View Full Version
Jum'at, 30 Aug 2019

Negara dan Pajak

Sahabat VOA-Islam...

Demi mendorongkesadaranwajibpajak, DirektoratJenderalPajak (DJP) melakukan berbagai cara. Termasuk mengeluarkan tagline bayar pajak semudah isipulsa. Tagline itu ternyata ide dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Ide itu juga muncul dari pengalamannya pribadi saat bersama suami dan anaknya.

"Saya lagi makan sama anak saya terus suami saya bilang eh pulsa telepon saya habis tolong isiin dong. Anak saya isi pakai bank mobile gitu, sambil dia nyuap gitu udah selesa ipah," ujarnya dalam acara Kadin Talks, di Menara Kadin, Jakarta, Jumat (2/8/2019). Melihat kemudahan isi pulsa itu Sri Mulyani terkesima, kemudian muncul ide untuk menerapkannya dalam pembayaran pajak.

"Saya bilang, wah kalo bayar pajak semudah itu kita sambil nyuap bisa bayar pajak kang ampang banget. Makanya besoknya saya rapat langsung bilang kemarin saya punya pengalaman saya melihat sendiri kalo beli pulsa itu cuma take a second sambil makan saja kita langsung bisa. Saya kepingin bayar pajak semudah beli pulsa," tutur Sri Mulyani.

Ide itu tak hanya sekedar wacana. Ditjen Pajak akan kerjasama dengan e-commerce seperti Tokopedia untuk mempermudah pembayaran pajak.

"Nah sekarang ini jadi tagline membayar pajak semudah beli pulsa dan kita sekarang sudah kerjasama nanti dengan Tokopedia dan lainnya. Mereka akan melakukan jadi channel bayar pajak. Artinya willing to mengadopsi teknologi, mengubah bisnis proses, menciptakan momentum untuk menggunakan itu," tutupnya. 

Adapun data yang kurang membanggakan dipaparkan oleh otoritas pajak Indonesia. Di negara yang memiliki penduduk 265 juta jiwa ini, terkuak hanya 1,3 juta saja yang bayar pajak. Inilah yang mendorong Direktorat Jenderal pajak (DJP) mengadakan gelaran Pajak Bertutur untuk meningkatkan kesadaran pajak. Salah satu acaranya digelar pada Jumat (9/11/2018) di Kembangan, Jakarta Barat.

Dihadiri oleh sekitar 100 delegasi dari 5 universitas di wilayah Jakarta Barat: Universitas EsaUnggul, Universitas Tarumanegara, Universitas Trisakti, Universitas Kristen KridaWacana, dan Universitas Mercu Buana. Salah satu pembicara adalah Kepala Bidang P2 Humas Kanwil DJP Jakbar Henny Suatri Suardi. Ia mengajak para mahasiswa agar menjadi pahlawan pajak dan menolak menjadi free rider.

Selamaini negara menjadikan pajak sebagai tulang punggung, oleh sebab itu ketika ada rakyat yang mangkir membayar pajak, negara mencari cara supaya tetap membayar. Bahkan disalah satu pernyataan disebutkan bahwa kalau uangnya disimpan di dalam sumur, negara akan mengerahkan drone untuk melacaknya.

Catatan selama ini yang juga membuat sedih adalah orang yang sudah dinyatakan bersalah karena tidak membayar pajak mendapatkan amnesty daripemerintah. Dengan amnesty pelaku diganti statusnya menjadi tak bersalah dan hanya diminta untuk membayar tebusannya saja. Lagi lagi solusi yang diberikan tidak menuntaskan masalah justru menambah masalah.

Bagaimana sebetulnya posisi pajak di dalam islam. Pajak yang diwajibkan oleh penguasa muslim karena keadaan darurat untuk memenuhi kebutuhan negara atau untuk mencegah kerugian yang menimpa. Sedangkan perbendaharaan negara tidak cukup dan tidak dapat menutupi biaya kebutuhan tersebut.

Maka, dalam kondisi demikian ulama telah memfatwakan bolehnya menetapkan pajak atas orang-orang kaya dalam rangka menerapkan mashalih al-mursalah dan berdasarkan kaidah “tafwit adnaa al-mashlahatain tahshilan li a’laahuma” (sengaja tidak mengambil mashlahat yang lebih kecil dalam rangka memperoleh mashalat yang lebih besar) dan “yatahammalu adl-dlarar al-khaas li daf’i dlararin ‘aam” (menanggung kerugian yang lebih ringan dalam rangka menolak kerugian yang lebih besar).

Kemudian, setiap individu yang memanfaatkan fasilitas umum yang telah disediakan oleh pemerintah Islam untuk dimanfaatkan dan untuk kemaslahatan individu. Maka sebaliknya sudah menjadi kewajiban setiap individu untuk memberi kompensasi dalam rangka mengamalkan prinsip “al-ghurm bi al-ghunm”, tanggungan kewajiban seimbang dengan manfaat yang diambil. Namun, ketetapan ini terikat dengan sejumlah syarat, yaitu :

  1. Bait al-maal mengalami kekosongan dan kebutuhan negara untuk menarik pajak memang sangat dibutuhkan sementara sumber pemasukan negara yang lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut tidak ada.
  2. Pajak yang ditarik wajib dialokasikan untuk berbagai kepentingan umat dengan cara yang adil.
  3. Bermusyawarah dengan ahlu ar-ra’yi dan anggota syura dalam menentukan berbagai kebutuhan negara  yang membutuhkan dana tunai dan batas maksimal sumber keuangan negara dalam memenuhi kebutuhan tersebut disertai pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian dana tersebut dengan cara yang sejalan dengan syari’at.

Jika pemungutan pajak diberlakukan secara tidak wajar dan dzalim, yang diambil dandialokasikan tanpa hak dan tanpa adanya pengarahan maka hal tersebut adalah haram.

Sebagaimana jika ada pegawai yang dipekerjakan untuk memungut pajak dipergunakan oleh para raja dan penguasa serta pengikutnya untuk memenuhi kepentingan dan syahwat mereka dengan mengorbankan kaum fakir dan rakyat yang tertindas itupun tidak diperbolehkan.

Asal dari pemasukan dana ke kas negara harus jelas dan di dalam islam pemasukan utama bukan berasal dari pajak namun pengelolaan dari Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki kaum muslimin.


latestnews

View Full Version