View Full Version
Kamis, 06 Aug 2020

Jerat Kemiskinan Bukan karena Sesama Keluarga Miskin Besanan

 

Oleh:

Khoirotiz Zahro V, S.E. || Muslimah Surabaya

 

BADAN Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan per Maret 2020 mengalami kenaikan menjadi 26,42 juta orang. Dengan posisi ini, persentase penduduk miskin per Maret 2020 juga ikut naik menjadi 9,78 persen. Dibanding Maret 2019 peningkatannya mencapai 1,28 juta orang dari sebelumnya 25,14 juta orang. tirto.id (15/7).

Fenomena tingginya angka kemiskinan di Indonesia menunjukkan kegagalan sistem demokrasi sekuler dalam memenuhi hak-hak ekonomi masyarakat.

Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, peningkatan jumlah penduduk miskin disebabkan oleh kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran virus corona (Covid-19). Pasalnya, aktivitas perekonomian menjadi terganggu dan memengaruhi pendapatan penduduk. Kompas.com (15/7)

Tapi serasa bukan memberikan solusi malah menyalahkan keluarga miskin, seperti dalam pemaparannya di webinar Kowani, Selasa (4/8/2020) Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menegaskan pentingnya pemutusan mata rantai rumah tangga miskin di Indonesia. Rumah tangga baru yang miskin itu rata-rata adalah juga dari keluarga rumah tangga miskin ini.

"Sesama keluarga miskin besanan kemudian lahirlah keluarga miskin baru sehingga ini perlu ada pemotongan mata rantai keluarga miskin, kenapa? Karena kemiskinan itu pada dasarnya basisnya adalah di dalam keluarga," ucap mantan Mendikbud ini. detik.com (4/7)

Perlu diketahui juga bahwa hal serupa pernah dilontarkan sebelumnya pada Kamis 20 Februari 2020. Dikutip dari detik.com, Muhadjir mengamati ada fenomena di mana kecenderungan seseorang untuk menikah dengan yang memiliki kondisi ekonomi setara, misal si kaya dengan si kaya, atau si miskin dengan si miskin. Fenomena inilah yang menurut Muhadjir lahirnya keluarga miskin baru. detik.com (20/2)

Tentu solusi atau pernyataan seperti itu rasanya kurang pantas di ucapakan oleh seorang Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Seolah mengalihkan tanggungjawab negara dalam menangani kemiskinan dan melempar kesalahan pada keluarga miskin yang tentu itu bukan keinginan mereka untuk menjadi miskin.

Faktanya kemiskinan di Indonesia terjadi karena struktural terutama disebabkan kebijakan pemerintah, yang kurang berpihak terhadap kepentingan rakyat banyak sebagai buah dari sistem kapitalistik.

Kemiskinan masih menjadi bagaian dari kehidupan masyarakat Indonesia. Meskipun sudah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk membasmi kemiskinan, namun kemiskinan masih menjadi topik yang selalu hangat diperbincangkan.

Ada beberpa faktor yang menyebabkan kemiskinan. Pertama, kemiskinan yang timbul karena ketidakpedulian dan kebakhilan kelompok kaya sehingga si miskin tidak mampu keluar dari lingkaran kemiskinan. Kedua, kemiskinan timbul karena sebagian manusia bersikap dzalim, eksploitatif, dan menindas kepada sebagian manusia yang lain, seperti memakan harta orang lain dengan jalan yang batil dan memakan harta anak yatim. Ketiga, kemiskinan karena perputaran ekonomi yang tidak merata dan ekonomi berada di satu tangan.

Islam memandang bahwa kemiskinan sepenuhnya adalah masalah struktural karena Allah telah menjamin rizki setiap makhluk yang telah, sedang, dan akan diciptakannya. "Allah lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu? Maha Sucilah Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan." (QS Ar-Rum : 40)

Dan pada saat yang sama Islam telah menutup peluang bagi kemiskinan kultural dengan memberi kewajiban mencari nafkah bagi setiap individu, "Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan." (QS Al-Mulk : 15)

Islam memiliki berbagai prinsip-prinsip terkait mengentaskan kemiskinan. Pertama, secara individual, Allah SWT memerintahkan setiap Muslim yang mampu untuk bekerja mencari nafkah untuk dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya. Rasulullah saw. juga bersabda: "Mencari rezeki yang halal adalah salah satu kewajiban di antara kewajiban yang lain". (HR ath-Thabarani).

Kedua, secara jama’i (kolektif) Allah SWT memerintahkan kaum Muslim untuk saling memperhatikan saudaranya yang kekurangan dan membutuhkan pertolongan. Rasulullah saw. bersabda: "Tidaklah beriman kepadaku siapa saja yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan, padahal ia tahu". (HR ath-Thabrani dan al-Bazzar).

Ketiga, Allah SWT memerintahkan penguasa untuk bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya, termasuk tentu menjamin kebutuhan pokok mereka. Rasulullah saw. bersabda: "Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus".  (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Saat ini kemiskinan yang menimpa umat lebih merupakan kemiskinan struktural atau sistemik, yakni kemiskinan yang diciptakan oleh sistem yang diberlakukan oleh negara ata penguasa. Itulah sistem kapitalisme-liberalisme-sekularisme. Sistem inilah yang telah membuat kekayaan milik rakyat dikuasai dan dinikmati oleh segelintir orang.

Di sisi lain rakyat seolah dibiarkan untuk hidup mandiri. Penguasa atau negara lebih banyak berlepas tangan ketimbang menjamin kebutuhan hidup rakyatnya. Saatnya kita kembali pada syariah Islam yang berasal dari Allah SWT. Hanya syariah-Nya yang bisa menjamin keberkahan hidup manusia. Wallahu’alam bishawab.*


latestnews

View Full Version