View Full Version
Selasa, 14 Jul 2020

LGBT Menurut Pandangan Islam

 

Oleh:

R. Raraswati || Freelance Author, Muslimah Peduli Generasi

 

ISU tentang eLGeBeTe (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) kembali hangat setelah beberapa waktu lalu perusahaan besar Unilever mendeklarasikan dirinya mendukung komunitas tersebut.Pernyataan itu diposting lewat akun instagramnya Unilever Global pada Jum’at 19 Juni 2020. (Unilever LGBT).

Postingan tersebut sontak memunculkan pro dan kontra di tengah masyarakat Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim. Secara umum, masyarakat yang pro eLGeBeTe mendasarkan pendapatnya pada hak asasi manusia, sedangkan yang kontra mendasarkan pendapatnya pada nilai-nilai normatif, terutama norma agama.

Dukungan dan pro eLGeBeTe ini bukan pertama kalinya menjadi perbincangan masyarakat. Dan Unilever bukan satu-satunya perusahaan yang terang-terangan mendukung eLGeBeTe. Dilansir dari hops.id (26/06/2020), bahwa ada 20 perusahaan besar yang juga pro terhadap hal ini.

Di sisi lain, kontra terhadap pernyataan Unilever diwujudkan dalam berbagai bentuk. Tidak hanya berupa opini, postingan di instagram ataupun twitan di twiter, tapi juga dalam bentuk seruan boikot terhadap produknya. Seruan boikot juga disampaikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketua Komisi Ekonomi MUI, Azrul Tanjung, menegaskan akan mengajak masyarakat untuk beralih pada produk lain. “Saya selaku ketua komisi ekonomi MUI akan mengajak masyarakat berhenti menggunakan produk Unilever dan memboikot Unilever,” kata Azrul saat dihubungi Republika, Ahad (28/6).     

Bagi umat Muslim, isu eLGeBeTe selalu tergambar perilaku kaum Nabi Luth AS yang dikenal sebagai penyuka sesama jenis (homoseksual). Hal ini disampaikan di beberapa ayat Al-Qur’an:

“Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, kamu benar-benar kaum yang melampaui batas” (Q.S. al-A’raf [7]: 81).


“Dan kepada Luth, Kami telah berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan-perbuatan keji. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik,” (Q.S. al-Anbiya’ [21]: 74).

Tafsir dari kata keji di sini maksudnya adalah perbuatan homoseksual dan menyamun yang dilakukan secara terang-terangan.

"Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu, sedang kamu memperlihatkan(nya)?” (Q.S. al-Naml [27]: 54)

Secara bahasa, Ibn Faris menyimpulkan bahwa pola kata fa’-ha’-syin menunjukkan sesuatu yang buruk, keji dan dibenci. Sedangkan al-Ashfahani mengartikan fahisyah sebagai perbuatan atau perkataan yang sangat buruk. Sesungguhnya penafsiran kata fahisyah sebagai homoseksual, didasarkan pada tafsir al-Qur’an, yaitu Surat al-A’raf [7]: 80 ditafsiri dengan ayat berikutnya, Surat al-A’raf [7]: 81.

Dari paparan di atas, Al-Qur’an menjelaskan bahwa homoseksual sebagai perilaku fahisyah yang berarti perbuatan keji yang tergolong dosa besar.  Secara logis, homoseksual dinilai hina, karena menyalahi fitrah manusia normal yang menyukai lawan jenis. Secara empiris, homoseksual dinilai hina oleh mayoritas umat manusia di berbagai belahan dunia. Tampaknya bukan hanya Islam yang mengingkarinya, melainkan seluruh agama di dunia juga mengingkari perbuatan homoseksual.

Sedangkan dalam fikih, terdapat konsekuensi hukum dari perbuatan asusila yang berhubungan dengan nafsu kelamin ini.

Wahbah al-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu mengidentifikasi tiga istilah yang relevan dengan topik eLGeBeTe, yaitu Zina, Liwath dan Sihaq.

Zina merupakan hubungan asusila antara laki-laki dengan wanita yang bukan pasangan suami-istri sah. Bagi pelaku zina yang belum menikah, hukumannya adalah dipukul (dera) sebanyak 100 kali, tanpa perlu dikasihani (Q.S. al-Nur [24]: 2). Bagi pelaku zina yang sudah menikah, hukumannya adalah dihukum mati dengan cara dirajam atau dilempari batu dan sejenisnya.

Liwath (gay) yaitu hubungan homoseksual antara laki-laki dengan laki-laki. Perbuatan ini  jauh lebih buruk dibandingkan zina. Salah satu alasannya adalah Allah SWT menimpakan azab kepada kaum Nabi Luth AS, dengan azab yang tidak pernah ditimpakan kepada siapapun sebelumnya.

“Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.” (Q.S. Hud [11]: 82).

Azab berupa bumi yang terbalik, seolah menggambarkan bahwa perilaku kaum Nabi Luth AS memang “terbalik” dibandingkan perilaku manusia normal pada umumnya.

Menurut Imam Syafi’i, hukuman bagi pelaku liwath (gay) disamakan dengan hukuman pezina, yaitu apabila berstatus telah menikah, maka dihukum mati. Apabila berstatus belum menikah, maka dipukul sebanyak (dera) 100 kali tanpa belas kasih.

Pendapat berbeda dikemukakan oleh Imam Hanafi yang menilai bahwa pelaku gay (liwath) adalah dita’zir. Ta’zir berarti hukuman yang didasarkan pada kebijakan hakim yang berwenang. Dalam kasus ini, hukuman ta’zir tidak boleh berupa hukuman mati.
    
Sihaq (lesbi) merupakan hubungan homoseksual antara wanita dengan wanita. Rasulullah SAW pernah bersabda: “Perilaku lesbi antar kaum wanita adalah perzinahan” (H.R. al-Thabarani). Hukuman pelaku lesbi (sihaq) adalah dita’zir sesuai dengan kebijakan hakim yang berwenang.

Ada dua penjelasan Fikih terkait transgender. Pertama, jika transgender dalam pengertian laki-laki yang berperilaku seperti wanita (waria) atau sebaliknya, maka hukumnya diharamkan, berdasarkan Hadist yang melarang laki-laki berpenampilan seperti wanita atau sebaliknya. Kedua, jika transgender dikaitkan dengan operasi mengubah kelamin, dari laki-laki menjadi wanita atau sebaliknya, maka hukumnya juga diharamkan, karena tergolong tabdil atau mengubah ciptaan Allah SWT.

Dari pemaparan di atas, bisa kita tarik kesimpulan bahwa eLGeBeTe merupakan perilaku keji yang dilarang dalam ajaran Islam. Selain menimbulkan berbagai macam dampak buruk bagi pelaku, juga berdampak pada masyarakat umum lainnya. Hukuman bagi pelakunya juga sangat berat karena perbuatan tersebut termasuk dosa besar. Jadi, jangan pernah dukung  eLGeBeTe, bahkan harus kita upayakan untuk menghentikannya. Memahamkan kepada masyarakat tentang eLGeBeTe yang tidak sesuai syariat Islam merupakan salah satu upaya untuk menghentikan perkembangannya. Wallahu a’lam bi al-Shawab.*


latestnews

View Full Version