View Full Version
Ahad, 20 Sep 2020

Lima Langkah Islam Selamatkan Ekonomi

 

Oleh:

Renita || Aktivis Muslimah Bandung

 

PANDEMI ini benar-benar telah membuat perekonomian masyarakat berada pada ujung kehancuran. Bagaimana tidak, selain menyebabkan banyak perusahaan mengalami gulung tikar, PHK massal terhadap para buruh dan karyawan nyatanya tidak dapat terelakkan. Imbasnya, penghasilan masyarakat semakin menipis, sehingga daya beli masyarakat semakin menurun.

Beragam cara dilakukan pemerintah guna memulihkan perekonomian. Salah satunya dengan memberikan bantuan produktif usaha kepada 12 juta pelaku UMKM sebesar 2,4 juta. Untuk membantu para UMKM agar bisa terus bergeliat, pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar Rp.123,46 triliun. Dari total anggaran dana ini, per tanggal 31 Agustus lalu, penyerapannya baru mencapai 38,42 persen atau setara dengan Rp.47,44 triliun.

Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil (KUK) Provinsi Jawa Barat, Kusmana Hartadji mengatakan, sebanyak 1.003.443 dari target 2 juta pelaku UMKM di Jabar sudah terdaftar untuk mendapatkan bantuan. Usulan tersebut sudah disampaikan ke Pemerintah Pusat dan tengah dilakukan verifikasi. Setelah verifikasi selesai, nantinya bakal ada Surat Keputusan (SK) penetapan yang memuat data pelaku UMKM penerima bantuan. Setelah ada SK penetapan, kemudian akan diinfokan ke daerah untuk segera membuka rekening masing-masing pelaku usaha yang sudah ditetapkan sebagai menerima bantuan. Hanya saja, ketika sudah ditetapkan, tapi pengusaha tersebut belum punya rekening, tidak otomatis dicairkan (prfmnews.pikiran-rakyat.com, 04/09/2020).

Di Indonesia, UMKM diakui sebagai penyangga utama perekonomian nasional yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Berdasarkan data BPS, di Indonesia (2018) jumlah UMKM 64,2 juta, yang meliputi 63,35 unit usaha mikro, 783 ribu usaha kecil, dan 60.702 usaha menengah. Di berbagai daerah, UMKM mampu menyerap 116 juta angkatan kerja. Untuk membantu UMKM kembali bangkit, revitalisasi yang dilakukan pemerintah adalah mendorong keterlibatan pelaku UMKM dalam proses digitalisasi. Menurut data Bank Indonesia, saat ini baru sekitar 4,3 juta pelaku UMKM terintegrasi dengan sistem transaksi daring, yaitu digitalisasi pada sistem pembayaran menggunakan QRIS (QR CodeIndonesia)(republika.com. 09/09/2020).

 

Stimulus untuk UMKM, Solusi yang Solutifkah?

Pemerintah membidik UMKM sebagai salah satu upaya untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia. UMKM dianggap sebagai nafas baru untuk menyelamatkan ekonomi di tengah badai krisis dan resesi. Bagaikan jantung yang siap memompa darah segar, UMKM hanya dipandang sebagai mesin yang dapat menjalankan roda perekonomian ketika kelesuan mulai merambah di berbagai sektor formal dan nonformal.  Dengan menghidupkan UMKM, pemerintah hanya perlu memberi stimulus dan cukup menjalankan peran sebagai regulator, bukan penanggung jawab penuh atas penderitaan rakyatnya.  Jika UMKM berkembang, tentu akan mampu membuka peluang lapangan kerja bagi masyarakat di sekelilingnya, bahkan turut menggiatkan sektor nonformal seperti jasa angkutan, ekspedisi pengiriman, atau penjualan di warung kelontong.

Sementara itu, memasuki normal baru, pergeseran ke belanja daring tidak dapat dihindari. Pencegahan penyebaran Covid-19 agar tak kian masif, mau tidak mau harus didukung dengan penerapan social distancing ataupun physical distancing. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, masyarakat harus lebih banyak berbelanja daring. Imbasnya, UMKM pun turut digiring menuju pemasaran secara digital.

Permasalahannya, bagaimana dengan pegiat UMKM yang minim pendidikan dan cenderung memasarkan produknya dengan cara konvensional? Jangankan untuk menjelajahi marketplace dan menggeluti bisnis digital marketing, bahkan untuk mempromosikan produk saja masih melakukan teknik dari mulut ke mulut. UMKM yang bersikukuh dengan model layanan dan pemasaran konvensional, niscaya bakal digerus perubahan. Para pelaku UMKM yang ingin bertahan, harus mampu menyuguhkan layanan daring kepada pembelinya. Lebih dari sekadar menggunakan gawai untuk memasarkan produk dan memperluas pangsa pasar, agar UMKM mampu bertahan atau bahkan bangkit, tak pelak yang dibutuhkan adalah kemampuan literasi digital.

Belum lagi problem dalam perjualan online, seringkali terjadi berbagai kecurangan dan penipuan, baik dalam pemasaran produk yang dilakukan seller atau proses pembayaran yang dilakukan oleh calon buyer. Dari sisi pembeli,  hal ini menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap produk yang dijual secara online semakin menurun, karena banyak ditemukan fakta terkait kualitas barang yang tidak sesuai dengan deskripsi produk pada platform digital. Sementara itu, dari sisi penjual, tentu ada kekhawatiran terhadap penipuan yang berkedok sebagai calon pembeli, yang menyebabkan kerugian finansial .

Bagaimanapun juga, mendongkrak pertumbuhan ekonomi melalui UMKM, tidak akan  menuntaskan problem ekonomi. Ibaratnya, solusi itu hanya bersifat tambal sulam, karena akar penopang ekonominya terlanjur rusak, bahkan cacat sejak kelahirannya. Sumber penyakit utama krisis ekonomi adalah penerapan sistem ekonomi yang lahir dari rahim kapitalisme. Sistem  ekonomi kapitalis menjadikan sektor nonrill (pasar modal dan saham) dan utang sebagai tumpuan utama penggerak roda perekonomian. Akibatnya, ketika terguncang isu sedikit saja, sektor ini langsung mengalami kemerosotan.

Jika memang pemerintah serius ingin memulihkan perekonomian Indonesia, seharusnya pemerintah fokus pada terselesaikannya pandemi terlebih dahulu. Karena setelah pandemi ini berakhir, kondisi ekonomi akan berangsur pulih. Sebab yang menjadi penyebab utama merosotnya perekonomian saat ini adalah terbatasnya interaksi sosial karena penyebaran virus. Meskipun kenyataannya, tanpa pandemi pun ekonomi negeri berbasis kapitalisme, memang rentan krisis. Apalagi, dengan adanya pandemi sudah pasti akan membuat kapitalisme semakin berada di ujung bibir kehancuran.

 

Penyelamatan Ekonomi dalam Islam

Islam dengan penerapan  sistem ekonominya akan mampu menghentikan krisis ekonomi global serta memberikan jaminan kesejahteraan bagi umat manusia.Di antara prinsip ekonomi Islam untuk mewujudkan hal tersebut adalah:

Pertama, menjalankan Politik Ekonomi Islam. Politik Ekonomi Islam bertujuan  untuk memberikan jaminan pemenuhan pokok setiap warga negara (muslim dan non-muslim) sekaligus mendorong mereka agar dapat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier sesuai dengan kadar individu yang bersangkutan yang hidup dalam masyarakat tertentu.  

Kedua, mengakhiri dominasi dolar dengan sistem moneter berbasis dinar dan dirham yang tidak bergantung pada mata uang lain sehingga bebas krisis moneter.Beberapa keunggulan sistem dinar-dirham di antaranya: 1) Dinar-dirham merupakan alat tukar yang adil bagi semua pihak, terukur dan stabil. 2) Tiap mata uang emas yang dipergunakan di dunia ditentukan dengan standar emas. Ini akan memudahkan arus barang, uang dan orang sehingga hilanglah problem kelangkaan mata uang kuat (hard currency) serta dominasinya.

Ketiga, tidak mentolerir berkembang sektor non-riil yang menjadikan uang sebagai komoditas. Sektor ini, selain diharamkan karena mengandung unsur riba dan judi, juga menyebabkan sektor riil tidak bisa berjalan secara optimal. Inilah penyebab utama krisis keuangan global. Uang hanya dijadikan sebagai alat tukar dalam perekonomian. Karena itu, ketika sektor ini ditutup, maka semua uang akan bergerak disektor riil sehingga roda ekonomi akan berputar secara optimal.

Keempat, membenahi sistem pemilikan sesuai dengan syariah Islam. Dalam Sistem ekonomi Islam dikenal tiga jenis kepemilikan: kepemilkan pribadi; kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Seluruh barang yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak dan  masing-masing saling membutuhkan, dalam Islam, terkategori sebagai barang milik umum. Benda-benda tersebut tampak dalam tiga hal: (1) yang merupakan fasilitas umum; (2) barang tambang yang tidak terbatas; (3) sumberdaya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki oleh individu. Kepemilikan umum ini dalam sistem ekonomi Islam wajib dikelola oleh negara dan haram untuk diprivatisasi.

Kelima, mengelola sumberdaya alam secara adil. Dalam sistem Islam, penguasaan dan pengelolaan SDA berada di tangan negara dan negara berkewajiban mencegah upaya negara-negara imperialis untuk menguasai SDA yang terdapat di dalamnya. Sehingga dengan adanya pengelolaan dan penguasaan ini, tidak hanya akan berkontribusi pada kemananan penyediaan komoditas primer untuk keperluan perekonomian tetapi juga menjadi sumber pemasukan negara yang melimpah.

Inilah gambaran Islam dalam menuntaskan problem ekonomi. Sistem ekonomi yang bersumber dari Allah inilah yang akan mewujudkan ekonomi yang tumbuh stabil dan bebas krisis serta berkeadilan. Ketika Islam diterapkan, maka Allah akan memberikan berkah dari langit dan bumi, sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala:

 “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf [7]: 96)

Wallahu a'lam bishawab.*


latestnews

View Full Version