View Full Version
Kamis, 23 Jan 2014

Renungan Banjir Jabodetabek: Sebuah Teguran dari Allah atas Penyimpangan Pemimpin

Lembayung pagi berterik gumpalan awan, menutup senyum mentari yang menawan, dalam fenomena curahan hujan, yang memancar perlahan menawan namun berbuah penderitaan.

Selang beberapa lama sudah musibah banjir melanda IbuKota dan sekitarnya. Curahan hujan turun bak sumber mata air yang mengisi kekosongan dan kehampaan bumi yang diisi makhluk-makhluk-Nya; yang durjana maupun orang-orang yang beriman.

Pada dasarnya, Air hujan Allah turunkan sebagai rahmah dari-Nya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala,

اللّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقاً لَّكُمْ وَسَخَّرَ لَكُمُ الْفُلْكَ لِتَجْرِيَ فِيالْبَحْرِ بِأَمْرِهِ وَسَخَّرَ لَكُمُ الأَنْهَارَ

“-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan (air hujan) itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.” (QS. Ibrahim: 32) dan maish banyak ayat-ayat serupa yang menggambarkan bahwa hujan –asalnya- adalah rahmat untuk penduduk bumi.

Problem! Sebagaimana kita ketahui, pada 2014 ini cikal bakal perhelatan akbar pesta demokrasi yang akan mempertaruhkan nasib seluruh rakyat Indonesia, bakal digelar bulan Juni, yaitu pilpres (pemilihan presiden) 2014.

Sebagaimana kita ketahui pula, bahwa pesta demokrasi selalu memerlukan biaya yang sangat tinggi. Bukan hanya jutaan rupiah, bahkan bisa milyaran bhakan triliunan. Oleh karena itu, segala macam aktifitas untuk memperebutkan kursi panas no.1 di RI ini, bakal digelar bahkan sudah diancang-ancang terlebih dahulu sebelum 2014. Partai-partai politik praktis siap dengan segala macam "tetek bengek", jargon-jargon, statement partai, motto, para caleg, bahkan mereka yang masuk dalam kualifikasi partai rela merogoh kocek yang tidak sedikit demi mendapat simpati rakyat, walaupun pada kenyataannya tidak merubah keadaan rakyat. Bukti di lapangan, aliran dana partai hanya dihamburkan untuk acara-acara seremonial demi merebut suara terbanyak dan simpatisan masyarakat.

Pada faktanya, justru pemilih yang lebih memilih 'untuk tidak memilih' alias golput setiap tahun semakin meningkat, karena ketidakpercayaan kepada para pemegang amanah/kepemimpinan di negeri ini. Namun tetap saja harus terjadi pemilihan presiden (ranah eksekutif), yang akan memikul beban (baca : mikul fulus) untuk menjalankan UU dan UUD yang telah disepakati DPR (baca : Dewan Pemungut Rupiah) yang mengatasnamakan "wakil rakyat". Walaupun hasilnya adalah, bukannya mewakili aspirasi rakyat (umat), namun mewakili golongannya, keluarga, partai, konco maupun simpatisan. Yang pada akhirnya, pesta demokrasi ini hanya-lah sebuah dagelan untuk melanggengkan hukum-hukum sekuler (buatan manusia) atau di dalam Al- Qur'an disebut hukum 'taghut'.

Kenyataannya terbukti, bahwa rakyat semakin hari bukannya semakin sejahtera dengan adanya pergantian pemimpin, namun semakin sarat dengan kemiskinan, kebodohan -karena dibodohi-, keterpurukan dan kebobrokan.

Allah Subhanahu Wa Ta'alaberfirman,

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta."QS. Thaahaa: 124)

Seperti yang kita ketahui, tugas presiden (pemimpin) di negeri ini -dan negeri lainnya- adalah untuk menjalankan amanat DPR yang telah melegalisasikan berbagai produk hukum baik dari UUD maupun UU (Undang-undang) yang menjadi permusyawaratan (musyawarah) di MPR untuk disepakati, direkayasa, bahkan bisa dibeli oleh uang untuk memuluskan produk hukum kapitalis (sekuler) yang senyatanya bertentangan dengan Al Qur'an dan Sunnah (Pedoman Kaum Muslimin) sebagai umat yang mayoritas di negeri ini.

Ini dikarenakan, bahwa dalam 'demokrasi' rakyat mempunyai kedaulatan dalam wewenang memutuskan hukum -yang diwakili oleh segelintir orang di DPR-, untuk memuluskan jalannya pemerintahan. Sehingga produk hukum legalitas apapun yang sudah disepakati (tentunya dengan suara terbanyak), wajib dijalankan, walaupun pada dasarnya bertentangan dengan aspirasi dan suara rakyat dan hakikat ajaran agama (Islam).

Didalam Islam, yang berhak 'berdaulat' dalam memutuskan dan menetapkan hukum hanya-lah Dzat Yang Mahamenghidupkan dan Mematikan manusia, yaitu Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ

"Menetapkan hukum itu hanyalah haq Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik." (QS. Al-An'am: 57)

Bahkan Allah 'Azza Wa Jalla menegaskan, bahwa barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir, dzalim dan fasik (QS. Al-Maidah: 44, 45, 47)

Sebuah pertanyaan, 'bagaimana mungkin Allah yang menciptakan kita (manusia), yang menghidupkan dan mematikan, hukum-hukum, aturan dan keputusan-Nya dibelakangkan, ditinggalkan bahkan diejek dan dinistakan?

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللّهِ حُكْماً لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum siapakah) yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS. Al-Maa-idah: 50)

Oleh karena itu, tidak aneh jika hukum-hukum, aturan dan peringatan Allah Ta'alaa diinjak-injak, dilecehkan, bahkan dihina dan dinistakan mendapatkan teguran bahkan bisa jadi adzab dari Allah Rabbul 'Aalamien.

Allah menggambarkan tentang orang-orang yang berkuasa di muka bumi, melakukan pembangunan fisik namun tapi tidak dengan mengikuti petunjuk-NyaSubhanahu Wa Ta'ala:

إِنَّمَا مَثَلُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاء أَنزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الأَرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ النَّاسُ وَالأَنْعَامُ حَتَّىَ إِذَا أَخَذَتِ الأَرْضُ زُخْرُفَهَا وَازَّيَّنَتْ وَظَنَّ أَهْلُهَا أَنَّهُمْ قَادِرُونَ عَلَيْهَا أَتَاهَا أَمْرُنَا لَيْلاً أَوْ نَهَاراً فَجَعَلْنَاهَا حَصِيداً كَأَن لَّمْ تَغْنَ بِالأَمْسِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berfikir.” (QS. Yunus: 24)

Khatimah

Kepemimpinan adalah amanah dan tanggung jawab yang besar dan berat, yang akan dipertanggung jawabkan kelak di akhirat. Dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Ketahuilah! Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin. Seorang raja yang memimpin rakyat adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap mereka. Seorang istri juga pemimpin bagi rumah tangga serta anak suaminya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Ingatlah! Masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.” (HR. Muslim No. 3408)

Oleh sebab itu, teguran Allah berupa 'banjir' yang mendera jabodetabek, sepatutnya disikapi dengan kesadaran dan keinsafan. Yaitu dengan kembali kepada Allah dan mengembalikan segala persoalan kepada-Nya. Caranya dengan mematuhi syariat-Nya yang sudah diturunkan kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam segala bidang kehidupan. Sehingga Allah ridha kepada ita semua. Hujan yang diturunkan oleh-Nya akan menjadi curahan rahmat dan keberkahan. Wallahu a'lam. [PurWD/voa-islamcom]

  • Penulis: Febry ar Rasyid (085781746561)

latestnews

View Full Version