View Full Version
Ahad, 18 Oct 2020

Genjot Pariwisata Jatim, Kebijakan Pahit di Era Covid

 

Oleh: Vivin Indriani

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jatim mencatat sebanyak 2,4 juta wisatawan dari seluruh nusantara datang ke Jatim selama masa pandemi Covid-19. Kunjungan wisatawan ini terkonfirmasi sejak pemerintah memberi ijin dibukanya kembali seluruh area wisata di Jatim akhir Agustus 2020 lalu. Sebanyak 555 daya tarik wisata (DTW)  yang ada di 38 kabupaten dan kota di Jawa Timur dikabarkan sudah re-opening. Praktis 60 persen dari 969 objek wisata di Jatim sudah mulai beroperasi.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Sinarta mengatakan, ada beberapa derah di wilayah setempat yang menyatakan kesiapannya kembali membuka tempat wisata setelah tutup akibat wabah Covid-19. Di antara yang menyatakan siap adalah Kabupaten Banyuwangi, Probolinggo dan Kota Batu. Banyuwangi termasuk wilayah yang terbanyak membuka destinasi wisata, disusul Probolinggo sebanyak 34 (tempat wisata), Malang kabupaten 37 tempat, Pasuruan sebanyak 15 tempat, dan Batu 13 tempat wisata.

Pemprov Jatim sendiri telah menyiapkan beberapa langkah agar pariwisata bisa terus menggeliat meski tetap berpegang pada protokol kesehatan di era pandemi covid 19. Karenanya Pemprov Jatim pun mendistribusikan bantuan peralatan penunjang protokol kesehatan ke 479 desa wisata seperti thermal gun, face shield dan masker untuk petugas yang berjaga. Juga fasilitas lain seperti sarana untuk mencuci tangan dan penyediaan hand sanitizer di area wisata.

Beberapa pelaku industri wisata juga mulai berbenah. Mulai dari perbaikan tempat, hingga menambah jenis hiburan seperti yang terjadi di Banyuwangi. Sejumlah hotel yang biasa digunakan untuk staycation-libur pendek dengan menginap di hotel- diminta untuk menyediakan atraksi budaya dan seni di samping live musik seperti yang telah berjalan sebelumnya. Ini sejalan dengan program “Rebound Banyuwangi” sebagai upaya memulihkan kembali ekonomi lokal dari dampak pandemi Covid-19 melalui sektor pariwisata.

Efektifkah Pariwisata Menggenjot Roda Perekonomian Jatim?

Jawa Timur merupakan provinsi penyumbang perekonomian terbesar kedua di Indonesia dengan kontribusi sebesar 14,60%. Salah satu faktor yang turut andil memberikan kontribusi bagi naiknya perekonomian Jatim adalah pariwisata. Namun sepanjang masa pandemi covid 19, pariwisata tidak lagi menjadi penyumbang pemasukan bagi perekonomian Jatim.

Oleh karena itu dalam upaya menaikkan kembali potensi pariwisata Jatim, beberapa langkah disiapkan untuk menghidupkan kembali sektor pariwisata meski angka pertambahan jumlah pasien covid 19 Jatim masih cukup tinggi. Namun sejauh mana efektivitas upaya menggenjot angka kunjungan wisatawan terhadap kenaikan pertumbuhan ekonomi Jatim. Dalam kondisi pandemi, tentu sangat bertolak belakang dengan upaya menekan angka positif covid yang mengharuskan masyarakat sebaiknya tidak berkerumun atau berkumpul di satu tempat. Bisa jadi pemulihan ekonomi Jatim akan berbanding tebalik dengan upaya menekan angka pertambahan pasien positif covid. Tercatat angka kematian karena COVID-19 di Jawa Timur mencapai 3.425 jiwa hingga 11 Oktober 2020.

Ketika Perekonomian di Atas Segalanya

Segala cara dilakukan untuk pemulihan kembali perekonomian yang sempat jatuh akibat pandemi covid 19. Pemerintah membiayai dan menggelontorkan dana besar bagi sektor yang dianggap akan mampu segera memulihkan kondisi perekonomian. Sektor pariwisata, perdagangan dan UMKM juga salah satu sektor yang paling banyak diperhatikan.

Pada tanggal 7 Oktober 2020 lalu misalnya, sebuah forum Webinar tentang Kebijakan Perlindungan Konsumen Pariwisata di Masa Pandemi digelar oleh BPKN. Dalam forum tersebut disampaikan perlu dibangunnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dengan menerbitkan panduan tata kehidupan normal baru dengan menerapkan protokol CHSE (Cleanliness, Health, Safety, dan Environment Sustainability) secara memadai. Juga diperlukan peran aktif Pemda dalam menjaga kelangsungan pelaku bisnis pariwisata dengan memberikan insentif kepada mereka, dan perlu adanya Self Assesment risiko untuk memastikan pekerja usaha pariwisata tidak terjangkit atau bebas dari COVID-19.

Segala upaya pemulihan ini sesungguhnya menunjukkan, bahwa dalam negara yang bersandar pada Sistem Kapitalis, prioritas utama bukan pada penyelamatan nyawa manusia. Jika dalam upaya pemulihan ekonomi, pemerintah memberikan perhatian yang demikian besar, sebaliknya dalam sektor kesehatan yang harusnya menjadi langkah utama penanganan pasien covid, pemerintah justru masih setengah hati bahkan cenderung abai dan menutupi. Hilangnya nyawa rakyat bahkan tenaga medis tak lagi menjadi fokus perhatian, wajar bila sampai hari ini penanganan pandemi dan upaya menekan pertambahan jumlah pasien positif kian tak terbaca kesungguhannya. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version