View Full Version
Senin, 08 Apr 2013

Mengapa Kita Harus Menolak Kontes Kecantikan?

Mengapa Kita Harus Menolak Kontes Kecantikan?

Oleh: Ishmah Rafidatuddini

26 Jumadil ‘Ula 1434

SEJARAH KONTES KECANTIKAN

Kontes kecantikan modern pertama kali digelar di Amerika pada tahun 1854. Namun, kontes ini ternyata diprotes masyarakat Amerika hingga akhirnya kontes tidak berlanjut. Dan uniknya panitia kontes kecantikan pertama di dunia tersebut sebelumnya sukses menggelar kontes kecantikan anjing, bayi, dan burung. Lalu sukses kontes kecantikan hewan tersebut tersebut diuji-coba untuk manusia. 

Pagelaran kontes kecantikan di dunia tidak serta-merta mati. Pada sekitar tahun 1951 di Inggris, Eric Morley menggelar kontes kecantikan internasional untuk pertama kali.

Kontes ini berawal dari festival lomba yang bernama Festival Bikini Contest, kemudian berganti nama menjadi Miss World. Jadi, Miss World adalah kontes kecantikan termasyhur yang tertua di dunia.

Namun beberapa tahun kemudian Eric Morley meninggal sehingga pagelaran tersebut diteruskan istrinya hingga muncul konsep 3B yakni Brain (kecerdasan), Beauty (kecantikan), dan Behavior (Kepribadian).

Konsep 3B ini sebenarnya hanya untuk memoles kontes kecantikan agar diterima banyak kalangan, karena saat itu masih banyak pihak menolak kontes tersebut, bahkan hingga sekarang.

Penyebabnya tentu saja karena kontes kecantikan dinilai hanya mengekploitasi perempuan. Hingga saat inipun kontes kecantikan masih ditolak para aktivis perempuan di beberapa negara.

Setelah Inggris cukup sukses menggelar kontes kecantikan lalu sukses tersebut merambat ke Amerika meski sebelumnya publik sempat melakukan protes. Pada tahun 1952 sebuah perusahaan pakaian dalam di Amerika mencoba untuk mencari cara mempromosikan produknya dengan menggelar Miss Universe.

Tentu para peserta wajib berbusana bikini agar menarik minat pembeli pakaian dalam tersebut. Pada tahun 1996 Donald Trump membeli hak kontes tersebut untuk ditayangkan di sebuah televisi.

Sementara Indonesia baru ikut-ikutan kontes kecantikan kelas dunia pada tahun 1982 dengan mengirimkan wakilnya, yakni Andi Botenri, secara diam-diam karena di dalam negeri kontes kecantikan semacam itu masih banyak pihak yang menolak.

Tahun berikutnya, 1983, Titi DJ dikirim diam-diam untuk mewakili Indonesia dalam kontes Miss World di London Inggris. Pengiriman diam-diam tersebut dilakukan karena sebelumnya Dr. Daoed Joesoef, saat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 1977-1982, menyatakan secara terbuka penolakannya terhadap segala jenis pemilihan kontes kecantikan.

Daoed Joesoef menilai kontes kecantikan hakikatnya adalah sebuah penipuan dan pelecehan terhadap perempuan. Kontes kecantikan hanya untuk meraup keuntungan bisnis perusahaan kosmetika, pakaian renang, rumah mode, atau salon kecantikan, yang bertujuan mengeksploitasi kecantikan perempuan sebagai primitive instinct dan nafsu dasar laki-laki, serta kebutuhan akan uang untuk hidup mewah. Ia menolak habis-habisan kontes kecantikan, meski dirinya lulusan luar negeri yang berpandangan liberal.

Walaupun ada penolakan di dalam negeri, kontes kecantikan tetap digelar untuk pertama kali pada hari ulang tahun Jakarta ke 441 pada 22 Juni 1968 dengan peserta hanya 36 orang dan yang terpilih sebagai None Jakarta yaitu Riziani Malik.  

Indonesia baru memiliki kontes kecantikan secara nasional pada tahun 1992 yang digelar oleh Yayasan Puteri Indonsia dengan sponsor pabrikan kosmetik. Seperti dikatakan Menteri Daoed Joesoef, kontes kecantikan selalu berbanding lurus dengan bisnis.[1]

Pada tahun 1992, kontes kecantikan nasional bertitel Puteri Indonesia diizinkan pemerintah karena masih dianggap sopan. Namun sejak tahun 1997 kontes Puteri Indonesia dilarang Presiden Soeharto karena ajang pamer aurat itu disalahgunakan penyelenggara. Ini terjadi karena setahun sebelumnya, penyelenggara secara diam-diam menjadikan kontes tingkat nasional tersebut sebagai ‘batu loncatan’ untuk mengirim pemenangnya, yaitu Alya Rohali untuk mengikuti kontes Miss Universe 1996.

Suasana berubah justru ketika tahun 2000, di masa pemerintahan Gus Dur, kontes Puteri Indonesia kembali diizinkan, namun pemenangnya tidak dikirim ke kontes Miss Universe maupun Miss World. Kebijakan ini tetap dipertahankan sewaktu Megawati memimpin negara ini.

Sungguh patut disayangkan, setelah SBY berkuasa di Istana Negara, pemenang kontes Puteri Indonesia tidak dilarang, bahkan cenderung didukung untuk mengikuti kontes pamer aurat sejagad. [2]

MENGAPA HARUS DITOLAK?

Kontes kecantikan, apapun namanya, Miss World, Miss Universe, Miss Indonesia, Puteri Indonesia, None Jakarta, Putri Solo, Miss Hijab, dan seterusnya, layak untuk ditolak karena berbagai alasan.

1. Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk Menutup Aurat dan Menahan Pandangan

“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang Mukmin: ‘Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al Ahzab: 59)

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.’” (QS An Nur: 30-31)

2. Perintah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk Menahan Pandangan

Dari Buraidah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Wahai ‘Ali, janganlah kamu mengikutkan pandangan dengan pandangan. Sesungguhnya bagimu hanyalah pandangan yang pertama, dan bukan yang setelahnya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2777, Abu Dawud no. 2149, hasan)

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Telah dituliskan atas Bani Adam bagian dari zina yang pasti ia melakukannya, tidak bisa tidak. Maka, zina kedua mata adalah melihat (yang diharamkan), zina kedua telinga adalah mendengar (yang diharamkan), zina lisan adalah berkata-kata (yang diharamkan), zina tangan adalah memegang (yang diharamkan), zina kaki adalah melangkah (ke tempat yang diharamkan), hati berkeinginan dan berangan-angan, dan kemaluan membenarkan itu semua atau mendustakannya.” (HR Al Bukhari no. 6243 dan Muslim no. 2657, dan ini adalah lafazh Muslim)

3. Tabarruj (Berhias) Seperti Orang Jahiliyah

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)

4. Tasyabbuh (Meniru) pada Orang Kafir

Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash Radhiyallahu Anhu, dia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ‘Bukan termasuk golongan kami orang yang menyerupai kaum selain kami.’” (HR. At Tirmidzi no. 2695)

Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'Anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”. (HR. Abu Daud no. 4031, shahih)

Dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Kalian pasti akan mengikuti langkah-langkah orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal atau sehasta demi sehasta, sampai walaupun mereka masuk ke dalam lubang biawak, kalian pun memasukinya.” Para shahabat bertanya: “Apakah yang dimaksud adalah Yahudi dan Nashara?” Beliau menjawab: “Siapa lagi (kalau bukan mereka)?” (Muttafaqun ‘Alaihi)

5. Simbol Penjajahan atas Budaya Indonesia dan Agama Islam

Dalam The Protocols of The Learned Elders of Zion pasal 13-14, yang dianggap data otentik rencana kaum Yahudi Zionis membentuk Tata Dunia Baru disebutkan, “Kita dirikan sebanyak mungkin tempat pembangkit maksiat. Kita juga perbanyak reklame di koran atau majalah, guna menyeru mereka agar masuk dalam arena kontes Ratu Kecantikan, atau berkedok kesenian dan olahraga. Hiburan semacam itu akan banyak melalaikan mereka dari mengurusi permasalahan kita, yang mungkin akan membuat pertentangan antara kita dan mereka. Apabila dunia telah dikuasai, maka tidak dibenarkan agama-agama selain Yahudi untuk berkembang. Karena kitalah bangsa termulia dan agama Yahudi adalah agama pilihan Allah.”

Kontes kecantikan merupakan salah satu bentuk Westernisasi. Kita masih ingat seorang Puteri Indonesia 2009 asal Aceh yang pernah menyatakan minta izin untuk tidak pakai jilbab kepada ulama Aceh. Ini menunjukkan bahwa Westernisasi itu berhasil. Untuk jadi puteri tercantik, maka harus menyingkirkan dulu jilbab. Poin ini mereka sudah berhasil. Poin selanjutnya, memperkenalkan acara pamer aurat itu kepada para wanita Muslimah, agar pemikiran mereka bisa sedikit "terbuka" menerima perkembangan zaman dalam hal mode, busana, umbar aurat, dan lain-lain. Poin, berikutnya adalah harapan kepada negeri-negeri mayoritas Muslim untuk bisa menerima acara semacam ini. Memberi keluasan, agar dakwah Westernisasi ini bisa tersampaikan kepada seluruh kaum Muslimin.[3]

6. Menjadikan Perempuan sebagai Komoditas Ekonomi

Dalam pandangan Barat, mereka memandang perempuan dengan pandangan terbuka. Hingga terbuka segala-galanya, pakaiannya, dan auratnya dilihat sebagai simbol keindahan. Padahal inilah simbol kebinatangan. Ideologi kapitalisme telah menjerat perempuan sebagai mahkluk cantik yang dipertontonkan, padahal sungguh (secara tidak sadar) itu adalah simbol penghinaan.

Kontes kecantikan menjadikan perempuan dan tubuhnya sebagai barang dagangan di atas panggung, catwalk, majalah, koran, dan televisi. Kecantikan dan tubuh perempuan peserta kontes dijadikan alat promosi industri rating media, industri alat komestik, dan industri fashion.

7. Dusta Konsep 3B (Brain, Beauty, and Behavior)

Konsep 3B dalam kontes kecantikan, yakni Brain (kecerdasan), Beauty (kecantikan), dan Behavior (kepribadian), adalah konsep dusta untuk membungkus kontes semacam ini agar diterima masyarakat. Kita akan bertanya-tanya, dalam kontes yang hanya dilakan beberapa hari, bagaimanakah menilai kecerdasan, kecantikan, dan kepribadian? Apakah ada tes IQ atau ujian Matematika? Tidak. Yang dinilai hanyalah 1 konsep saja, yakni kecantikan. Meskipun para juri mengatakan bahwa para kontestan dinilai dengan konsep 3B, mengapa para finalis tetaplah mereka yang cantik dalam pengertian umum saja?

8. Merusak Tatanan Sosial dan Rumah Tangga

Adalah QS, pemenang kontes kecantikan Putri Indonesia 2009. Demi memenangkan kontes kecantikan tersebut, ia mengaku sengaja melepaskan kerudung yang sebenarnya wajib dikenakannya sebagai Muslimah sekaligus wakil Propinsi Nangroe Aceh Darussalam. Setelah memenangkan kontes kecantikan tersebut dan menjalankan “tugas” sebagai Putri Indonesia, ia mulai lupa kehidupan normalnya sebagai seorang anak. Tenggelam dalam kesibukannya sebagai seorang Putri Indonesia, pihak keluarga pun mulai was-was dan curiga.

Pasalnya sang anak terjerat dalam dunia kesyirikan. Saat itu, QS mulai gemar semedi dan membakar dupa. Ibunya mengatakan bahwa QS melakukan ritual melepaskan belut dan kura-kura, dilepas di sungai yang mengalir, serta melepas burung pipit. Kekhawatiran pihak keluarga tidak dihiraukan oleh sang anak, bahkan ditanggapi secara negatif. Kemudian, akibat beban mental yang semakin berat, sang ibu pun harus tega memutuskan tali keluarga dengan si buah hati.

Kisah ini berulang pada Miss Indonesia 2011, AHIY. Aktifitas dan kegiatan bebas di luar rumah paska terpilihnya sebagai Miss Indonesia, membuat keluarganya resah. Apalagi sang putri masih berumur belia yaitu 21 tahun. Sang ayah sudah berusaha keras menasehatinya untuk mengembalikan si anak hilang ke rumah. Namun, tanpa diduga sikap yang ditunjukkan oleh putri tercinta di luar prediksi, karena jelas-jelas tidak menerima nasehat orang tuanya. Sehingga dengan berat hati, sang ayah pun mengumumkan secara resmi lewat media ibukota tentang pumutusan hubungan keluarga antara si anak dengan orang tuanya.[4]

9. Pintu Menuju Kemaksiatan yang Lain

Ada sebagian orang yang beralasan bahwa kontes-kontes kecantikan yang diselenggarakan di Indonesia masih dalam batas-batas kesopanan, di antaranya peserta masih diperbolehkan untuk berjilbab, tidak diselenggarakan kontes bikini, masih menjaga adab-adab ke-Timur-an, dan seterusnya. Mereka bisa memberikan argumentasi demikian, tapi mereka lupa bagaimana sejarah kontes kecantikan ini di Indonesia.

Pertama kali kontes-kontes semacam ini “hanya” untuk bertujuan untuk mencari duta wisata, kemudian tahun demi tahun berlanjut hingga akhirnya setelah kontestan dari Indonesia mengikuti kontes ini di luar negeri, wakil dari Indonesia mulai mengenakan bikini. Kemudian akhirnya, Indonesia pun menjadi lokasi dan penyelenggara kontes ini, meskipun konon tanpa bikini. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi dalam kontes-kontes kecantikan selanjutnya.

Dari Sahl bin Sa’ad berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Hati-hatilah terhadap dosa-dosa kecil. Hal itu tidak ubahnya seperti sekelompok orang yang turun ke sebuah lereng gunung. Mereka masing-masing membawa sebatang ranting kayu sehingga dengan ranting-ranting kayu itu bisa mereka masak roti. Dosa-dosa kecil kapan saja di lakukan oleh seseorang ia akan menjadi celaka.” (HR Ahmad)

PARIWISATA SEBAGAI ALASAN

Belakangan, sejumlah pejabat tinggi di negeri ini mengatakan bahwa penyelenggaraan kontes kecantikan di sejumlah tempat di Indonesia bertujuan untuk menarik wisatawan dalam negeri dan luar negeri. Pendapatan dari pariwisata ini tentunya akan digunakan untuk membiayai dan membangun negara Indonesia.

Cukuplah nasihat Sayyid Quthb dalam Risalah ila Ukhti Muslimah, sebagai pengingat, “Sulit sekali rasanya aku akan membayangkan bagaimana mungkin kita akan mencapai tujuan mulia dengan menggunakan cara hina. Sungguh tujuan yang mulia tidak bisa hidup kecuali dalam hati yang mulia. Lalu bagaimana mungkin hati yang mulia itu akan sanggup menggunakan cara yang hina?

Dan lebih jauh dari itu bagaimana mungkin ia menemukan cara yang hina itu? Ketika kita akan mengarungi telaga berlumpur ketepi sana, pastilah kita akan mencapai pantai dengan berlumuran lumpur pula. Lumpur-lumpur jalanan itu akan meninggalkan bekas pada kaki kita, dan pada jejak keki kita. Begitu pula kalau kita menggunakan cara hina, najis-najis itu akan menempel pada ruh kita, akan membekas pada ruh itu dan pada tujuan yang telah kita capai juga.

Sebenarnya cara dalam ukuran ruh, merupakan bagian dari tujuan. Dalam alam ruh, tidak ditemukan perbedaan dan pemisahan antara keduanya. Hanya perasaaan manusiawi sajalah yang tidak akan sanggup menggunakan cara hina untuk mencapai tujuan yang mulia. Dan dengan sendirinya pula ia akan terhindar dari teori “tujuan menghalalkan cara”. Teori itu merupakan hikmah terbesar bangsa Barat, karena bangsa Barat itu hidup dengan akalnya, dan dalam keadaan demikianlah ditemukan perbedaan dan pembagian antara cara dan tujuan.” [Ahmed Widad]



[1] Didik Wahyudi, Ritus Gagal Kontes Kange-Yune

[2] Muhammad Nurhidayat, Miss Universe dan Bahaya “Teroris” Moral

[3] Anshari Taslim.

[4] Masykur A. Baddal, Miss Indonesia, Antara Privasi dan Anak Durhaka


latestnews

View Full Version