View Full Version
Rabu, 16 Sep 2020

Tak Ada yang Salah dengan ‘Good Looking’

 

Oleh:

Isna Yuli || Lingkar Studi Perempuan Dan Peradaban

 

KESEKIAN kalinya pernyataan Menteri Agama Fachrul Razi menuai kontroversi. Pernyataan yang dilontarkan di acara webinar bertajuk 'Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara', yang disiarkan di YouTube KemenPAN-RB, Rabu (2/9) itu seolah memonsterisasi pengurus masjid yang berpenampilan good looking.

Setelah sekian hari dari pernyataan viral Menag tersebut, muncul penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin.

Secara garis besar Menag menginginkan para ASN yang mengelola rumah ibadah agar waspada terhadap jemaahnya. Kehati-hatian terhadap muslim yang good looking disebabkan karena merekalah yang disinyalir membawa paham radikalisme. Dari pernyataan Menag tersebut ada beberapa hal yang perlu dipahami. Pertama, tidak seharusnya seorang Mentri Agama melontarkan pernyataan seperti itu, dengan alasan apapun mencurigai sesama saudara seiman itu tidak dibenarkan dalam Islam.

Kedua, ungkapan good looking dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang baik. Artinya seorang muslim memang dianjurkan berpenampilan bersih dan rapi, apalagi ditambah beberapa kecakapan yang tidak dimiliki semua muslim, yaitu hafidz Al Quran dan paham bahasa Arab. Jika ditambah dengan tutur katanya sopan dan ramah, tentu banyak pihak menaruh perhatian padanya. Lantas mengapa Menag justru meminta agar mewasapadai muslim good looking? Apakah masyarakat justru diminta bergaul dengan orang ‘bad looking’?

Ketiga, monsterisasi Menag terhadap paham radikalisme. Perlu dipahami bersama apa dan bagaimana yang dimaksud dengan radikal serta radikalisme. Jika menilik arti kata radikal hal ini berbeda jauh dengan radikalisme, begitupun dengan pemahaman dan penafsiran kata radikalisme. Sampai saat ini kita tidak bisa saklek menemukan arti radikal dan radikalisme. Karena selama ini kata tersebut dipahami sesuai dengan siapa yang melontarkannya. Namun acapkali radikalisme selalu dikaitkan dengan cara kekerasan.

Jika memang yang dimaksudkan paham radikalisme (kejaatan dengan kekerasan) masuk dibawa oleh orang good looking, maka kejahatan yang dilakukannya sangatlah mudah dilacak. Karena pasti orang good looking menjadi pusat perhatian serta mudah dikenal banyak orang. Disisi lain kejahatan yang menimpa kaum Muslim oleh non muslim selalu dilabeli dengan kebebasan berekspresi, seperti pembuatan karikatur Nabi Muhammad saw dan pelecehan Alquran. Belum lagi perlakuan diskriminasi kaum muslim diberbagai penjuru dunia tak pernah dilabeli dengan radikalisme.

Standar ganda yang dilakukan orang-orang barat ini perlahan diadopsi di negeri-negeri kaum muslim, tak terkecuali Indonesia. Mereka yang tak menginginkan Islam kembali berjaya selalu menebarkan kebencian terhadap Islam dan kaum muslim. Pelabelan radikal kepada muslim good looking seolah mengajak masyarakat agar ber Islam biasa-biasa saja. Padahal dengan jelas Alquran memerintahkan agar setiap muslim berislam secara kaffah (menyeluruh).

Adalah ketakutan barat jika kaum muslim kembali memegang kuat agama mereka, karena jika itu terjadi maka keruntuhan peradaban kapitalisme diujung mata. Oleh karena itu segala macam upaya dan tipu daya dilakukan demi menjauhkan kaum muslim dari ajaran Islam.*


latestnews

View Full Version