View Full Version
Rabu, 09 Sep 2020

Menyikapi Iklan Selama Anak Belajar Daring

 

Oleh :

Novita Fauziyah, S. Pd || Pendidik Generasi, tinggal Bekasi Jawa Barat

 

BEBERAPA waktu yang lalu warganet ramai memperbincangkan video kemunculan iklan berbau vulgar di situs online belajar anak. Dalam video tersebut tampak pembahasan soal kelas 2 SD, namun tiba-tiba muncul iklan dewasa. Pihak Humas Pemkot Surabaya pun sudah menyampaikan bahwa iklan tersebut bukan berasal dari website Disdik Kota Surabaya. 

Kejadian tersebut tentu menjadi alarm bagi orang tua yang anaknya rata-rata sedang mengikuti belajar daring lantaran kondisi pandemi. Ternyata ada hal yang tidak boleh luput dari perhatian yaitu mengenai iklan yang muncul selama anak belajar daring. 

Di masa pandemi ini memaksa rata-rata anak untuk mengakses internet hampir setiap hari. Dari yang tadinya tidak seintens atau bahkan mungkin tidak dipegangi gawai atau fasilitas sejenisnya kini akrab dengan gawai, laptop, jaringan internet. Pembelajaran daring ini membuat anak harus screen time baik untuk tatap muka saatdi conference room meeting, browsing untuk mengerjakan tugas, mengikuti streaming dan lainnya. Kemunculan iklan-iklan tidak bisa dihindari semisal ketika browsing. Dari situlah memang ada sumber penghasilan bagi pihak tertentu. Namun sayangnya iklan yang tak pantas bagi anakpun bisa berkeliaran. Maka dari itu butuh kerja sama semua pihak agar anak tetap terlindungi dari paparan tayangan yang dapat merusak mereka.

Pihak pertama tentu saja adalah orang tua. Ketika anak belajar di rumah orang tua menjadi pihak yang bertanggung jawab untuk mengawasi belajar, termasuk ketika anak mengakses internet. Untuk anak jenjang SD dan sederajat masih sangat butuh pengawasan orang tua. Apa saja yang dikerjakan juga diakses di internet sudah sewajarnya orang tua mengetahui. Tanamkan pada diri anak akidah yang kuat, pemahaman terkait perbuatan seorang hamba yang senantiasa diawasi oleh Allah.

Kemudian orang tua juga dapat terjun langsung dengan sesekali melihat history atau riwayat yang ada di gadget maupun perangkat yang dipakai untuk mengakses internet. Kemudian hapus riwayat agar perangkat kembali bersih. Namun orang tua juga tidak bisa sendiri. Butuh dukungan dari pihak lain. 

Pihak kedua adalah sekolah. Di masa pandemi seperti ini diharapkan guru dan pihak sekolah umumnya mendesain pembelajaran yang menyenangkan dan tidak memberatkan peserta didik. Terlebih lagi harus menghabiskan banyak waktu untuk berselancar di internet. Pastikan bahwa media yang dipakai hanya sekali buka, tanpa harus meminta anak membuka banyak link. 

Pihak ketiga adalah negara. Negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan selama masa pendemi ini. Setidaknya ada dua hal yang menjadi perhatian yaitu kurikulum dan akses situs online. Dalam hal kurikulum, memang ini menjadi PR besar yang sampai sekarang masih belum terseleseikan. Di waktu tidak ada pandemi saja, problem kurikulum sudah ada yakni lebih ke sekuler kapitalis. Orientasinya pada materi, bahkan di tingkat SMA sederajat lebih berorientasi pada kompetensi untuk memenuhi kebutuhan industri kapitalis. Kurikulum yang adaptif sekarang ini sangat dibutuhkan.  

Selain itu negara juga bertanggung jawab terhadap akses situs online pada warganya. Negaralah yang berhak membatasi apa saja yang boleh dan tidak boleh. Maka jangan sampai situs yang berisi tidak pantas menjadi konsumsi anak-anak kita. Sebaliknya, negara mestinya bisa menjadikan media online tersebut untuk menjadi sarana dalam mengedukasi warga, juga terus menanamkan akidah yang kuat, terlebih pada masa pandemi agar makin mendekatkan diri kepada Rabb nya. Selama belum ada tindakan tegas dari negara maka situs online yang terdapat iklan tak sepantasnya akan terus mengintai anak-anak kita. Jangan sampai terjadi krisis moral yang lebih parah. Semoga kondisi ini dapat diatasi dengan baik.*


latestnews

View Full Version