Siaran Pers
SBY harus Pecat Dirut Pertamina Terkait Kenaikan LPG Non Subsidi dan Berantas Mafia Gas
PT Pertamina (Persero) per 1 Januari 2014 menaikkan harga elpiji nonsubsidi tabung 12 kg sebesar 68 persen. Dan besaran kenaikan di tingkat konsumen itu akan bervariasi berdasarkan jarak stasiun elpiji ke titik serah (supply point). Dengan kenaikan Rp 3.959 per kg tersebut, maka kenaikan harga per tabung elpiji 12 kg mencapai Rp 47.508. Sebelum kenaikan, harga elpiji 12 kg adalah Rp 5.850 per kg atau Rp 70.200 per kg, yang berlaku sejak 2009. Dengan demikian, harga elpiji 12 kg akan menjadi Rp 117.708 per tabung.
Kenaikan harga elpiji non susbsidi beerukuran 12 Kg oleh Pertamina didasarkan pada kerugian yang terus ditanggung oleh Pertamina setiap tahunnya. Menurut Pertamina "Sepanjang tahun 2013 ini Pertamina rugi Rp 5,7 triliun - Rp 6 triliun, kerugian Pertamina di elpiji 12 kg. Kenaikan harga elpiji 12 KG menurut Pertamina , hanya dalam satu tahun dengan mengubah pola distribusinya, hanya menurunkan kerugian Rp 300 miliar.
Tentu saja ini menjadi tanya besar terhadap pengolahan Pertamina dalam mengelolah produksi Gas non subsidi yang terus merugi dan patut diduga bahwa ada ketidak efisienan Pertamina dalam mengelolah produksi elpiji yang berukuran 12 kg dan ini juga menunjukan kegagalan Direktur Utmana Pertamina dalam upaya melakukan program Transformasi di Pertamina agar dapat menciptakan ketersedian energy atau elpiji murah non susbsidi bagi masyarakat.
Sampai saat ini tidak ada satupun lembaga independent yang megetahui berapa sebenarnya biaya pokok produksi yang dikeluarkan Pertamina untuk memproduksi gas elpiji non subsidi ukuran 12 kilogram tentu saja kenaikan harga elpiji 12 KG dan ketidak efisienan Pertamina dalam meem produksi Elpiji ukuran 12 Kg oleh Pertamina bisa jadi ulah para Mafia Gas yang ada di Pertamina.
Ada yang mejadi ukuran sebagai benchmark dalam menentukan harga elpiji ukuran 12 kilogram non subsidi yaitu harga elpiji nonsubdidi ukuran 12 kg di negara tetangga yaitu Malaysia dijual hanya harga sebesar 20 ringgit atau setara dengan 70 ribu rupiah kepada masyarakat Malaysia sehingga kenaikan harga elpiji oleh Pertamina yang mencapai harga 120 ribu hingga 200 ribu dipasaran tidak dapat diterima begitu saja .apalagi kalau dengan alasan kenaikan harga gas elpiji didasari oleh kurs rupiah yang semakin melemah sebabringgit pun mengalami pelemahan.
Kenaikan harga elpiji 12 Kg juga akan berdampak negative bagi ketersediaannya gas elpiji subsidi ukuran 3 KG dimana akan terjadi pemidahan isi dari tabung gas subsidi oleh agen agen nakal yang didukung oknum Pertamina ke dalam tabung berukuran 12 kg , yang akhirnya dari sisi kertersediaan gas elpiji subsisdi akan hilang dari pasaran serta keamanan pengunaan tabung gas elpiji berukuran 3 kg dan 12 kg akan berdampak pada keselamtan penguna karena ada kerusakan jika dilakukan pemindahan tanpa melalui pabrikan.
Kenaikan gas elpiji 12 KG jelas akan sangat memberi dampak kepada ekonomi masyarakat yang kan semakin menurunkan daya beli masyrakat apalagi masyarakat baru saja dibebanin oleh beratnya beban ekonomi akibat kenaikan harga BBM dan tariff dasar listrik.
Kenaikan harga gas elpiji juga akan semakin memicu kenaikan inflansi serta harga harga makanan produksi pabrikan dan harga harga makan dari sector usaha kecil menengah yang akhirnya akan berimbas kalah bersaing dari makanan makanan import dari China,Thailand dan Malaysia.
Kenaikan harga LPG 12 KG yang tidak dikonsultasikan pada pemerintah dalam hal ini president SBY adalah bentuk dari pembangkangan Direktur Utama Pertamina kepada pemerintah khusunya SBY.
Dari hal diatas maka Federasi serikat pekerja BUMN Bersatu memberikan beeberapa seruan dan langkah yaitu sebagai berikut :
1. Kenaikan harga LPG 12 KG yang tidak dikonsultasikan pada pemerintah dalam hal ini president SBY adalah bentuk dari pembangkangan Direktur Utama Pertamina kepada pemerintah khusunya SBY padahal Pertamina adalah salah satu BUMN Strategis yang dalam proses pengangkatan dan pemberhentian jajaran komisaris dan direksinya harus disetujui oleh President
2. Mendesak President SBY dan Meneg BUMN Bersatu untuk mencopot Direktur Utama Pertamina akibat pembangkangan dan ketidakmampuan melakukan efisiensi dalam memproduksi Gas Elpiji Non Subsidi dan memberantas mafia gas dalam tataniaga gas yang diselengarakan oleh Pertamina
3. Mendesak BPK untuk secara serius melakukan audit terhadap Pertamina terkait kerugian secara terus menerus dalam memproduksi elpiji non subsidi yang dianggap tidak wajar dan diduga adanya penyelewengan dan korupsi dalam menentukan biaya pokok produksi elpiji non subsidi
4. Mendesak Komisi Pemberntasan Korupsi untuk bekerjasama dengan BPK untuk melakukan audit ulang terkait adanya dugaan korupsi dalam memproduksi elpiji ukuran 12 KG non subsidi .
5. Mendesak Polri untuk mengawasi terjadinya pemindahan gas dari tabung gas bersubsidi ukuran 3 kg ke tabung gas 12 kg non subsidi terkait kenaikan harga gas elpiji non subsidi di setiap SPBE dan agen agen gas
6. Terkait UU Keterbukaan Publik dimana Pertamina yang merupakan BUMN menjadi rana Undang-undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang harus memberikan Informasi kepada public terkait biaya pokok produksi gas elpiji non subsidi, pasokan gas, distributor dan tata niaga gas maka FSP BUMN Bersatu akan melayangkan surat ke Pertamina, Menteri ESDM, Meneg BUMN untuk meminta informasi terkait kenaikan harga elpiji non subsidi
7. FSP BUMN Bersatu juga akan mengalang berbagai jaringan Ormas, LSM, Mahasiswa, serikat pekerja untuk menolak kenaikan Gas elpiji non subsidi
8. Mendesak DPR RI untuk melakukan panja terkait terus meruginya Pertamina dalam memproduksi gas elpiji ukuran 12 kg non subsidi
Komite Pimpinan Pusat
Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu
Jakarta 05 Januari 2014
Arief Poyuono,SE Satya Wijayantara
Ketua Umum Sekretaris Jendral
Hp:0811996229