View Full Version
Rabu, 13 Aug 2014

ISIS Dibenci dan Dicintai

Oleh : Mohammad Kasdari (Pemerhati Sosial Politik) 

Fenomena ISIS (Islamic State in Iraq dan Syiria) yang bermetamorfosa menjadi IS (Islamic State) menyeruak ke permukaan begitu meluas mendapatkan perhatian media.

Secara opini, di level internasional seolah menutupi kekejaman-kebiadaban Israel di Gaza Palestina. Dimana baru-baru ini beberapa hari yang lalu telah dihasilkan dari pertemuan 12 negara kawasan Asia (delegasi LSM dan Pemerintah) di Manila Philipina dengan beberapa keputusan antara lain lakukan sabotase ekonomi dan serangan militer terhadap Israel. Tetapi tidak satupun negara yang memiliki political will untuk melakukannya karena takut dengan negara adidaya AS yang berada di belakang Israel. Pertemuan di Manila itu juga dilakukan oleh beberapa negara di Perancis.

Fenomena ISIS juga menutupi geliat perjuangan para mujahidin meraih kemenangan di medan jihad Suriah. Di level nasional seolah menindas gemuruh prahara hasil pilpres di sidang MK. Dimana sampai sekarang masih dalam proses persidangan. Jika kita cermati peta opini media, maka pembicaraan seputar ISIS mencakup minimal 3 tinjauan. Yakni tinjauan secara syar'i, opini dan politis. 

Pertama, tinjauan secara syar’i berkaitan dengan pembahasan IS (Islamic State) atau Daulah/Khilafah Islamiyah ala ISIS dianggap sah atau tidak. 

Kedua, tinjauan secara opini berkaitan dengan ada apa di balik pemberitaan yang besar belakangan ini dan bagaimana peta opini media berkaitan dengan hal itu. 

Dan ketiga, tinjauan secara politik yang berkaitan dengan bagaimana interdependensi antara peta kontelasi politik internasional dengan peta kontelasi politik nasional. Pembahasan mencakup 3 tinjauan ini paling tidak membantu memahami secara utuh dan komprehensif fenomena tentang ISIS. Sehingga tidak muncul sikap yang penuh dengan tendensi dan pretensi politik sesaat. Atau menjauhkan sikap emosional dan mencoba mengedepankan sikap obyektif melihat persoalan. Sehingga diperoleh rekomendasi sikap/kebijakan yang tepat dan terukur.

Di antara internal gerakan/ormas islam sendiri pembahasan tentang IS ala ISIS lebih banyak fokus pada tinjauan yang pertama yakni syar’i. Dimana berdasarkan atas tinjauan ini di antara gerakan/ormas islam berbeda pendapat berkaitan dengan dianggap sah atau tidaknya IS ala ISIS ini. Referensi melihat sah atau tidak sahnya dikembalikan bagaimana rujukan islam menjelaskan perkara ini. Rujukan itu bersumber dari Al Qur’an, As Sunnah, Ijma’ Sahabat dan Qiyas. Dan berdasarkan atas hal ini kelompok/gerakan islam yang menganggap bahwa IS ala ISIS tidak sah lebih besar dibanding dengan yang menganggapnya sah.

Justru pemberitaan medialah yang seolah-olah menggambarkan bahwa kelompok yang menganggap sah atau mendukung ISIS begitu besar.

Sementara klaim yang diakui sendiri oleh BNPT melalui Ansyaad Mbai. Dan sejak awal memang sudah dimonitor oleh BNPT adalah 30 orang yang sudah berangkat jihad ke Suriah. Namun versi Polri Jenderal Sutarman 56 orang. Sedangkan klaim 2 juta orang yang berbaiat tidak jelas infonya.

Pada faktanya tidak ada satupun ormas islam/gerakan islam yang mendukung keberadaan IS ala ISIS ini kecuali JAT dipimpin oleh Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang sudah ditinggalkan oleh banyak pengikutnya. Belakangan sebagian besar pengikut JAT yang tidak sepakat dengan Ust ABB mendeklarasikan munculnya JAS (Jamaah Ansharusy Syariah).

Selain sejumlah kecil gerbong JAT dibawah pimpinan Ust ABB adalah jejaring JI (Jamaah Islamiyah) yang banyak diintervensi dan disusupi oleh operasi intelijen.

Beberapa alasan gerakan/ormas islam yang menganggap tidak sahnya atas dasar :

Pertama, persoalan khilafah adalah persoalan furu’ sehingga tidak sampai dengan jatuhnya klaim takhfiri kepada sesama muslim. Sehingga berimplikasi atas bolehnya pembantaian sesama manusia tidak berdosa apalagi sesama muslim. 

Kedua, metodologi pembaiatan dilakukan secara sukarela tidak menggunakan cara paksaan apalagi dengan cara kekerasan. Dan pembaiatan juga dilakukan melalui musyawarah ahlul halli wal aqdi yang diketahui oleh kaum muslimin secara umum. 

Ketiga, khilafah ala ISIS tidak memenuhi kelengkapan syar’i sebagaimana layaknya sebuah khilafah/daulah islamiyah mencakup kendali keamanan atas wilayahnya benar-benar secara independen atau ada intervensi, wilayah kekuasaan daulah/khilafah islamiyah jelas, pelayanan umum umat mencakup berbagai aspek kehidupan dan lain-lain.

Begitu pentingnya persoalan keabsahan daulah/khilafah islamiyah itu karena akan membawa implikasi syar’i seorang muslim apakah dia akan berhijrah ke daulah/khilafah islamiyah yang telah berdiri. Atau mendorong negara tempat berpijak untuk bergabung menjadi bagian dari daulah/khilafah islamiyah. Dan sikap ini menyangkut persoalan pertanggung jawaban di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’lla di akhirat kelak sebagai seorang muslim.

Dan sekali lagi bahwa seluruh gerakan/ormas islam di Indonesia menganggap bahwa IS ala ISIS tidak sah. Ini adalah tinjauan yang mencoba memisahkan pembahasan siapa sebenarnya ISIS, di belakangnya, kaitan dengan kelompok mujahidin yang sedang dan terus berjihad di Suriah dan Irak, atas dasar kepentingan apa dibalik blow up ISIS oleh media secara besar-besaran. Meski ketiga tinjauan itu tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain.

Tinjauan yang kedua adalah melihat fenomena ISIS dalam perspektif opini. Tidak bisa dipungkiri bahwa pemberitaan ISIS mendapatkan tempat utama dan dominan di berbagai media. Terutama saat disikapi secara resmi oleh pemerintah melalui sidang kabinet dibawah pimpinan SBY.

Kemudian muncul rekomendasi resmi pemerintah dari hasil sidang kabinet disampaikan oleh Menko Polkam berisi tentang pembubaran dan pelarangan ISIS di Indonesia. Diikuti kemudian surat edaran dari Kemendagri tanggal 7 Agustus 2014 kepada seluruh kepala daerah se Indonesia.

Di Jawa Timur misalnya follow up dari surat edaran Mendagri telah ditekennya Peraturan Gubernur per 13 Agustus 2014 dengan konten yang sama. Di tengah diselenggarakannya pertemuan 31 negara para pastur dari Asia, Amerika, Afrika hingga Eropa di Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya pada tanggal 14 Agustus 2014 dengan agenda khusus menyikapi ISIS.

Dimana sebelumnya di Aula Rektorat Universitas Negeri Sunan Ampel diselenggarakan Diskusi Dosen dengan tema “ISIS, Khilafah dan NKRI” pada tanggal 13 Agustus 2014. Sebuah forum yang sengaja dibuat untuk membenturkan konsep khilafah dengan NKRI melalui momentum ISIS. Dan kelihatannya forum-forum ini akan massif diselenggarakan di seluruh Jawa Timur.

Forum-forum itu seolah-olah menggambarkan akan dibuat semacam rekomendasi intelektual yang menjadi bahan masukan penyusunan produk legislasi untuk jerat hukum mereka yang mengusung ide khilafah secara pemikiran. Dan yang perlu dicatat adalah bahwa semua input informasi yang berimplikasi meluas hingga sampai pelosok Indonesia adalah atas sumber yang dibangun oleh BNPT.

Secara opini, fenomena ISIS adalah momentum yang paling berhasil dilakukan oleh BNPT selama ini untuk menggerakkan dukungan yang masif pada struktur pemerintahan mulai dari pusat hingga daerah. Termasuk dukungan dari semua elemen masyarakat mulai dari bawah hingga ke atas. Atas nama war on terrorisme.

Diantara opini media meluas ditunjukkan dengan beragam berita yang sulit diurai mana yang fakta dan mana yang interpretasi antara lain :

1) Pengetatan operasi pengamanan di pelabuhan pasca adanya pengibaran bendera tauhid ala ISIS di depan kantor gubernur Jambi. Meski akhirnya operasi pengamanan itu beralih kepada operasi mereka yang tidak punya KTP.

2) Disegelnya masjid yang diduga tempat pembaiatan anggota ISIS pasca bantahan tidak terjadinya pembaiatan di salah satu masjid di daerah Jabar oleh takmir masjid sebelumnya.

3) Nelayan yang ditangkap karena mengibarkan bendera tauhid ala ISIS dan memiliki sejumlah buku-buku islam tentang jihad meski menurut pengakuan nelayan itu sendiri tidak mengerti seluk beluk sebenarnya ISIS.

4) Penangkapan 3 terduga anggota ISIS di Ambon.

5) Penggerebekan dan penangkapan terduga pimpinan ISIS Indonesia di Jatiasih yang nampak sudah diincar lama sebelumnya.

6) Pemberitaan masuknya pengaruh ISIS oleh salah satu media di Sulselbar tetapi dibantah langsung oleh Gubernur Sulsel dan Kapolda Sulselbar sendiri bahwa itu tidak benar dan jangan dibesar-besarkan.

7) Dan beraneka persiapan dan koordinasi yang dilakukan oleh Muspida berbagai daerah menyikapi pengaruh ISIS di daerahnya masing-masing seperti telah terjadi sebuah ancaman nasional sangat serius. Dan banyak berita yang masif dan meluas lainnya.

Di antara beragam komentar atas pemberitaan itu yang menarik adalah statement yang disampaikan oleh mantan ketua KPK, penulis buku “Hegemoni Rezim Intelijen; Sisi Gelap Peradilan Kasus Komando Jihad”, Dewan Penasehat Pusat Studi Hukum dan HAM UII, Busyro Muqoddas.

Secara khusus menyikapi kabar penangkapan sejumlah orang yang diduga anggota ISIS seperti di Ngawi, Jawa Timur, dan Bekasi, Jawa Barat oleh Densus 88, dia meminta agar Densus dan BNPT menanganinya secara tuntas.

Jangan sampai berdampak pada korban salah tangkap hingga memecah belah kelompok-kelompok islam sendiri. “Densus dikabarkan menemukan orang dan senjata. Kalau benar, di-clear-kan dulu. Senjatanya diuji, senjata apa, asal usulnya darimana kok bisa sampai disitu,” katanya. Busyro masih mempertanyakan apakah memang benar ISIS berada di Indonesia. “Saya menghawatirkan itu adalah operasi intelijen liar yang memanfaatkan isu. Seperti jaman Orde Baru dulu (penangkapan gerakan radikal oleh Ali Murtopo)”, imbuhnya.

Akhirnya yang perlu dipertanyakan adalah apa konstruksi politik sebenarnya di balik opini blow up berlebihan atas ISIS. Jika melihat ujung opini yang terjadi adalah keresahan warga, adu domba, kriminalisasi dan monsterisasi islam beserta entitas yang memperjuangkannya. Di tengah perhatian media atas sengketa hasil pilpres dan kebiadaban Israel atas Gaza Palestina.

Tinjauan yang terakhir adalah melihat fenomena ISIS dalam perspektif politis. Dalam kerangka kontelasi politik internasional maka keberadaan ISIS adalah sebuah fenomena dalam kacamata barat pimpinan AS ibarat sebagai “dicintai sekaligus dibenci”. 

Dicintai karena mampu menjadi sentra perhatian dunia untuk melegitimasi gambaran buruk citra islam berkaitan dengan jihad dan khilafah. Dengan membantu terus membranding gambaran bengis dan kejam ISIS maka secara otomatis dan lambat laun menghapus kesan dan kejamnya Israel dan AS di berbagai invasi militer yang dilakukan.

Terutama di Gaza Palestina yang menjadi pusat perhatian dunia. Karena akan muncul pemahaman bahwa hal yang sama juga dilakukan oleh representasi gerakan islam atau bahkan daulah/khilafah islam ala ISIS. Apalagi dikaitkan dengan interpretasi terhadap sejarah kekhilafahan islam yang penuh darah dan penuh kebencian.

Dibenci jika benar-benar muncul menjadi kekuatan politik islam yang sangat dikhawatirkan barat yakni khilafah islamiyah. Sebagaimana diprediksikan sendiri oleh Samuel Huntungton tentang kemungkinan munculnya kekuatan politik baru “the caliphate state”. Phobia islam ala AS inilah yang dicangkokkan juga ke negeri-negeri muslim termasuk Indonesia.

Sehingga semakin meningkatkan tingkat perlindungan yang tinggi masing-masing negeri-negeri muslim termasuk Indonesia yang secara de facto sudah berada dalam cengkeraman asing baik politis, sosial, budaya dan ekonomi. Simbol intervensi asing diantaranya baru-baru ini terjadi pembicaraan soal benturan antara ideologi ISIS dengan pilar-pilar negara oleh Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) diantaranya Ketua MPR Sidarto Danusubroto, dihadiri Wakil Ketua MPR Melani Leimena Suharli, Hajriyanto Y Thohari dan Farhan Hamid dan Dimyati dengan Senator AS John McCain sesuai dengan kerangka arahan Obama. Sebagai tindak lanjut penetapan ISIS sebagai teroris oleh AS. 

Standard ganda AS di satu sisi mengutip pernyataan Hillary Clinton bahwa Amerika di belakang ISIS tetapi kemudian diklarifikasi belakangan oleh Kedubes AS itu tidak benar.

Standard ganda AS di satu sisi mengutip pernyataan Hillary Clinton bahwa Amerika di belakang ISIS tetapi kemudian diklarifikasi belakangan oleh Kedubes AS itu tidak benar. Bukan saja Hillary Clinton namun juga Edward Snowden (mantai pegawai Dewan Keamanan Nasional AS) yang menyatakan bahwa di belakang ISIS ada Amerika, Inggris, dan Israel.

Diikuti kemudian dengan serangan udara pada kantong-kantong pertahanan ISIS. Hal ini cukup memberi gambaran bahwa AS melalui pintu masuk ISIS punya kepentingan ingin mengendalikan keseimbangan kekuatan militer di Irak dan Suriah. Sedemikian hingga tidak jatuh kepada kekuatan-kekuatan mujahidin.

Selain untuk kepentingan perdagangan senjata. Dan kita memahami bahwa Suriah dikhawatirkan barat menjadi titik tolak kebangkitan islam. IS ala ISIS dipahami kemudian sebagai jalan untuk memonsterisasi ajaran islam tentang khilafah sebelum kemunculan sebenarnya. Sekaligus untuk mengendalikan seluruh kekuatan mujahidin seluruh dunia yang disebut sebagai para radikalis oleh AS ke dalam kesatuan kendali –ISIS-.

Menciptakan sekaligus mengorganisasi musuh kemudian melokalisirnya. Begitulah kira-kira yang ada di benak AS dan Israel. Selain analis yang lain yang menyatakan bahwa Saudi Arabia, Qatar dan Kuwait membiayai juga ISIS. Dan kita tahu bahwa negara-negara itu memiliki kedekatan afiliasi politik dengan AS.

Kekhawatiran kita ketika fenomena ISIS di panggung peta kontelasi politik internasional itu dibawa kepada kepentingan war on terrorism ala BNPT di negeri ini. Maka yang terjadi adalah ISIS seolah-olah dimainkan bukan saja untuk kepentingan politik oportunis. Melainkan juga untuk kepentingan menyikat entitas-entitas gerakan islam yang berjuang untuk menegakkan syariat dan khilafah khususnya yang menggunakan jalan jihad.

Walaupun tidak menutup kemungkinan juga untuk yang menggunakan jalan non kekerasan. Memainkan dan mengkombinasikan antara materi lama-stok orang lama dengan materi baru-stok orang baru yang sedikit info peta operasi intelijen.

Karena IS ala ISIS sesungguhnya adalah fenomena sebagaimana barat melihat sebagai “dicintai sekaligus dibenci”.  

Wallahu a’lam bis showab.


latestnews

View Full Version