View Full Version
Rabu, 22 Jan 2020

Standar Kebenaran Islam Adalah Syariat, Bukan Publik Figur

 

Oleh:

Nusaibah Al Khanza

Pemerhati masalah sosial

 

PENYAKIT latah masih menjangkit banyak orang, termasuk umat Islam. Latah dalam  Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai meniru-niru sikap, perbuatan, atau kebiasaan orang atau bangsa lain. Ternyata saat ini, latah sangat digandrungi. Sayangnya, latah yang sedang digandrungi saat ini adalah kelatahan terhadap perbuatan publik figur yang belum tentu kebenarannya. Sikap meniru itu juga tanpa disaring, yang penting benar menurut si pelatah.

Misalnya, seperti dalam hal menutup aurat. Kebanyakan manusia berpendapat yang benar adalah yang dicontohkan oleh para publik figur. Padahal publik figur juga manusia yang memiliki banyak kelemahan, tak selalu benar. Karena itu, perdebatan tentang cara menutup aurat yang benar, tak akan ada habisnya.

Seperti baru-baru ini, dilansir dari TEMPO.CO bahwa Sinta Nuriyah, istri Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mengatakan bahwa perempuan muslim tidak wajib untuk memakai jilbab. Ia pun menyadari bahwa masih banyak orang yang keliru mengenai kata jilbab dan hijab.

Menurut dia, hijab tidak sama pengertiannya dengan jilbab. "Hijab itu pembatas dari bahan-bahan yang keras seperti kayu, kalau jilbab bahan-bahan yang tipis seperti kain untuk menutup," kata Sinta di YouTube channel Deddy Corbuzier pada Rabu, 15 Januari 2020.

Senada dengan itu, Inayah Wulandari Wahid (anak Gusdur) mengatakan , istri-istri ulama terdahulu (Nyai) atau istri pendiri Nahdlatul Ulama (NU) memakai kerudung. Bahkan, pejuang perempuan RA Kartini pun tidak berhijab. Dia juga mengatakan bahwasekarang saja di Arab Saudi, Riyahd, keluarga kerajaan sudah buka-buka, tidak pakai hijab lagi.

Bagi seorang muslim, standar kebenaran sebuah perbuatan adalah dari hukum syara'.  Bukan dari penilaian manusia maupun dari siapa yang melakukan perbuatan itu. Karena manusia cenderung menilai sesuatu benar atau baik jika disukai menurut hawa nafsunya. Namun, dianggap salah atau buruk jika tak disukainya.

Dalam hal kerudung, hukum syara' telah jelas memberikan aturan dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:

"Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya)...." (QS. An-Nur 24: Ayat 31).

Dari  nash Alquran di atas jelas, bahwa kerudung diulurkan hingga menutupi dada.  Artinya, menutup kepala (rambut, telinga, leher)  dan sampai menutup dada.

 

Juga dalam Assunnah, bahwa Rasulullah Muhammad saw bersabda: "Jika seorang anak perempuan telah mencapai usia baligh, tidak pantas terlihat dari dirinya selain wajah dan kedua telapak tangannya sampai bagian pergelangannya" (HR. Abu Dawud).

Hadist tersebut menjelaskan bahwa seluruh tubuh perempuan adalah aurat yang harus ditutup kecuali wajah dan telapak tangan. Jadi, leher dan rambut pun meski sehelai termasuk aurat yang wajib ditutup.

Begitulah Islam memberikan aturan agar menjadi pedoman bagi umatnya dalam melakukan perbuatan, dalam menentukan benar dan salah. Dan teladan yang paling baik adalah Rasulullah. Setiap perbuatan, ucapan dan diamnya ( perbuatan sahabat yang didiamkan oleh Rasulullah maka hukumnya juga sunnah).

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: "Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah." (QS. Al-Ahzab 33: Ayat 21).

Tidak ada larangan untuk mencontoh perbuatan public figure, tetapi harus tetap dikembalikan kepada standar hukum syara. Apakah perbuatan public figure tersebut benar ataukah salah menurut hukum syara. Jika benar sesuai hukum syara', maka contohlah!  Namun jika salah, maka tinggalkanlah!

Sudah cukup bagi umat Islam berhukum pada Alquran, Assunnah, ijma' dan qiyas. Tak perlu ada sumber hukum lain, karena Islam adalah agama yang sudah sempurna sejak diturunkan hingga kiamat tiba.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 3)

Wallahua'lam.*


latestnews

View Full Version