin,  terus bergerak menuju Damaskus. Ini menandakan ajal Bashar al-Assad sudah semakin dekakt. (dk/dbs/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version