View Full Version
Rabu, 06 Mar 2013

Bahaya Merasa Aman dari Makar Allah

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah yang kita senantiasa memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Shalawat dan salam atas hamba dan utusan-Nya, Nabi Muhammad –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan papa sahabatnya.

Merasa aman dari makar Allah adalah salah satu perusak akidah dan mengurangi kesempurnaan tauhid. Yakni merasa sok tahu tentang rahasia Allah terhadap dirinya. Sehingga ia menjamin keselamatan dirinya di akhirat; semua amalnya diterima, semua dosanya diampuni, dan mati di atas husnul khatimah. Ini bisa terjadi disebabkan karena kejahilan atau tertipu oleh amal-amal baik yang telah dikerjakannya.

Makar adalah rencana buruk tersembunyi yang ditimpakan kepada seseorang yang menjadi objek tanpa sepengetahuannya. Maka makar Allah adalah rencana buruk yang Allah jalankan terhadap manusia tanpa mereka sadari. Makar ini sebagai realisasi terhadap kekuasaan-Nya di alam raya dan kesempurnaan hikmah-Nya. Hakikatnya ini baik dan terpuji bagi Allah sebagai kesempurnaan kekuasaan dan keadilan-Nya, walaupun buruk atas orang yang tertimpa.

Ibnul Qayyim dalam al-Fawaid (hal. 160) berkata: Adapun makar yang Allah sifatkan pada diri-Nya adalah balasan dari-nya kepada orang-orang yang berbuat jahat kepada para wali dan utusan-Nya, lalu Allah membalas makar mereka yang buruk dengan Makar-Nya yang bagus. Sehingga makar mereka adalah seburuk-buruknya makar, sedangkan makar dari Allah adalah sebagus-bagusnya makar, karena ia bentuk keadilan dan balasan."

Beliau menambahkan, bahwa para wali Allah harus takut terhadap makar-Nya. Mereka takut kalau Allah meninggalkan mereka karena sebab dosa dan kesalahan yang diperbuat sehingga mereka akan binasa. Mereka takut terhadap doa-dosa mereka dan berharap terhadap rahmat-Nya.

Syaikh Ibnu Bazz berkata, "Merasa aman dari makar Allah bentuknya seseorang hatinya tenang-tenang saja dan tidak takut kepada hukuman Allah. Bahkan saat ia bermaksiat dan berbuat buruk merasa aman dari hukuman Allah dengan cuek dan tidak takut hukuman Allah, ini bisa terjadi disebabkan kejahilannya atau tertipu karena merasa dirinya muwahhid (seorang ahli tauhid) sementara maksiat tidak berpengaruh sedikitpun padanya; atau karena sebab lain yang memperdayakannya (berbuat durhaka) terhadap Allah sehingga gampang sekali berbuat maksiat dan merasa aman dari hukuman Allah, tidak takut kepada hukuman terebut."

Jika dirinci ada empat macam bentuk merasa aman dari makar Allah ini: Pertama, tenang-tenang saja dalam menjalani hidup dan tidak takut terhadap hukuman Allah. Jika tidak mau shalat maka ringan ia tinggalkan, jika mau maksiat gampang ia jalankan tanpa beban. Ini biasanya disebabkan kejahilan.

Kedua, tertipu; merasa dirinya orang yang akidahnya kuat, ibadahnya benar, dan manhajnya lurus sehingga ia merasa semua ibadahnya diterima dan dosa-dosanya terampuni sehingga saat ia bermaksiat tak terlalu mengganggu keimanannya.

Ketiga, menggampangkan Allah Subhanahu wa Ta'ala; ia bermaksiat dengan niatan untuk taubat sesudahnya. Sehingga ringan berbuat durhaka dan menggampangkan taubatnya.

Ismail bin Rafi' berkata, "Termasuk merasa aman dari makar Allah adalah seorang hamba mengerjakan dosa dengan berharap ampunan kepada Allah." (Riwayat Ibnu Abi Hatim)

Keempat, istidraj; seseorang mendapat dunia yang melimpah dengan bermaksiat kepada Allah dan jauh dari ajaran agama-Nya. Ia merasa sebagai orang yang baik dan berada di atas kebenaran dengan banyaknya dunia tersebut. Sehingga enggan menyambut seruan dakwah Islam dan menerapkan syariatnya.

Hukum Merasa Aman dari Makar Allah

Merasa aman dari makar Allah termasuk dosa besar yang akan merusak kesempurnaan tauhid. Terdapat ancaman cukup keras terhadap perbuatan ini, karena dampaknya sangat hebat, yaitu seseorang akan terus menerus dalam kesesatan dan maksiatnya. Atau terlalu berbangga dengan amalnya sehingga ia lupa kepada Allah (kuasa-Nya) dan tidak bersandar kepada-Nya. Akibatnya, ia yang sombong dan tidak sopan kepada Allah serta tidak merendahkan diri kepada-Nya.

Allah Ta'ala berfirman,

أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ

"Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi." (QS. Al-A'raf: 99)

Disebutkannya ayat ini sesudah ayat yang menerangkan kaum yang mendustakan Allah menunjukkan bahwa yang mendorong mereka untuk melakukan itu adalah merasa aman dari makar Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak takut kepada-Nya. "Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain?Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi." (QS. Al-A'raf: 97-99)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa'di dalam tafsirnya berkata, "Di dalam ayat yang mulia ini terdapat takhwif (ancaman) yang sangat atas hamba bahwa ia tak pantas untuk merasa aman dengan iman yang sekarang ada padanya. Tetapi ia harus senantiasa takut dan khawatir kalau Allah mengujinya dengan satu ujian yang merampas iman dari dirinya. Ia harus terus berdoa dengan ucapan,

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ

"Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu." Juga beramal dan melakukan sebab yang menyelamatkannya dari keburukan saat terjadi fitnah. Karena sesungguhnya seorang hamba –setinggi apapun keadaannya- tidak yakin (memastikan) selamat."

Diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'Anhuma, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah ditanya tentang dosa-dosa besar, lalu beliau menjawab,

اَلشِّرْكُ بِاللهِ، وَالْيَأْسُ مِنْ رَوْحِ اللهِ ، وَالْأَمْنُ مِنْ مَكْرِ اللهِ

"Menyekutukan Allah (Syirik), berputus asa dari rahmat Allah, dan merasa aman dari makar (tipu daya) Allah." (HR. Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya dan al-Bazzar)

Di antara ulama yang menyebutkannya sebagai dosa besar adalah Imam al-Dzahabi dalam kitabnya "Al-Kabair", pada urutas dosa besar yang ke 68, begitu juga Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyaim serta ulama-ulama lainnya.

Sifat Kaum Mukminin

Orang-orang mukmin yang kenal Rabb-nya akan bersegera kepada ketaatan dan kebaikan. Kemudian mereka barengi semua itu dengan rasa takut kepada Allah dan rencana tersembunyi-Nya; kalau ternyata ada syarat amal yang masih kurang sehingga tidak akan diterima oleh Allah. Allah Subhanahu wa Ta'ala sebutkan tentang mereka,

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ

"Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya." (QS. Al-Mukminun: 60-61)

'Aisyah Radliyallaahu 'Anha berkata, “Aku telah bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam tentang ayat ini, apakah mereka orang-orang yang minum khamer, pezina, dan pencuri? Beliau  menjawab, “Tidak, wahai putri al-Shiddiq. Mereka adalah orang-orang yang berpuasa, menunaikan shalat dan shadaqah namun mereka takut kalau amalnya tidak diterima.” (HR. al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad. Dishahihkan Syaikh al-Albani)

Al-Hasan al-Bashri berkata, "Orang beriman adalah orang mengerjakan ketaatan dengan disertai rasa takut dan khawatir. Sedangkan orang fajir (pendosa) adalah orang yang mengerjakan maksiat dengan disertai rasa aman (dari siksa Allah)."

Dalam berkataan beliau yang lain, "orang beriman menggabungkan antara berbuat baik dan takut; sedangkan orang kafir menggabungkan perbuatan buruk dan merasa aman."

Ibnu Mas'ud berkata: Sesungguhnya orang mukmin melihat dosa-dosanya seperti ia berada di bawah gunung yang takut akan tertimpa olehnya. Dan sesungguhnya seorang fajir (pendosa) melihat dosa-dosanya seperti lalat yang hinggap di hidungnya lalu ia lakukan seperti ini –mengibaskan tangannya di hidungnya- lalu lalat itupun terbang." (HR. Al-Bukhari dan al-Tirmidzi)

Al-Subki dalam Thabaqaat al-Syaafi'iyyah al-Kubra berkata: Para Nabi 'Alaihimus Salam mengetahui bahwa mereka telah aman dari siksa Allah bersamaan dengan hal itu mereka adalah orang-orang yang paling besar rasa takutnya; begitu juga sepuluh orang yang dipersaksikan masuk surga. Umar Radhiyallahu 'Anhu berkata: kalau saja satu kakiku sudah berada di dalam surga sedangkan kaki yang lain masih berada di luarnya maka aku tidak merasa aman dari makar Allah."

Penutup

Merasa aman dari makar Allah adalah salah satu sebab utama seseorang menjadi manusia merugi. Ia ringan mengerjakan maksiat dan dosa tanpa merasa akan ada perhitungan terhadap tindakannya itu. Sehingga ia santi saja dalam meninggalkan perintah atau menerjang larangan tanpa pernah takut kepada Allah dan siksa-Nya.

Merasa aman dari makar Allah juga bisa menimpa ahli ibadah dan orang shalih. Ia yakin semua itu benar-benar diterima dan terlalu bersandar kepada amalnya tersebut. Sehingga ia lalai untuk berdoa dan minta ampun. Ini juga bisa menimbulkan sikap tidak sopan kepada Tuhan-nya, seolah-olah ia telah menunaikan hak-hak Allah dengan sempurna dan layak menuntut pahala dari Allah. Padahal, diterimanya amal hamba itu semata-mata karena kemurahan Allah Ta'ala.

Hamba Allah yang baik adalah mereka yang benyak amal shalih dan ketaatannya, namun ia iringi semua itu dengan perasaan takut dan rendah diri di hadapan Allah. Karena ia tak pernah yakin pasti bahwa amalnya diterima –bahkan memandang amalnya tak layak diterima-, dosa-dosanya belum terampuni, dan tidak ada jaminan atasnya meninggal di atas iman. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version